45. Kekusutan

70 30 4
                                    

"Anggur! Anggur! Anggur!"

Di pagi hari, Zhura terbangun dari tidurnya saat ia mendengar teriakan yang familiar. Dengan antusias, gadis itu melupakan rasa sakit di tubuhnya dan bangkit dari pembaringan. Dilihatnya seekor burung putih terbang keluar dari kamarnya. Dengan kepakan sayapnya yang lincah, Zhura hanya bisa melihat dari pintu ruangan ketika makhluk itu pergi menjauh.

"Kenapa Rou-rou bisa kemari?" pikir Zhura seraya kembali ke kamar. Ia lalu membuka jendela lebar-lebar untuk menghirup udara segar setelah semalaman suntuk memulihkan diri dengan beristirahat. Kejadian kemarin sungguh tidak terduga, fakta bahwa itu bukan pertama kalinya ia diserang membuat satu sinyal ancaman Zhura bangkit. Beruntung ada Ranzak yang datang menyelamatkannya, jika tidak maka sekarang Zhura pasti sudah jadi abu.

Kernyitan datang ketika ia melihat sesuatu di atas nakas. Sebuah mangkuk mengkilap dengan bubur yang mengeluarkan uap hangat ada di sana. Makanan itu tampaknya diletakkan ketika Zhura masih terlelap. Ada catatan di nampannya yang berbunyi 'makan!' mengingatkan Zhura pada intonasi gurunya. Sekarang ia paham kenapa Rou-rou ada di kamarnya tadi, itu karena Azhara diam-diam datang ke kamarnya untuk memberikan bubur ini.

"Dasar pria jahat, kau bahkan tidak menjengukku secara langsung."

Zhura mengambil bubur itu, lalu duduk. Ditatapnya makanan itu dengan perasaan sehangat sinar matahari pagi ini. Tidak adanya kabar dari pemuda perak itu sejak kemarin membuat Zhura bertanya-tanya apakah Azhara mencemaskannya. Meskipun dia datang sembunyi-sembunyi, tapi bubur ini ternyata membuktikan bahwa pemuda itu masih memikirkannya. Zhura terkekeh mengusap pipinya yang merah, lalu mulai melahap bubur itu.

"Terlalu banyak garam." Ia tidak tahu siapa yang memasaknya, tapi buburnya terlalu asin. Jika pemuda dingin itu bukan gurunya, maka Zhura yakin dia sedang berencana meracuninya. Kenapa juga Azhara tidak menemuinya sejak kemarin? Dan malah mengirimkan makanan ini bersama secarik kertas? Mungkinkah dia marah karena Zhura pergi dari perjamuan ulang tahunnya tanpa izin? Azhara bukan tipe pendendam, tapi kemungkinan bisa saja terjadi.

"Gawat kalau samapi dia marah padaku." Zhura mulai memikirkan rencana untuk memperbaiki kesehatan relasinya dengan Azhara. Beberapa saat kemudian, sepertinya sebuah ide datang karena sudut bibir gadis itu naik.

"Aku punya ide."

***

Kicauan burung-burung membangunkan Ranzak dari peristirahatannya. Perlahan ia duduk dengan lunglai, diam merasakan sisa hawa panas di tubuhnya. Semalaman yang bisa Ranzak lakukan hanya berbaring karena kepalanya berdenyut hebat. Suara langkah kaki terdengar. Seorang gadis yang ia kenal masuk ke ruang perawatannya dengan wajah cerah. "Nona, Anda datang." Begitu melihat eksistensi gadis bermata hijau itu, aura semangat pun langsung menghampiri Ranzak.

"Bagaimana kabarmu? Apa kau merasa lebih baik?" tanya Zhura berdiri di sisi ranjang. Gadis itu memperhatikan sekujur tubuh pemuda di depannya yang terkulai tak berdaya. Padahal biasanya Ranzak adalah prajurit yang tegap dan bergas, sosok tangguh yang pastinya penuh tenaga. Karena menyelamatkan Zhura, kini pemuda itu menjadi lemah. Setelah melewati berbagai pertimbangan, akhirnya ia memutuskan untuk datang menjenguknya.

"Saya baik-baik saja. Bagaimana dengan Anda? Apakah Nona Lailla terluka?"

"Jangan terlalu formal, kita ini teman, 'kan? Panggil saja aku Lailla, dan aku baik-baik saja. Itu semua berkat kau yang menyelamatkanku. Sungguh, aku tidak tahu bagaimana caranya membalas budi padamu, Ranzak," timpal Zhura.

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang