130. Derap

0 0 0
                                    

Info : Novel ini sudah tersedia versi komik di webtoon.

.
.

"Jejak kaki dan bekas cakaran pada tanahnya hanya berakhir di sini, kurasa dia mungkin di bawa oleh sesuatu."

Mendengar penuturan Pangeran Aryana yang berkata bahwa Zhura mungkin sudah diculik, membuat perasaan bersalah juga turut mendekam pada diri Valea. Gadis itu menjatuhkan kepalan tangannya pada pohon di samping. Dia berusaha mengalihkan pandangan dari jejak kaki itu, tapi gusar tidak juga mau pergi dari hatinya.

"Jika dilihat dari jejaknya, kurasa ini ada sejak semalam," ujar Ramia yang merendahkan tubuhnya.

"Kenapa baru pagi ini kita menyadarinya? Sebenarnya apa yang dilakukannya? Kenapa ia keluar tengah malam?" timpal Pangeran Asyaralia yang sudah kembali pulih kini berdiri di sisi Aryana.

"Ini semua salahku!" seru Valea lalu bersimpuh. Semua pasang mata sontak saja terarah padanya.

Inara lekas berlutut, menyamakan tingginya dengan Valea. "Apa yang terjadi?" tanyanya menyuarakan isi hati semua orang.

"Semalam Zhura menyelinap ke kamarku lewat jendela, ia mungkin mengkhawatirkanmu karena aku tidak keluar seharian. Tapi aku justru mengatakan hal buruk padanya. Kami bertengkar, lebih tepatnya aku yang memprovokasinya. Aku bahkan mencoba mencekiknya, tapi sungguh aku benar-benar tidak bermaksud melakukan itu. Dia pasti sakit hati dan memutuskan pergi, tapi sesuatu yang buruk pasti menimpanya!"

"Hei, tunggu, Valea! Kenapa kalian bertengkar?!" Inara menimpali pernyataan Valea dengan raut terkejut.

"Aku ketakutan! Saat itu diriku dilingkupi perasaan tidak aman dan juga khawatir pada Zhura."

"Kenapa?" tanya Asyaralia.

"Kalian tahu, orang yang mengalahkan Scabious itu adalah Zhura. Dia membunuh makhluk itu seorang diri dengan membabi buta. Aku mengatakan ini karena aku melihatnya sendiri. Dia berubah menjadi orang lain! Auranya saat itu sangat kuat! Ada cahaya aneh yang muncul dari tubuhnya, aku takut sesuatu yang jauh lebih buruk dari roh jahat bersemayam di dalam tubuhnya," jawab Valea.

"Kukira kau yang sudah mengalahkan makhluk itu karena hanya kau yang masih tersadar hingga aku bangun," sergah Asyaralia lagi.

"Tidak! Zhura yang melakukannya! Aku hanya berdiam diri di sudut ruangan sampai semuanya selesai. Scabious itu mati, sementara Zhura pingsan. Dari sana, aku berpikir ada sosok lain yang mengendalikan tubuh Zhura. Dan itu membuatku ketakutan. Aku takut Zhura akan mati!

"Hei, tenanglah. Tidak apa-apa! Kita akan melindunginya!" Inara memeluk Valea yang terisak.

Aryana menghela napas, "Entah bagaimana kami membayangkan apa yang kau ceritakan, tapi jika benar ada sosok lain di tubuh gadis itu, maka ia mungkin dalam bahaya. Daripada ketakutan, akan lebih baik jika menyelamatkannya dulu."

"Benar," sahut Valea setelah menenangkan dirinya.

Ramia yang melihat adegan itu merasa semakin khawatir dengan keadaan murid tuannya. Ramia mengepalkan tangannya, menahan rasa gusar. Sosok lain. Mungkinkah ini yang dimaksud Tuan Azhara? Gadis dengan aura yang sangat kuat itu ternyata menyimpan sosok lain dalam tubuhnya? Tapi siapa? Siapa yang mengendalikan tubuh Lailla waktu mengalahkan Scabious itu?

"Lihat, ada darah!"

Semua pandangan dengan cepat tertuju pada Arlia. Gadis itu mendongak sesaat, sebelum kemudian mengulurkan jari telunjuknya pada tanah. "Darah ini, mungkin ini milik Zhura?"

Valea bergegas mendekat, memeriksa noda darah itu, "Jika benar itu miliknya, maka dia pasti terluka parah." Diliriknya mata semua pemuda dan gadis-gadis lain dengan bulat-bulat.

Inara mengangguk, "Aku akan mencoba menemukannya!" katanya seraya memejamkan mata. Gadis elf itu kemudian memulai penerawangannya. Sekitar dua atau tiga menit setelahnya, Inara baru membuka matanya dengan raut lebih cerah. "Keberadaannya terasa dekat! Mungkin sekitar lima kilometer dari tempat kita. Jika kita bergegas, kita bisa menemukannya sebelum siang."

Asyaralia menepuk tangannya, "Bagus! Kalau begitu ayo kita berangkat!"

"Tunggu! Ada beberapa jam tersisa sebelum bulan purnama merah, akan lebih baik jika kita sampai di sana sebelum waktunya agar proses membuka portal lebih maksimal. Kalian pergilah lebih dulu, biar aku yang menyelamatkannya," ujar Aryana.

"Tidak, Anda harus tetap melanjutkan perjalanan. Semua pergerakan kami berpusat pada instruksi Anda, jika kami pergi lebih dulu maka perjalanan tidak akan berjalan baik. Lebih baik saya yang menjemput Lailla, kalian bisa melanjutkan perjalanannya," jawab Ramia mantap.

Pangeran Aryana tampak kebingungan.

Ramia menunduk, "Tolong, izinkan saya. Saya tidak bisa melanjutkan apapun sebelum memastikannya baik-baik saja."

"Saya ikut! Saya akan pergi bersama Ramia!" Inara bangkit turut mengajukan diri.

"Tapi, bukankah perjalanan tidak bisa berlanjut jika Inara tidak ada. Hanya kau yang bisa mengetahui dengan pasti arah dan keberadaan musuh," Asyaralia berujar.

Arlia hendak membuka suara untuk menawarkan diri, tapi suaranya tertelan oleh seruan si gadis merah.

"Aku akan pergi!" ujar Valea membersihkan telapak tangannya dari tanah. Gadis itu kemudian berjalan mendekat pada Ramia, "Aku akan pergi bersamanya, kalian bisa pergi melanjutkan perjalanan!"

Inara terlihat ragu, "Valea, tapi tanganmu belum terlalu pulih. Seharusnya kau beristirahat di rumah juru kemudi."

"Tidak, tanganku sudah sembuh. Meskipun sedikit sakit, tapi ini cukup kuat untuk memukul samsak. Tenanglah, kami akan baik-baik saja. Kami akan membawa Zhura kembali." Tidak ada yang membantah, sepertinya itu keputusan yang terbaik.

Inara mengangguk berat, "Kalau begitu, aku akan menggambarkan rute yang harus kalian lewati sesuai penglihatanku."

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang