25. Sang Pencuri Kotak Emas

100 46 4
                                    


Sebuah gagasan hinggap di kepala. Gadis muda itu tergesa berlari ke arah kolam ikan. Sepertinya ia mencari sesuatu yang dapat digunakan sebagai pertahanan. Sebuah kapak tergeletak di samping kolam, tanpa pikir panjang ia langsung menggapainya. "Azhara, kau tidak akan menyesal menerimaku jadi muridmu." Zhura kuatkan mental seraya berlari masuk ke dalam paviliun. Tidak ada tanda-tanda keberadaan para penjaga tadi. Saat ia sampai di dalam ruangan, banyak benda-benda berserakan di lantai pualamnya. Entah apa yang terjadi, seisi ruangan pun terlihat seperti dilanda gempa.

Siapapun itu, Zhura harus menangkap lebih dulu tersangka yang bertanggung jawab atas kekacauan ini. Kedua tangannya naik, menguatkan cengkeraman pada kapak. Diedarkan pandangan dengan waspada bersama langkahnya berjalan ke dalam. Paviliun harum bernuansa kayu putih ini sebenarnya lebih cocok disebut istana. Luas rumah Zhura di desa saja bahkan tidak cukup memenuhi bagian depan paviliun Azhara yang gila mewah ini. Yang menjadi pertanyaannya, bagaimana dia hidup di tempat sebesar ini sendirian.

Bugh!

Seseorang datang memukulnya dari belakang. Zhura yang tidak siap lantas tersungkur dengan wajah mencium lantai keras dengan sangat tidak manusiawi. Ia menolehkan kepala ke arah orang yang memukulnya. Mata hijaunya melebar melihat orang-orang berpakaian serba hitam kini berdiri menghadangnya. Ada rasa sakit setelah seseorang dengan kejamnya menghantam punggungnya. Namun, tidak ada waktu baginya berdamai dengan kepayahan. Ia ambil kembali kesadaran, lalu bangkit.

"Siapa kalian? Apa yang ingin kalian lakukan di tempat ini?!" Dengan kalut gadis itu mengacungkan kapak. Dari tubuh mereka yang tegap dan tinggi, Zhura yakin sosok-sosok itu adalah pria. Empat orang berpakaian serba hitam yang menghadangnya itu membisu, di mata Zhura mereka semua tampak tidak bersahabat. Pada saat itu ia berupaya mengenali sosok mereka, tapi sia-sia karena orang-orang itu memakai tudung yang menutupi kepala. Embusan napas lemah keluar, Zhura merasakan ini mungkin akhir riwayatnya.

Bunyi langkah kaki membuatnya menoleh ke arah jam dua. Satu orang lain berpakaian serupa melangkah seraya membawa sebuah kotak berwarna emas. "Kau yang di sana, benda apa itu? Jangan-jangan kalian perampok? Kalian semua perampok?! Kembalikan!" Zhura mendekat ke arah orang pembawa kotak, tapi sosok lain di depannya mengacungkan pedang menghentikannya. Sosok bertudung pertama mengangguk pada kawannya yang membawa kotak emas. Pada detik berikutnya, sosok pembawa kotak emas pun berlari keluar.

"Hei, berhenti kau!" Zhura mengambil langkah lebar menyusulnya. Namun, empat orang bertudung lain tidak mau mengalah. Salah satu dari mereka menghunuskan pedangnya ke arah Zhura. Tanpa menunggu satu kedipan mata, ia menjatuhkan serangan lurus ke arah dada gadis itu. Zhura lekas mundur, menahan pergerakan mata pedangnya menggunakan kapaknya.

Siapa sangka sosok itu terdorong ke belakang. Ia ambil ancang-ancang, lalu memutar kapak itu searah jarum jam. Detik itu juga, pedang milik orang itu terjatuh, Zhura kalut menendang perut sosok itu dengan kekuatan penuh. Tubuhnya kelelahan, tapi itu belum selesai. Serangan lain datang, dan kali ini mereka mengincar pinggangnya. Gadis itu terlempar ke sudut ruangan setelah ditendang begitu kerasnya. Dengan rintihan penuh rasa sakit, dia bangkit mencengkram pinggangnya yang berdenyut.

"Sialan," ujarnya merasakan cairan hangat keluar dari pelipis.

Empat pria berbadan besar melawan satu orang gadis, ini adalah pengeroyokan. Akan lebih mudah, seandainya ada Azhara sekarang, dia pasti akan menyapu perampok-perampok ini dalam sekali serangan. Apa dayanya, yang bisa ia lakukan hanya berusaha sedikit lebih keras. Zhura meraih kapaknya yang sebelumnya terlempar. Dipusatkannya titik pergeseran paling besar pada pinggangnya yang masih nyeri. Cara itu memudahkan perpindahan tubuh dibanding dengan hanya menumpukan kekuatan topang pada satu kaki.

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang