139. Asa

0 0 0
                                    

Info : Novel ini sudah tersedia versi komik di webtoon.

.
.

Roseleaf, dataran di sebelah tenggara Firmest yang terkenal dengan lembah warna-warni. Daerah sejuk, tapi hangat. Tempat di mana Valea lahir dan tumbuh sebagai seorang putri dari penempa besi. Menjadi satu-satunya anak di keluarga membuatnya menjadi pribadi yang bisa dikatakan pekerja keras. Istilahnya, apapun pekerjaannya, asalkan ia bisa, Valea akan lakukan.

Keluarga besarnya tidak bisa dibilang kaya, tapi ia juga tidak melakukan semua pekerjaannya karena terdesak keuangan. Katakan saja mereka berkecukupan. Ayahnya seorang manusia biasa, bisa dibilang ia seorang kakek-kakek sekarang. Dua dekade lagi umurnya akan menjadi satu abad. Meskipun begitu, dengan fisik yang ditempa sejak kecil, ayahnya masih terlihat gagah.

Lalu ibunya, adalah Shawarya. Elf berambut merah yang memutuskan keluar dari klan penyihir Dulcis dan memilih menikahi ayahnya. Kehidupan mereka sangatlah harmonis. Ibunya yang kelewat penyayang itu bahkan tidak cukup membesarkan satu orang anak. Dengan keadaan secukupnya, tiga puluh anak-anak terlantar dari berbagai ras ditampung keluarganya dengan layak.

Mereka tinggal di asrama dekat rumahnya. Selain mencukupi kebutuhan sehari-hari, ibunya juga memberikan pengetahuan-pengetahuan dasar pada anak-anak itu seperti membaca dan menulis. Keluarga Valea sudah menganggap anak-anak itu sebagai bagian dari hidupnya, begitu pun sebaliknya. Mereka adalah keluarga besar yang sempurna.

Setiap hari bersama, saat pagi saling bertegur sapa, saat malam mendoakan mimpi indah untuk semua orang. Namun, semuanya berubah saat sebuah pengumuman datang dari kerajaan sebelah. Setelah bertahun-tahun dirundung was-was, nama Valea akhirnya muncul sebagai daftar gadis pengorbanan.

Gadis-gadis sial yang akan dikorbankan dengan embel-embel keselamatan Firmest. Persetan dengan kutukan. Valea tidak akan berangkat sejauh ini jika kedua orang tuanya tidak diancam akan dibunuh karena menghalangi pengiriman. Ia bahkan pergi tanpa mengucapkan salam perpisahan yang layak karena takut tidak bisa menjanjikan sesuatu yang tidak bisa ia tepati.

Hingga di sinilah ia berada, sebuah tempat di mana semua yang ia lakukan adalah berjuang. Pakaian seberat puluhan kilogram dan besi tajam pun panjang seakan menyatu menjadi tangannya. Bahkan kedua temannya pun sekarang menghilang. Benar-benar panggung yang besar untuk unjuk taring. Sejujurnya ia sudah muak. Bolehkah Valea tahu kapan kisah ini akan berakhir?

"Jangan lengang! Semuanya bersiap seperti strategi kita!" seru Dragoslava, seorang pria elf yang berdiri memimpin di depan. Dari lima jenderal yang ikut ke medan tempur, hanya dia yang tidak jatuh ke longsoran. Suatu hal yang patut disyukuri adalah kemampuannya membuat strategi hanya dengan memperkirakan rupa musuh.

"Anda yakin strategi ini akan berhasil?" tanya Vilois sudah bersiap dengan anak panahnya.

Dragoslava tertawa, "Tentu saja! Pada saat-saat tertentu, situasi rumit justru menciptakan ide-ide kreatif."

"Tapi kenapa minyak? Bukankah itu adalah pasokan untuk membuat obor? Hari mulai gelap, suhu akan turun jauh lebih dingin. Kalau kita kehabisan bahan bakar, bisa berbahaya," timpal Vilois.

"Justru karena itu! Ibarat sekali dayung, satu dua pulau terlampaui. Kita akan buat penghangat sekaligus kalahkan musuh. Lagipula, aku suka minyak," pungkas jenderal bermata amber itu.

Oh, tentu saja. Siapa pun tidak akan terkejut dengan pernyataan jenderal itu setelah melihat tangannya yang penuh luka bakar. Valea berdecak, tak habis pikir dengan rencana pria di depannya itu. Beberapa menit lalu pasukan masih semrawut, hingga Dragoslava memutuskan memposisikan dirinya. Dia mengatur, memberi instruksi dan mengatur rencana dengan tanggap.

"Sekarang terbangkan burungnya!" Ratusan burung salju terbang ke arah musuh dengan membawa minyak. Minyak-minyak itu diletakkan disebuah wadah yang diikatkan di kaki burung ciptaan para elf pengrajin. Dengan sedikit bantuan Valea, burung-burung yang tadinya hanya benda mati itu kini bisa bergerak.

"Kita beruntung memilikimu. Sangat jarang seorang manusia menguasai mantra seperti itu. Bahkan ada elf yang tidak menguasai sihir sama sekali. Kau benar-benar hebat, Nak!" ujar Dragoslava menepuk-nepuk bahu Valea.

"Tidak juga." Gadis merah itu mengumbar senyum seadanya seraya menjauh. Semua atensi kini tertuju pada burung-burung salju yang tengah memecah diri itu. Mereka menjatuhkan minyak tersebut pada gerombolan makhluk raksasa yang tengah menuju ke arah pasukan Valea. Trol, orge, dan sebagian besar monster aneh lain yang mendekat sontak kebingungan saat tubuhnya berlumuran minyak.

Salah satu orge marah, dia menggeram begitu keras hingga menggetarkan pijakan. Mungkin hanya Valea dan pasukan di belakangnya yang merasakan hawa semakin menegangkan, karena alih-alih waspada, Dragoslava justru tertawa. Dia pasti gila, pikir Valea. Buruknya getaran pada tanah terasa lagi, dan sekarang para monster itu tidak lagi sebatas berjalan.

"Mereka berlari mendekat!" seru seorang prajurit.

Dragoslava berdecak, memijat lehernya hingga menimbulkan bunyi gemertak. "Baiklah, saatnya buat penghangat udara. Sekarang mulai nyalakan panah kalian dengan api. Ayo kita sulut monster-monster mengerikan itu dalam sekali serangan!"

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang