115. Menyingkap Kabut

1 0 0
                                    

Info: Novel ini sudah tersedia versi komik di webtoon.

.
.

"Kau baik-baik saja?" Azhara bertanya pada Zhura yang dijawab anggukan oleh gadis itu. Aroma Rosmarin yang sebelumnya tercium adalah milik Ranzak. Dengan kata lain, pemuda itu adalah seorang Shar.

"Ada bekas di lantai!" seru Valea.

Azhara berjalan tertatih, menyentuhkan ujung jarinya pada bekas kehitaman pada lantai tempat Tuan Minra berdiri sebelumnya. Tak berselang lama, pemuda itu tersentak.

Menyadari apa yang dipikirkan tuannya, Ramia pun berseru, "Kumpulkan semua elf penglihat! Kita cari tahu di mana keberadaan Tuan Minra sekarang!"

Semua orang kini berkumpul di ruangan pertemuan kerajaan seluas puluhan meter. Waktu sudah larut, setengah waktu malam sudah berlalu. Para gadis kembali memakai seragam biru mereka. Seharusnya sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk mengadakan pertemuan. Meskipun begitu, kata pertemuan kali ini berada di dalam tanda petik. Mereka berada dalam kondisi khusus, di mana pertemuan tetap dilakukan bahkan pada tengah malam.

Arlia diamankan oleh petugas, sepertinya ia akan memiliki malam yang suntuk. Di sekitar Zhura, lima belas pasang mata gadis terus saja menatap ke arahnya yang kini duduk di depan. Bukan karena sorot dari mata mereka, tapi apa yang mereka pikirkan tentangnya adalah satu faktor yang membuatnya gugup. Kini, beberapa elf penglihat duduk melingkar. Mata mereka terpejam dengan tangan yang saling bertautan.

Zhura melihat dari genggaman mereka, cahaya kuning berpijar memberikan kesan hangat pada ruangan luas serba putih ini. Inara termasuk di dalamnya. Zhura mendengar bahwa Inara sempat menyusup ke paviliun perawatan raja dan mengalami banyak tekanan dan bahkan serangan musuh. Meskipun sebagian lukanya sudah membaik, tapi tetap saja Zhura merasa tidak enak melihat wajah Inara yang masih pucat.

Valea duduk di sisi kiri Zhura. Dia juga terlihat lebih baik, meskipun sebelah matanya masih sedikit bengkak. Dia bilang dirinya sempat dikurung dan juga hampir dijadikan makanan Dart. Beruntung Asyaralia menyelamatkannya. Sungguh, Zhura tidak pernah menyangka teman-temannya rela menanggung risiko dengan membantunya memecah misteri peracunan teratai bulan. Padahal mereka bisa saja kabur dan meninggalkannya.

Beberapa menit berlalu dalam kesenyapan hingga dua puluh elf penglihat itu serentak membuka matanya dengan sorot tak terbaca. "Apa yang kalian lihat?" tanya seorang tetua yang berdiri di samping anggota kerajaan. Inara dan sembilan belas elf lainnya, duduk membentuk sebuah barisan. Salah satu dari mereka berdiri, menunduk hormat pada anggota kerajaan, untuk kemudian membuka suara.

"Dari hasil penglihatan yang kami gabungkan, dapat kami simpulkan keberadaan Tuan Minra berada di Desa Ular," kata penglihat bernama Venir. Pemuda berambut hitam dengan warna mata cokelat keemasan. Rambutnya yang panjang diikat tinggi ekor kuda, hingga ombre pirang di belakang telinga lancipnya terlihat dengan jelas.

"Kalau begitu kita tinggal kirim pasukan untuk menjemputnya saja," tukas Aryana. Asyaralia tampak mengangguk-angguk, membenarkan perkataan saudaranya.

"Mohon maaf, Yang Mulia. Tapi dia tidak terlihat berdiam diri di sana," timpal Venir menggelengkan kepalanya.

"Dia bersama banyak orang menuju ke wilayah lain," tukas elf penglihat itu kemudian tampak berpikir, "dari jumlah dan pakaiannya, mereka tampak seperti pasukan perang."

"Pasukan?!" Asyaralia terperangah.

Azhara berujar, "Shar?"

Ramia membenarkan, "Dia pas berencana menggerakkan mereka."

Seorang tetua yang duduk di dekat Azhara terlihat mengangkat tangannya, "Apa mereka bergerak ke sini?"

"Tidak, mereka bergerak ke arah koordinat di mana Dataran Hidee itu tertera di peta. Jumlah mereka sangat banyak dengan persenjataan yang lengkap." Venir mengungkap.

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang