Info : Novel ini sudah tersedia versi komik di webtoon.
.
.Zhura tak ingin bertatap muka dengan Azhara, jadi ia mengalihkan pandangannya. "Hanya karena beberapa hal, kalian semua menuduh kami sebagai pembunuh raja?"
"Dengan data dan informasi yang bocor kepada kalian adalah satu bukti lain. Jika kalian tidak memiliki suatu niat tersembunyi, kalian tidak akan mengorek sedemikian rahasia yang disembunyikan istana!" Ruvas membahas mengenai informasi perekrutan prajurit baru dan identitasa anggotanya yang pernah didapat Tabib Ma dari ruangan Pak Dima.
Azhara menatap gadis di sisinya, ia yakin bahwa Zhura mendapatkan informasi itu untuk alasan yang baik.
Ruvas berdehem. "Dan lagi, barang-barang sebelumnya yang sudah kau akui sebagai milikmu, juga pernyataan gadis-gadis suci yang mengatakan kau bertindak mencurigakan menjadi poin penting. Kau mungkin bisa berdalih dengan cerita asal-usul karanganmu, tapi barang-barang bukti ini mengatakan kalian mempunyai persekutuan!"
"Kami memang berkerja sama! Tapi persekutuan kami bertujuan untuk mengungkapkan siapa pemberontak sebenarnya. Dan lagi aku tidak mengarang cerita asal-usulku. Semua yang aku katakan sebelumnya adalah kebenaran."
"Zhura benar, apa yang terjadi di antara saya dan raja kemarin, hanya sebatas pembicaraan mengenai pelaku peracunan teratai bulan. Saya memperingatkan dia untuk waspada karena musuh mungkin lebih dekat daripada yang terlihat. Kemarin, saya juga berpapasan dengan Nona Arlia di depan ruangan raja. Dia mungkin mempunyai urusan di sana. Nona, katakan, apa kau melihat sesuatu yang mencurigakan?"
Paman Ruvaz beralih pada Arlia. "Nona Arlia, benarkah Anda menyaksikan dia keluar dari ruangan Yang Mulia Raja Amarhaz?" tanya pria tua itu membungkukkan tubuhnya hormat.
"Ah! A-aku ... aku memang melihat Tabib Ma keluar dari sana," jawab Arlia gelagapan. Kehadiran Azhara membuat nyalinya ciut.
"Lalu, apakah kau melihat sesuatu yang mencurigakan? Seperti gelagat atau aroma tubuh seseorang mungkin?" timpal Zhura.
Arlia menjatuhkan sorotan kesalnya pada Zhura karena membuatnya terlibat dalam interogasi. "Aku hanya lewat, aku tidak memasuki ruangan Yang Mulia! Tentu saja aku tidak melihat sesuatu yang aneh, semuanya baik-baik saja. Meskipun begitu, kita tidak tahu kan apa yang tabib itu lakukan setelahnya. Mungkin saja dia kembali lagi ke ruang raja."
Zhura sudah bersyukur karena Arlia mau menjawab pertanyaan dengan jujur, tapi mendengar kalimat kelanjutan gadis elf itu seketika kembali membuat hatinya memanas. Di sisinya Tabib Ma mengerahkan kesabarannya untuk tetap bertahan dalam tekanan. "Saya tidak kembali lagi ke sana. Setelah berpapasan dengan Anda di lorong, saya langsung pulang."
Arlia menggelengkan kepalanya, "Kalau begitu, aku sungguh tidak tahu apapun."
"Kalau begitu, kita akan membahas barang buktinya." Detik berikutnya, Ruvas membuka sebuah gulungan di tangannya. "Ini adalah hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Tabib Zuan, asisten kesehatan pribadi Yang Mulia Raja Amarhaz."
"Kita semua dikejutkan dengan berita kematian Yang Mulia Raja Amarhaz. Pada tubuh Yang Mulia ditemukan luka tusukan di dekat ulu hati, retakan di tulang rahang, juga kuku jari manis yang patah. Dari keabnormalan tanda-tanda dan ciri fisik tubuhnya itu, secara resmi kerajaan menyatakan bahwa Raja Amarhaz adalah korban pembunuhan."
"Apa ada orang lain yang mengawasi pemeriksaan?" Zhura menimpali.
"Kenapa? Kau ingin beralasan apa lagi?" Paman Ruvaz balik bertanya sembari menggulung kembali lembarannya, "Tabib Zuan melakukan pemeriksaan seorang diri, sesuai peraturan yang berlaku di sini. Dia memberikan hasilnya, dan disahkan langsung dengan label kerajaan milik Tuan Minra. Jadi, surat ini legal dikeluarkan oleh pihak kerajaan, kau tidak perlu meragukannya."
Matahari sudah tenggelam. Kandelir-kandelir istana pun sudah dinyalakan, tapi belum ada tanda-tanda interogasi ini akan berakhir. Tabib Ma mengembuskan napas lelah, "Bagaimana bisa kalian menyimpulkan bahwa aku adalah orang terakhir yang menemui raja?"
"Ruang pribadi Yang Mulia Raja Amarhaz selalu terkunci dari dalam. Tidak ada yang bisa masuk kecuali dia sendiri yang membukakannya. Kau adalah orang terakhir yang menemui beliau, itu berarti kau masuk ke ruang itu juga dengan seizinnya."
Zhura terkesiap, mendengar penuturan Paman Ruvaz, "Apakah kalian melakukan pemeriksaan tempat kejadian? Apakah kunci di pintunya rusak? Kalian yakin tidak ada orang lain setelah aku yang masuk ke sana?"
"Tentu saja kami melakukannya! Kuncinya masih utuh, tidak rusak sama sekali!"
Tabib Ma teringat suatu hal, lalu menimpali, "Apakah Yang Mulia Raja Amarhaz suka dengan aroma-aroma tertentu?"
"Beliau menyukai kayu manis." Seorang pelayan menyahut pelan, semua atensi lekas teralih padanya.
Azhara membuat pernyataan persetujuan, Ayahku memahg menyukai aroma kayu manis. Biasanya dia akan meletakkan tumbukan itu yang dicampur dengan madu, lalu diletakkan di mangkuk."
"Tapi saya mencium aroma Rosmarin di ruangannya."
"Rosmarin?" Zhura dan Ruvas membeo.
"Apa kau mencoba membuat alasan?" tanya si elf penginterogasi. Tabib Ma menggeleng.
Pemuda perak menajamkan penciumannya, ada sesuatu yang tercium sangat jelas berasal dari sekitarnya. "Aroma Rosmarin itu masih ada sekarang."
"Jadi maksud Anda pelakunya masih ada di sini?" Ruvas menyahut.
Zhura menghadap Ruvas, "Kau bilang bahwa kunci ruangan raja masih utuh, tidak ada tanda-tanda orang masuk ke sana lagi setelah Tabib Ma. Aroma ruangan yang ia cium adalah rosmarin, bukan kayu manis. Itu berarti pembunuhnya mungkin sudah datang lebih dulu, aroma rosmarin itu milik si pelaku! Dia tinggal di ruangan raja saat Tabib Ma di sana, dan mengintai mereka berdua sejak awal!"
"Bagaimana bisa kau yakin aroma rosmarin itu milik pelakunya?" Seorang gadis suci menimpali dengan gusar.
"Itu karena tidak ada orang lain yang masuk ke sana setelah Tabib Ma. Aroma itu juga bukan miliknya atau pun raja." Zhura menatap barang-barang di atas meja kecil. "Apa kau mempunyai bukti lain yang kau temukan dari pemeriksaan di tempat kejadian selain benda-benda itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cursed Journey Of Zhura
FantasyFANTASI ROMANSA Zhura tidak pernah menyangka jika rumah misterius yang ia masuki justru membawanya ke dunia asing yang berpenghuni makhluk aneh. Dirinya dijadikan gadis yang akan dikorbankan dalam ritual maut, lalu ia tergabung dalam kelompok gadis...