99. Gemuruh

3 0 0
                                    

Info : Novel ini sudah tersedia versi komik di webtoon.

.
.

Kekacauan yang sebelumnya pecah sudah sepenuhnya padam. Entah istri yang kehilangan suaminya atau anak yang kehilangan ayahnya, mereka yang selamat dari pertempuran semalam meratap kepergian keluarga mereka yang gugur. Keadaan padang rumput terasa pilu, penyerangan pasukan Shar sungguh meninggalkan trauma yang berat di setiap orang. Begitu juga dengan Zhura. Seiring hatinya yang menggelap, gadis itu semakin menundukkan kepalanya.

Bahkan meski ia telah bersembunyi jauh di hutan, dirinya tetap tak sanggup menahan hawa kepedihan yang menyebar ke sekitar. Saat ini ia berada di tenda darurat yang ia buat seadanya untuk bernaung. Di sisinya Azhara masih belum sadarkan diri. Terkadang Zhura akan mengusap kulit dingin pemuda itu dengan air hangat. Ia bahkan sudah menggunakan seluruh cadangan pakaiannya untuk menyelimuti Azhara, tapi suhu rendah tetap saja bersarang di tubuhnya. Suara langkah kaki terdengar mendekat.

Zhura memutuskan untuk memeriksanya, betapa terkejutnya ia saat menemukan Yara dan La berada di depan tendanya. Mereka berdua mengajaknya untuk ikut serta dalam upacara pemakaman. Gadis itu tampak ragu, tapi Yara dan La menarik tangannya dengan hangat. Dengan demikian dia pun ikut. Mereka bertiga bergabung bersama orang-orang di padang rumput menyaksikan orang-orang yang gugur ditempatkan di atas tumpukan kayu. Air mata Zhura mengalir saat melihat Kakek Maral juga terbujur kaku di sana.

Nenek Manira berlinang tangisan, melihat suami tercintanya untuk yang terakhir kali. Beberapa saat kemudian, proses pembakaran pun dilakukan. Satu per satu dari mereka tak lagi terlihat, tenggelam di balik kobaran api. Angin mengembuskan abu bakaran, itu jatuh di telapak tangan Zhura. Kesedihan semakin merayapi dirinya membuat gadis itu terisak.

Yara memegang tangan Zhura, gadis muda itu mencoba menenangkannya padahal ia sendiri juga bersedih. Upacara itu selesai hingga tengah hari. Nenek Manira membawa abu suaminya dengan delapan erat, seolah ia sedang memeluk raga Kakek Maral. Tidak seperti yang Zhura kira, wanita tua itu ternyata tidak marah padanya. Dia tersenyum tipis menatap Zhura. Mereka semua berkumpul di bawah yurt besar yang masih cukup baik untuk ditinggali. Kini hampir semua orang kehilangan rumah, hanya sebagian yang bisa diselamatkan. Jadi, mereka menggunakan itu untuk balai dan tempat tinggal bersama.

"Sebenarnya saya dan Tuan Vi bukanlah saudara," tutur Zhura memutuskan untuk menjelaskan semuanya. Orang-orang di dalam balai tak bisa menahan raut herannya saat mendengar perkataan gadis itu.

"Apa maksudmu, Nak?" Nenek Manira tampak mengerutkan kening, menyuarakan kebingungannya.

"Saya Lailla, gadis suci yang sedang dalam perjalanan untuk mencari Biarawati Penyembuh. Sementara Tuan Vi, seperti yang kalian lihat semalam. Dia adalah putera Raja Amarhaz, Putera Mahkota Azhara."

Riuh ramai orang-orang menyambut penjelasannya. Yara terlihat melebarkan matanya, tentu saja ia terkejut bukan main. Bocah itu tak menyangka bahwa sosok yang akhir-akhir ini menjadi teman mainnya adalah seorang gadis suci dan juga Putera Mahkota.

"Lalu, kenapa kau berbohong, Nak?"

Zhura bersimpuh dengan punggung yang membungkuk dalam. Setetes air matanya jatuh ke lantai. "Saya sungguh tidak ingin menyakiti hati siapapun, kami terpaksa menyamar agar terhindar dari musuh yang sedang mengejar kami. Tolong, kalian bisa menghukum saya, apapun akan saya terima, tapi jangan hukum Azhara. Dia benar-benar sekarat."

"Bangunlah. Kami tidak marah, Nak. Semuanya sudah terjadi dan itu adalah takdir. Bencana dan nasib buruk adalah beberapa ujian di kehidupan. Untuk melewatinya, kita harus bisa menjadikan rasa sakit itu sebagai pijakan melangkah ke depan."

Zhura terenyuh mendengar kalimat Nenek Manira.

"Apa yang terjadi padanya?" tanya Bibi Harwa bertanya di sisi Yara.

"Itu yang ingin saya katakan. Tujuan saya mengembara sejauh ini adalah untuk mendapatkan penawar dari racun Daghain yang membuat bunga teratai keramat di istana hampir mati. Keadaan buruk bunga itu berdampak pada Azhara. Kalian pasti sudah tahu jika ada roh jahat yang bersemayam di dalam tubuh Putera Mahkota. Dengan sakitnya bunga itu, membuat pengendalian roh jahat Din tubuh Azhara juga terancam. Karena itu, aku berusaha mencari penawarnya."

"Tapi, siapa orang-orang jahat itu? Kenapa mereka mengincar kalian?" Yara menimpali.

"Mereka adalah orang-orang yang meracuni teratai bulan. Mereka memburu kami karena tahu kami mencari penawarnya."

"Sepertinya orang-orang itu ingin menjatuhkan Putera Mahkota," timpal seseorang yang duduk di belakang Nenek Manira.

"Nak, apa kau sudah tahu di mana kau bisa mendapatkan penawarnya? tanya Nenek Manira.

Zhura menunjukkan peta yang ia gambar sendiri. "Sebelumnya saya mempunyai peta ke sana, tapi orang-orang Shar mengambilnya. Saya berusaha menggambar ulang berdasarkan ingatan saya, tapi hanya separuh jalan. Sisanya saya tidak ingat."

"Siapa nama orang yang kau cari?"

"Sanguina. Apa kalian tahu?"

Nenek Manira tampak berpikir, ia mencoba menggali informasi dari nama itu yang terasa tidak asing. Ia kemudian mengajak Zhura untuk ikut dengannya. Dia mencari sebuah buku catatan yang dikumpulkan menjadi satu dengan barang-barang lain.  Wanita tua itu dengan mudah menemukannya seolah sudah terlalu akrab dengan buku itu.

"Ini adalah buku catatan Kakek Maral. Dia selalu menuliskan semua yang terjadi di setiap persinggahan kami. Beberapa tahun lalu, ada wabah yang menyerang anak-anak di suku kami. Saat itu kami menemukan seseorang yang ahli dalam bidang racik-meracik ramuan. Setelah meminum obat hasil resep darinya, anak-anak di sini pulih."

Zhura menatap jemari Nenek Manira yang bergerak membuka satu per satu halaman di buku catatan tua itu. Kening nenek itu mengerut hingga akhirnya dia berhasil menemukan petunjuk yang ia cari. "Lihat, ini adalah catatan mengenai Sanguina yang pernah ditulis Kakek Maral. Di sini terdapat alamat lengkap wanita itu. Tapi, ini catatan hampir sepuluh tahun lalu. Entah apakah saat ini dia masih ada di sana."

"Untuk mengetahuinya, saya harus memeriksanya langsung ke sana." Zhura sungguh berterima kasih kepada Nenek Manira, ia  tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan untuk membalas kebaikannya.

"Kau bisa pergi ke sana setelah Putera Mahkota membaik," timpal Nenek Manira menyerahkan alamat Sanguina. Senyum yang mengembang di bibir Zhura. Ia menatap alamat yang diberikan oleh Nenek Manira, harapannya belum pernah sekuat ini. Ia harus mendapatkan penawarnya segera dan Azhara bisa pulih.

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang