113. Denting

4 0 0
                                    

Info : Novel ini sudah tersedia versi komik di webtoon.

.
.

Arlia lekas beranjak pada Zhura. Dengan pandangan yang nyalang penuh amarah, ia berujar, "Tarik ucapanmu! Kau tidak sadar sudah bicara pada siapa?! Aku tidak menyangka kau secerdik ini, Zhura! Kau baru saja menuduh ayahku sebagai seorang pembunuh raja!"

"Arlia, tahan kemarahanmu. Aku paham jika mereka semua mencurigaiku. Aku adalah orang yang dekat dengan Yang Mulia Raja Amarhaz, aku juga yang selalu berada di sisinya setiap waktu, jadi mereka mungkin berpikir aku orang yang paling banyak memiliki kesempatan untuk membunuhnya. Tapi tidak apa-apa, semuanya masih bisa diluruskan," ujar Tuan Minra turut menengahi.

Di tempatnya, Tabib Ma keheranan melihat Tusk. Bukankah pria itu harusnya ada bersama Ramia? Dari informasi yang ia dapatkan, dia harusnya pergi ke markas Shar. Kenapa sekarang ia justru berada di sisi Tuan Minra sementara Ramia entah ke mana.

"Maaf, saya tidak bermaksud membuat Anda tidak nyaman, tapi bolehkah saya menanyakan sesuatu? Apa penyebab kaki Anda terluka?" Zhura mengernyit, menatap sebelah kaki Tuan Minra yang pincang. Dengan tertatih pria elf itu berjalan menggunakan tongkat kayunya yang mengkilap, seolah-olah selalu dipernis setiap kali akan dipakai. Semerbak harum pun memasuki penciuman ketika jaraknya dan Zhura terpangkas.

"Satu bulan lalu saya terjatuh dari kuda, dan membuat persendianku patah. Aku sudah mencoba banyak metode penyembuhan. Ini sudah membaik, tapi sistem kerja kakiku membutuhkan waktu yang lebih lama untuk bisa kembali normal. Maklum saja, aku tidak lagi muda untuk bisa bergas seperti sedia kala," jawab pria tua itu lalu tertawa.

Arlia menyilangkan tangan di depan dada, "Ayah, gadis ini culas! Ia baru saja mengubah fakta. Sebelumnya ia adalah seorang tersangka di sini, tapi sekarang ia sudah berubah menjadi seorang licik yang berpura-pura menjadi penyidik."

Tabib Ma mengangguk menyimpulkan satu hal. Patah persendian, berarti itu luka internal. Harusnya hanya memiliki bekas luka ringan. Jika kejadiannya satu bulan lalu, besar kemungkinannya bekas lukanya sudah hilang.

Zhura menambahkan, "Lalu, apa yang Anda lakukan kemarin saat Raja Amarhaz ditemukan meninggal di ruangannya?"

"Sialan! Kau berusaha menginterogasi Ayahku?!" Arlia menyergah.

"Aku hanya ingin memperjelas keadaan seperti yang ia katakan tadi. Beberapa hal harus diluruskan, agar tidak menimbulkan kecurigaan. Benarkan Tuan Minra?"

Tuan Minra berdehem, "Aku pergi selama beberapa hari untuk menghadiri pertemuan di desa, dan baru kembali kemarin malam bersamaan dengan meninggalnya raja."

"Jadi, Anda kembali tadi malam, bersamaan dengan meninggalnya raja," ujar Azhara menangkap sebuah kejanggalan.

"Benar, Yang Mulia. Kemarin setelah kembali dari perjalanan, aku sedikit heran kenapa lampu ruang raja tidak menyala, jadi aku memeriksanya. Tapi yang kutemukan justru membuatku tidak menyangka. Aku tidak mengira dia akan pergi secepat ini. Seseorang yang membunuhnya harus dihukum berat." Tuan Minra mengusap dadanya, menampilkan raut kesedihan karena membicarakan kematian saudaranya.

Arlia menarik Zhura untuk menghadap ke arahnya, "Hei, kau bilang tadi pembunuh raja berasal dari anggota Organisasi Shar! Tapi sekarang kau justru menuduh ayahku!"

Zhura tahu kemarahan Arlia sangat serius, "Memang pembunuhnya adalah anggota Organisasi Shar. Tapi kita tidak tahu siapa saja yang bisa bergabung dalam organisasi itu, Arlia."

"Oh! Tidak cukup menuduh ayahku sebagai pembunuh, kau juga menuduhnya bergabung bersama organisasi penjahat?! Apa kau begitu membenciku hingga melakukan semua ini?! Kau dendam karena aku sering menindasmu, begitu?!"

"Memang aku marah padamu saat kau mengusikku, tapi ini berbeda."

Tuan Minra tertawa renyah lagi, menepuk bahu puterinya, "Tenanglah, Arlia. Kau tidak perlu marah seperti itu pada gadis ini. Dia hanya mengatakan apa yang ia pikirkan. Meskipun ia tidak akan menemukan bukti apapun mengenai tuduhannya, Ayah hanya berusaha memperjelas situasi."

Tiba-tiba suara gong istana dipukul puluhan kali, membuat atensi orang-orang teralih ke sumber suara. Beberapa saat suasana malam berubah menjadi sedikit riuh. Orang-orang di sekeliling balai mengedarkan pandangannya, menggumamkan kalimat-kalimat penasaran dengan suara gong barusan.

Di antara suara-suara orang yang menyatu, Zhura mendengar eksistensi seseorang. Langkahnya terdengar terseok-seok, seperti langkah kaki yang dipaksakan. Lagi-lagi ada tamu. Sekelebat aroma tubuh khas seseorang tertangkap penghiduannya. Pada saat yang sama, suara orang-orang memudar, semua pasang mata telak menatap objek yang sama.

Ramia datang, membelah keramaian.

Pemuda itu berjalan dengan begitu pelan di antara kerumunan. Jubah hitamnya robek di beberapa bagian. Tetes demi tetes cairan kemerahan terus saja membasahi lantai setiap kali pemuda itu melangkah. Jika saja matanya tidak terbuka, maka dia benar-benar terlihat seperti mayat berjalan. Seolah tak peduli dengan darahnya yang mengotori balai, tertatih pemuda elf itu membungkukkan dirinya di depan Azhara.

"Maaf, saya terlambat, Tuan."

Ramia kembali berdiri di samping Azhara. Tubuh tingginya yang biasanya tegap, kini  ringkih dengan pakaiannya yang terkoyak di sana-sini. Wajahnya yang bergaris tegas pun bahkan terlihat berbeda akibat banyak luka dan bilur.

"Susah payah aku berjuang bertahan hidup diri dari tempat itu hanya untuk mengungkapkan dalang dari semua ini!" serunya menunjuk Tuan Minra. "Dialah pengkhianatnya!"

Entah sudah berapa kali orang-orang di balai melebarkan mata mereka, terkejut mendengar munculnya satu per satu dugaan yang kian serius.

"Apa yang baru saja kau katakan, Ramia?!" Arlia berseru mendekat pada Ramia.

"Maaf, Nona. Saya mengatakan apa yang saya lihat dengan mata kepala saya sendiri. Ayahmu, Tuan Minra, adalah pelaku utama dalam peracunan teratai bulan dan juga pembunuhan pada raja," jawab Ramia menampilkan raut hormat sekaligus penyesalan dalam satu waktu pada gadis elf di depannya.

"Dari mana kau bisa membuktikan kebenaran ucapanmu, Nak?" Tuan Minra membuka suara tegas pada Ramia.

Ramia tersenyum miring, membuat wajahnya yang penuh dengan luka menjadi sedikit dilingkupi aura mengintimidasi. Diulurkannya sebuah perkamen yang ia dapatkan dari temannya. "Ini adalah bukti bahwa kau adalah Ketua Organisasi Shar. Dalang dari masalah teratai bulan dan juga pembunuhan raja. Gulungan ini adalah surat kepemindahtanganan pimpinan Organisasi Shar atas namamu."

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang