137. Lamina

0 0 0
                                    

Info : Novel ini sudah tersedia versi komik di webtoon.

.
.

Sebuah tombak hitam melesat ke arah Aryana. Untuk kali ini, ia harus berterima kasih pada daya refleksnya yang masih tersisa. "Kau baik-baik saja?" tanyanya pada seorang prajurit muda yang tersungkur juga di sisinya. Prajurit itu memegangi kaki kanannya yang berdarah akibat gigitan beruang besar.

Dengan cakap, Aryana merobek kain pada bagian lengannya, untuk diikatkan pada kaki si prajurit muda. "Pergilah ke unit perawatan! Mundur seraya merunduk, pastikan musuh tidak menyadarimu!"

"Baik!" jawab prajurit muda itu melangkah dengan pincang.

Aryana menggulirkan pandangan. Darah telah mengubah medan pertempuran menjadi panas bak lautan mendidih. Sungguh, memuakkan. Keningnya lalu mengerucut saat menyadari tidak ada lagi gadis-gadis suci terdahulu yang menyerangnya. Gadis-gadis itu justru melewatinya begitu saja seperti dia adalah bayangan. Betapa terkejutnya ia saat mendapati gadis-gadis berzirah maju ke medan pertempuran.

Inara, Zhura, Valea, Arlia dan belasan gadis lain merangsak ke depan. Seperti kumpulan lebah yang menjaga sang ratu, gadis-gadis itu membentuk lingkaran, di mana seorang gadis berambut indigo berada di tengah.

"Apa yang mereka rencanakan?" pikir Aryana. Ia sadar target musuh adalah para gadis suci, karena itulah ia menempatkan mereka di belakang. Tapi mereka malah membentuk koloni dan masuk ke tempat musuh sebagai satu kesatuan.

"Ada besi kecil di belakang leher gadis-gadis suci terdahulu. Saya ulangi, ada besi kecil di belakang leher atas gadis-gadis suci terdahulu. Besi itu adalah alat kontrol lawan. Pesan ini hanya disampaikan pada seratus orang, karena itu tolong lanjutkan informasi ini pada orang di dekat Anda."

Aryana menoleh dengan raut keheranan. Ia mencari asal suara asing di kepalanya itu. Orang-orang di medan pertempuran pun menggumamkan kata-kata seragam. Mereka heran akan suara yang tiba-tiba memberikan perintah tersebut. Meskipun dilanda keraguan, mereka tetap melanjutkan informasi mengenai besi itu pada rekan-rekannya.

"Gadis-gadis suci terdahulu bergerak diluar kesadaran. Tidak ada waktu untuk menjelaskan keadaannya. Ingat, sampaikan informasi ini sebanyak mungkin pada orang lain."

Pada saat kalimat itu berakhir, Aryana menyadari bahwa suara barusan berasal gadis berambut indigo yang berada di tengah-tengah kelompok Inara. Jadi seperti itu? Ia terlampau serius dalam bertarung hingga mengabaikan hal-hal kecil. Sebaliknya, para gadis yang ia tempatkan di belakang, justru mengetahui hal itu dan masuk ke medan untuk menyampaikannya pada semua orang.

"Cabut besinya!" Seruan Jenderal Dima mengobarkan pasukan. Situasi yang kacau kini sedikit lebih terkendali karena kelemahan musuh ditemukan. Merunduk, Aryana menyelinap ke arah kerumunan. Dia menjagal seorang gadis suci terdahulu hingga tersungkur ke salju. Ditindihnya tubuh kurus itu bersamaan dengan jemarinya yang mencari eksistensi besi di leher tawanannya.

"Benar, ada besi," gumamnya menarik kuat besi itu.

"Aargh!" teriak sosok di bawahnya.

Aryana melonggarkan tindihannya untuk melihat reaksi gadis suci terdahulu yang menjadi tawanannya itu. Gadis berambut kecokelatan itu kini mengerjap, menatap kejut pada Aryana.

"K-kenapa aku di sini?!" cercahnya dengan wajah pucat, tapi matanya jauh lebih jernih.

"Kita ada di medan pertempuran. Tidak ada waktu untuk menjelaskan. Bangunlah!" Aryana membantu gadis itu berdiri. "Tubuhmu terlihat baik. Kalau kau bisa membantu, cabutlah besi yang ada di leher gadis-gadis berseragam biru sepertimu."

Gadis suci terdahulu yang baru saja tersadar itu tampak kebingungan. Meskipun begitu, ia menangkap perkataan Aryana dengan jelas.

"Baik!"

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang