145. Kendarai Langit

1 0 0
                                    

Info : Novel ini sudah tersedia versi komik di webtoon.

.
.

Zhura berhasil kabur dari Ranzak. Kini bulan telah memerah, sedikit demi sedikit menjadi purnama yang melegenda. Suasana menjadi semakin tak terkendali. Suara lengkingan menyeruak dari paruh foniks perak di atas. Azhara sudah berhasil mencungkil satu sisik hitam dari tubuh Sacia. Kini ia terbang di atas ketinggian, urung untuk hinggap. Para gadis suci pun mulai menampilkan raut cerah saat satu sisik di bagian belakang berhasil mereka hancurkan.

Angin berderu lincah, malam kini disebut larut. Cahaya api dari obor meredup. Aroma kering dan panas tiba-tiba datang di antara kepingan salju. Hidung Zhura merasa sakit menciumnya. Ada sekelebat bayangan buruk terlintas, instingnya berkata bahwa yang terburuk akan datang. Dengan cepat ia berusaha mengambil langkah saat kakinya tidak lagi bersedia bekerja sama.

Di tempatnya Valea dan gadis-gadis lain sedang menuju ke sisik terakhir. Tinggal satu sisik yang harus disingkirkan. Seharusnya semuanya akan segera berakhir, tapi sesuatu terjadi. Naga seukuran bukit itu meraung-raung dengan kedua sayap yang mengembang. Urat kekar menyeruak dari lipatan sayapnya yang membentang menutupi horizon.

Para gadis berjatuhan. Sisanya terbang entah ke mana menghindari kepakan sayap Sacia. Butuh beberapa detik hingga tubuh naganya meninggalkan tanah, terbang di atas dataran. Para prajurit yang tersisa dan gadis-gadis lain melongo dengan pandangan lebar. Naga itu menyala seperti gunung yang dilahap kobaran merah. Mulut lebarnya yang sejak tadi menggeram kini mengeluarkan asap pekat menyeruak memenuhi dataran.

Obor-obor padam, suara adu pedang hilang, kesenyapan menyapa. Bersama angin badai, asap itu sukses menelan semuanya. Zhura mengibaskan tangan, mengusir asap dari pandangan. Pada saat itu tersingkir, Zhura bisa melihat tubuh-tubuh tergeletak di tanah. Gadis-gadis, para prajurit, dan bahkan orang-orang Shar, mereka semua terbaring tak bergerak seperti tidur.

"Hei, Ilyza! Bangunlah!" Zhura mengguncang tubuh Ilyza yang baru saja terjatuh dari papan saljunya. Gadis elf itu tidak sadarkan diri, benar-benar lelap. Sama seperti Ilyza, seluruh dataran pun tertidur. Inara, Valea, Arlia, semua orang tidak bergerak dalam pembaringan. Saat itu juga suara dambin terdengar. Foniks perak Azhara kehilangan kekuatannya dan jatuh menghantam salju. Zhura mendekati makhluk itu yang kini berubah menjadi sosok pemuda bermata biru.

"Azhara?!" Zhura berusaha membersihkan salju yang menutupi wajah pemuda itu. Dia bukanlah orang yang mudah tumbang, terlebih lagi wujudnya saat bertarung tadi masihlah foniks. Karena ia tergeletak seperti ini, pasti keadaan orang-orang lain mungkin lebih buruk lagi.

"Dia bukan naga biasa. Orang-orang sedang sekarat." Azhara menyodorkan besi kecil pada Zhura. Zhura menyadari suatu hal. Besi kecil yang mempunyai noda darah di ujungnya itu sama seperti yang pernah Sacia tusukkan padanya. Sepertinya Azhara mencabutnya dengan paksa sebelum benar-benar terpengaruh.

Zhura mengedarkan pandangan ke seluruh dataran. Jiwa-jiwa mereka pergi meninggalkan raga yang terlelap. "Jadi semua orang sedang terpengaruh besi itu? Mereka semua akan terjebak dalam dunia Sacia?"

"Entah bagaimana itu tidak mempan padaku. Saat itu, aku tidak bisa masuk melewati pintunya," jelas Azhara duduk sembari mengusap belakang lehernya.

Zhura ingat pintu itu. Mungkinkah hanya ia dan Azhara yang tidak dapat masuk atau semua orang juga tertahan di sana "Aku tidak bisa membiarkan Sacia membawa mereka. Teman-temanku, mereka semua harus kembali!" Ia memaksakan dirinya berdiri, mengabaikan rasa nyeri yang luar biasa menyerangnya.

"Berhenti! Apa yang akan kau lakukan?!" tahan Azhara memegang tangannya.

"Teman-temanku sedang dalam bahaya. Lihat, naga itu masih di sana! Aku tidak bisa diam saja!" tukas Zhura.

"Jangan bertindak ceroboh! Berani itu bukan berarti harus menantang masalah!"

Zhura menatap batu biru yang redup di telan kegelapan pada leher pemuda itu. "Tidak ada orang lain yang terjaga selain kita! Aku juga harus menyelesaikan ini secepatnya atau roh itu akan mengambilmu juga! Aku baru menyadari satu hal, kemarahan Sacia mungkin saja adalah salahku. Jadi, kumohon, biarkan aku pergi!"

Zhura berbalik, ia berjalan ke arah senjata-senjata tajam tidak bertuan. Ia pungut satu yang masih dalam keadaan baik. Saat ia sibuk mempersiapkan diri, kilatan terjadi hingga siluet tubuhnya terpantul di salju. Zhura berbalik, terperangah. Azhara berubah kembali menjadi foniks. Suara lengkingannya terdengar tidak teratur tapi tenang. Kakinya yang menjulang beberapa meter menekuk sebelum punggungnya merebah di tanah.

Pemuda itu ingin membantunya.

Zhura lantas meraih bulu-bulu sayapnya yang licin akibat salju, lalu dengan mantap duduk di atas makhluk menyala tersebut. Secara perlahan, sayapnya mulai terbuka membersamai angin untuk lepas landas. Dalam pengendaraan yang dingin, mereka berdua menantang rasa takut melaju menembus udara.

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang