83. Gelenyar

45 11 7
                                    

Inara turun dari kereta kuda yang membawanya dan dua tabib lain dari istana. Dengan pakaian khas seperti halnya tabib-tabib lain, dia terlihat sangat percaya diri dengan penyamarannya. Nyatanya, ini adalah kali pertama ia menyusup, tentu saja ia masih awam soal aksi seperti ini. Jelas ada keraguan di hatinya, tapi gadis elf itu memiliki lebih banyak keyakinan untuk mengungkapkan kebenaran. Terlebih lagi, semua ini ia lakukan demi Zhura. Jika dalangnya belum ditemukan, maka keamanan temannya itu masih terancam.

"Ini ruangan Anda." Seorang pelayan mengantarkan Inara ke ruang istirahat. Masing-masing tabib punya satu ruangan.

"Terima kasih."

Setelah membantunya menata barang-barang, pelayan itu undur diri. Inara mempunyai jadwal memeriksa tiga jam lagi, jadi dia masih mempunyai waktu luang. Meskipun begitu, dia tidak bisa menggunakan kesempatan itu untuk bersantai. Seperti yang diperintahkan Tabib Ma, ia harus melaporkan semua hal yang bisa ia temukan di paviliun ini. Gadis elf itu membawa buku catatannya lalu pergi berkeliling. Dengan teliti ia coba mencari petunjuk. Senyumnya merekah tatkala satu dua pelayan yang menyapanya.

"Aku ditugaskan mengecek beberapa kualitas bahan pangan dan melaporkannya pada istana," ujarnya pada penjaga dapur. Penjaga itu mengangguk, menyilakan Inara masuk. Gadis elf itu pun segera memeriksa bahan-bahan makanan di dapur dengan sangat telaten. Satu per satu sayur atau pun bahan hewani ia periksa, tapi tak ada yang salah. Jadi, tes dapur berjalan lancar. Ada beberapa ruangan lain yang harus ia periksa. Namun, akses Inara terbatas. Akan sangat berbahaya kalau ia melakukannya di siang hari seperti ini.

Yah, sepertinya lebih baik ia menunggu sampai malam.

Sementara itu di tempat Valea, gadis merah itu menyelinap ke tempat Tuan Minra. Menggunakan pakaian tertutup, penampilannya tampak seperti mata-mata. Bagaimana pun dia adalah gadis suci, jika ada yang mengetahui identitasnya itu hanya akan menampilkan masalah lain. Pertama, yang harus ia lakukan adalah memastikan bahwa tidak ada lambang bunga itu di tubuhnya. Jadi, ia sudah bersiap dengan obat tidur racikan Tabib Ma.

Seandainya cara itu tidak bekerja, maka sebagai gadis dengan fisik yang terlatih sejak kecil, harusnya ia punya cara lain untuk 'menidurkan' targetnya. Dengan lincah dia panjat dinding di depannya. Angin yang sejuk menyambutnya yang kini berdiri di atas atap. Ia melihat kembali denanya. Valea mengernyitkan kening ketika sebuah aroma harum entah bagaimana menguar. Tubuhnya tersentak kaget melihat ada penjaga yang berpatroli di sekitarnya.

"Gawat!" Valea melangkah ke sisi lain atap. Ia menunduk, menyembunyikan diri dari pandangan penjaga itu. Tak disangka ternyata ada dedaunan kering yang berserakan di bawah kakinya. Karena tidak menyadarinya, lekas saja dia menginjak itu dan menciptakan suara.

"Hei, penyusup!" seru penjaga melihat Valea, lalu mengejarnya.

Gadis merah itu bergegas melarikan diri, dia melompat dari bangunan ke bangunan lain. Meskipun tidak sulit, tapi bagaimana bisa ia bergerak lebih lincah dengan pakaian seperti ini?! Dengan hati penuh rutukan Valea mengucapkan mantra, sebuah sapu runcing muncul di tangan kanannya. Dalam sekali pijak, gadis itu berhasil mengendarai sapunya. Ia menjulurkan lidahnya pada para penjaga, menyangka bahwa dia sudah berhasil kabur.

Namun, tak seperti harapan, para penjaga itu ternyata lebih cerdik dari kelihatannya. Mereka melesat tombak ke arah Valea sehingga gadis itu kehilangan keseimbangannya. Meskipun ia adalah pengendara sapu terbang yang handal, tapi siapa yang bisa tetap tenang di saat ada banyak tombak yang terus dilesatkan ke arahmu? Dan tentu saja hilangnya kendali membuat Valea tak dapat bertahan.

Dia jatuh.

Tubuhnya melesat ke bawah, Valea mulai bersiap untuk menghantam tanah. Namun, bukannya permukaan keras yang menyambutnya, melainkan kolam yang dipenuhi uap hangat. Ia gelagapan merentangkan tangan, berusaha meraih permukaan air. Pada saat ia berhasil bangkit, segera ia mengambil segopok oksigen untuk mengisi paru-parunya.

Ujung kakinya harus berjinjit untuk berpijak. Kolam yang dipenuhi uap itu terasa menyengat beberapa bagian kulit Valea yang tidak terbiasa dengan air hangat. Pemandian bukanlah tujuannya, jadi ia harus segera pergi. Saat ia berbalik untuk mentas, Valea terlonjak mendapati seorang pemuda ternyata sedang berendam di kolam itu. Pemuda bermata legam itu juga menatapnya lebar, seolah tak percaya bahwa seseorang baru saja jatuh dari langit.

"Hei, siapa kau?!" tanya Asyaralia bangkit, tanpa sengaja memperlihatkan tubuh telanjangnya.

Diterpa kuyup yang meremang, Valea kalut tak bisa memikirkan apapun. Gadis itu terpaku, menatap tubuh polos di depannya yang tersaji dengan jelas. Tidak cukup di sana, matanya ternyata tak mau diam dan terus menelusuri pemandangan terlarang itu.

"Aaakh! Dasar pemuda cabul!" seru gadis itu menutup mata dengan kedua tangannya.

Asyaralia tersadar, segera ia beranjak untuk mengambil handuknya. Suara langkah kaki terdengar, bayangan para penjaga terlihat mendekat. Valea mengambil langkah seribu untuk kabur, tapi tangannya ditahan oleh Asyaralia.

"Siapa kau?! Bagaimana bisa kau menyusup ke sini?!" Asyaralia memandang gadis yang menggunakan penutup wajah di hadapannya. Terlihat ada beberapa helai rambut merah yang lolos dari tudung itu. Sungguh, Asyaralia yakin pernah melihat sosok dengan mata dan rambut darah seperti itu di suatu tempat. Tapi, di mana?

"Lepas!" Valea memberontak karena para penjaga itu semakin dekat.

"Aargh!" Asyaralia mengerang kesakitan saat Valea menggigit tangannya. Alhasil ia pun melepaskan genggaman itu dan membuatnya kabur. Dalam sekejap mata, langkah kaki Valea membawanya raib dari pandangan Asyaralia.

"Yang Mulia," panggil seorang penjaga memimpin kelompoknya untuk mengejar Valea. "Kami mohon maaf karena menganggu waktu Anda, tapi apakah Anda melihat seseorang yang mencurigakan masuk ke sini?"

Asyaralia menatap luka gigitan di pergelangan tangannya. Tanyanya sambil mengernyitkan kening, "Seseorang yang mencurigakan?"

"Benar, dia memakai pakaian tertutup. Kami melihatnya mengendap-endap di atap. Lalu, saat kami menegurnya, dia tiba-tiba mencoba kabur dengan sapu  terbangnya. Beruntung kami sempat memberinya serangan dan menjatuhkannya. Dari yang kami lihat, dia terjatuh ke sini. Apa Anda melihatnya?"

Sapu terbang? Itu menarik.

"Ya, aku melihatnya," jawab pemuda itu tersenyum lebar. "Dia mungkin hanya penguntit mesum yang gila. Kurasa dia tadi pergi ke arah sana," tunjuk Asyaralia ke arah berlawanan dengan yang dituju Valea.

"Apa Anda yakin?" Para penjaga itu memastikan.

Pemuda itu mengangguk seraya memakai jubahnya, "Kalau kalian tidak bergegas, dia akan semakin jauh."

"Baiklah, kalau begitu kami akan kejar dia dan menangkapnya. Silakan lanjutkan kegiatan Anda. Sekali lagi mohon maaf atas gangguan ini, kami pamit sekarang." Rombongan penjaga itu berlalu dari hadapannya, meninggalkan pangeran itu seorang diri.

Selepas kepergian mereka, Asyaralia melihat sebuah benda mengambang di air. Diambilnya dengan rasa heran. Dilihat secara sekilas saja, dapat dipastikan itu adalah tusuk rambut. Dengan ukiran dan bahan yang khas tentu saja membuat benda itu sangat mudah dikenali. Itu adalah tusuk rambut gadis suci. Asyaralia pikir pemiliknya pasti penyusup tadi.

"Seorang gadis suci?" tanya pemuda itu pas riak air di sekitarnya.

Pantas saja ia merasa tidak asing dengannya. Mata dan rambut merah itu, terlihat sangat mencolok, tapi Asyaralia tak bisa mengingatnya. Diamatinya tusuk rambut itu. Berbagai macam perasaan seketika merasukinya. Namun, di antara banyaknya hal yang datang di dalam kepalanya, ada satu hal yang paling membuatnya tak habis pikir. Apa yang membuat seorang gadis suci bertindak layaknya mata-mata seperti itu?

Di tempatnya, Valea menepuk-nepuk dadanya yang kembang kempis akibat berlari. Bersandar pada dinding di belakangnya, gadis merah itu terlihat keletihan setelah melarikan diri. Setelah pernapasannya kembali normal, dia tiba-tiba mengerang marah. Kedua tangannya naik menutup matanya dengan gemas. Umpatan dan kata-kata kekecewaan pun keluar dari bibirnya yang basah.

"Sialan!"

Siapa yang mengira bahwa dia akan terjatuh ke kolam pemandian di mana seorang pemuda telanjang berada di sana. Bagus sekali, sekarang bukan lagi kedamaian dunia yang sedang terancam, tapi juga masa depannya. Bagaimana Valea bisa menikah jika ia sudah melihat semuanya dari pemuda itu? Dengan penuh tekad, ia bersumpah akan menangkap dalang kerusuhan ini dan meminta pertanggungjawaban padanya.


The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang