74. Pertemuan Lain

49 13 4
                                    

Uhuk!

Zhura melonjak, dia mengeluarkan semua air dari dalam paru-parunya dengan terus terbatuk. Beberapa saat kemudian udara menjadi lebih ringan untuk dihirup. Kedua tangan naik mengusap matanya yang terasa perih. Saat keadaannya membaik, gadis itu menoleh pada sosok di sisinya yang terlihat sama kacaunya. Pemuda itu tidak bergerak, sejak tadi yang ia lakukan hanya duduk dengan tubuh membungkuk. Wajahnya pucat, air membasahi sekujur tubuhnya yang memucat.

"Azhara?" panggilnya.

Mendengar panggilan itu, Azhara mendongak. Dia terdiam sebelum kemudian menampilkan raut marah saat menggapai tangan Zhura.

"Ayo, kembali!" serunya.

"Apa? Aku tidak ingin kembali," jawab Zhura melepaskan tangannya. Mereka berdua ada di sisi sungai, teronggok lunglai setelah baru saja terseret arus deras. Sebelumnya Zhura terjatuh ke sungai di bawah jembatan.

"Hal bodoh apa yang sebenarnya ingin kau lakukan?! Kau tidak tahu seberapa cemasnya aku?!" tanya Azhara lalu terbatuk kecil.

Zhura terpaku, ia menyadari kegelisahan di suara pemuda di depannya. Tiba-tiba saja jantungnya kembali berdebar menyadari bahwa pemuda itu ternyata datang menyelamatkannya. Dia mengusap perutnya, mencari sisa rasa sakit di sana. Aneh sekali, entah bagaimana lukanya menghilang. Mungkinkah ini karena gelang Arbutus itu? Gelang itu adalah pelindung bagi pemakainya, 'kan?

"Aku berencana mendapatkan penawar racun daghain itu. Seseorang bisa membuat penawarnya, aku harus menemui dia." Zhura kembali melanjutkan penjelasannya saat ia melihat Azhara hendak menyanggah, "Ibu Suri yang memberikan tugas ini padaku, dia ingin aku melindungi teratai bulan. Dia mengatakan bahwa seseorang dari istana berusaha mengkhianati kalian dengan membuat kekacauan. Dan masalah teratai bulan ini adalah buktinya."

"Apa urusanmu? Kau hanya gadis suci yang tidak ada hubungannya dengan masalah itu! Dengan menuruti perkataan Ibu Suri kau hanya akan membuat orang-orang jahat itu menargetkanmu!" tampik Azhara, dia terlihat mengusap dadanya yang berdenyut hebat. Sebenarnya jarum itu terus aktif dan setia mengirimkan sinyal rasa sakit sejak ia memutuskan untuk menyusul gadis itu.

Zhura yang melihat tingkah Azhara lantas mengerutkan kening. Ia mencoba mendekatkan diri, dan menyadari bahwa ada yang berbeda dari mantan gurunya itu. Mata biru yang sebelumnya menyala dan tajam, kini berganti menjadi putih. Tidak ada lagi sorot mata khas itu, yang ada di depannya kini adalah pemuda buta. Air mata Zhura mengalir, ia tidak menyangka bahwa orang-orang akan sebegitu kejam pada Azhara hingga mengambil semua kebebasannya.

"Jadi, ini yang mereka lakukan? Semua indramu sungguh diambil? Apa ini ada hubungannya karena kau mengeluarkan jarum itu dari jantungku?" tanya Zhura bergetar.

Azhara menahan napas saat mendapati bahwa gadis di hadapannya sudah tahu mengenai jarum itu. Kedua bibirnya yang sempat mengeras pun lantas terbuka lebih lunak, "Ini adalah hukumanku karena tidak bisa mengendalikan roh jahat itu, selebihnya tidak ada hubungannya denganmu."

Azhara tahu bahwa kebohongan adalah hal yang salah, dan hukuman ini memang diberikan ayahnya karena ia tidak bisa mengendalikan roh jahat di tubuhnya. Namun, faktanya roh jahat itu tak terkendali karena ia menyimpan jarum penyegel itu di jantungnya, dari itu satu dosa besar lekas menetap padanya.

"Hei," ujar Zhura menyentuh bahu pemuda itu. "Apa kau baik-baik saja?"

Azhara menyingkirkan tangan itu, dengan lemah ia pun bangkit. Rasa sakitnya memuncak ketika ia berdampingan dengan Zhura. Gadis itu begitu hangat seperti pemantik yang sewaktu-waktu akan memanas lalu membakarnya hingga habis. Jika ia membiarkannya berlanjut, Azhara akan semakin mempertaruhkan keselamatan orang-orang.

Namun, niatnya ingin pergi menjauh harus terhenti karena kakinya ternyata tidak cukup kuat untuk dapat diandalkan. Azhara sudah kehilangan penglihatan atau pun Indra lain yang bisa membantunya berdiri tegak seperti dulu. Gravitasi tiba-tiba terasa seperti anak panah yang menariknya jatuh ke tanah. Ketika sesak membuncah, Azhara tak lagi bisa menahannya. Zhura melihat ketidakberdayaan pemuda itu lantas berlari menangkapnya yang tak sadarkan diri.

"Azhara!?" Zhura mencoba menepuk bahu pemuda itu, berulang kali ia menyerukan namanya tapi Azhara tak kunjung membuka mata.

Ia kebingungan terhadap perubahan situasi yang mendadak. Zhura tidak mempunyai rencana untuk menginap atau menunda perjalanan, tapi keadaan ternyata memaksanya untuk tinggal lebih lama. Dengan bahan seadanya, ia bergegas membangun tenda sederhana yang memuat dua orang. Di dalam sana, ia baringkan Azhara agar terlindung dari dinginnya malam. Zhura bahkan mengusap wajah dan tangan pemuda itu dengan air hangat, berharap kondisinya akan lebih membaik.

Memperhatikan keadaan pemuda itu lebih lanjut, Zhura terenyuh. Roh jahat di tubuh Azhara memang ancaman bagi semua orang, tapi bukan berarti saat dia keluar maka Azhara harus menanggung semua hukumannya. Jelas-jelas pemuda perak itu tidak ingin melukai orang lain dan siap berkorban demi kedamaian. Melihat kesengsaraan di hadapannya, Zhura pun sadar sesuatu yang sangat diinginkan oleh Azhara adalah kebahagiaan rakyatnya.

Hanya rakyatnya, dan bukan yang lain.

Gadis itu meringkuk, angin tengah malah yang bertiup sayup-sayup merasuk dari sela tenda. Dalam kesunyian, dia mulai mengingat hari-hari di mana hidupnya masih berjalan tenang. Ada pepatah yang mengatakan jika seseorang melakukan tindakan di luar kemampuan, maka itu hanya akan berakhir menjadi hukuman. Mungkinkah ini hukumannya karena Zhura sudah melakukan sesuatu diluar batas?

Dia berlinang air mata, rumah yang ia inginkan sungguh jauh untuk tergapai. Kerinduan pada kehidupan yang damai benar-benar menyiksanya. Ia sudah begitu muak pada tempat yang dipenuhi marabahaya ini. Daripada itu, ia lebih benci melihat Azhara tersiksa dan tak berdaya seperti sekarang. Masa di mana semuanya tidak pernah dimulai sama sekali, ia ingin kembali ke sana. Kira-kira kapan hari menenangkan itu akan datang lagi?

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang