149. Darah Suci

1 0 0
                                    

Info : Novel ini sudah tersedia versi komik di webtoon.

.
.

Embusan angin yang terlalu tenang menjadikan semuanya jelas. Tubuh mungil terbalut seragam biru itu kini mendekat menghancurkan kewarasan Azhara. Pemuda itu menggeleng, mati-matian menyangkal gagasan yang mulai datang di kepala. Ia getir meraup secercah harapan pada keberadaan seseorang, berharap kalau sosok yang berdiri di depannya hanya kepalsuan.

Langkahnya berakhir lembam dengan salju yang menumpuk di ujung sepatu. Gadis bermata hijau menghabiskan ruang yang memisahkannya dengan Azhara. Zhura berdiri kuyu. Pias terpatri pada gadis itu, menandakan betapa kacau meresap di hatinya. "Sejak kapan kau menatapku dengan mata itu, Azhara? Ah, itu pasti karena kau sudah melihatnya, 'kan? Naga itu ... sekarang juga, kita berdua akan mengakhiri semua ini. Mimpi buruk akan selesai."

Tangan terhias gelang perak itu terulur pada Azhara, "Kau bisa membunuhku sekarang. Ambil darah ini, semuanya. Jadilah manusia bebas seperti yang kau inginkan."

"Jangan membuat lelucon," jawab Azhara menatap kuku-kuku jemari gadis di hadapannya yang mengelupas. Aroma lavender segar yang biasa tercium dari Zhura masih tersisa dan masuk ke penciumannya. Tapi gadis itu tidak terlihat seperti sosok bermata hijau ceria yang ia kenal. Jika sosok itu diibaratkan laut, maka kini yang Azhara lihat hanyalah kegersangan.

Mata biru pemuda itu berhenti pada pergelangan tangan gadis itu. Gelang yang ia pakaikan tidak mungkin berada pada dua orang secara bersamaan. Hanya ada satu jawaban dan itu membawanya pada fakta yang menamparnya telak. "Aku tidak punya waktu mengurusmu." Dia berbalik tapi suara lirih di belakang lebih dulu menahannya.

"Semua hal direnggut dariku. Jiwa Macia adalah jiwaku. Seperti yang sudah kau lihat tadi. Aku adalah naga biru, penawar kutukan, pemilik darah suci."

"Omong kosong!" Azhara menutup pendengarannya. Kaki-kakinya yang menggelugut dipaksakannya untuk menjauh. Ia tidak ingin lagi mendengar ucapan yang akan membuat hatinya terluka, bahwa naga biru itu adalah Zhura, gadis yang selama ini membersamainya.

"Azhara, jangan berlari dariku seperti aku adalah orang asing!Aku tidak bisa berlari seperti dulu. Aku lelah mengejarmu. Kumohon jangan tinggalkan aku lagi. Aku ketakutan, jangan membuatku semakin takut! Semua orang sekarat, mereka menunggu kita! Di sini, ada aku yang menjadi alasan kenapa kau tidak bisa hidup seperti orang lain. Aku penyebab kutukannya. Aku penyebab kematian orang-orang tak bersalah itu. Semuanya adalah tanggung jawabku! Karena itu sekarang juga cepat bunuh aku!" Zhura terisak, menurunkan pandangan kepada ke bawah kaki.

"Aku tidak akan melakukannya!" seru Azhara, sesak memenuhi dadanya. Segalanya terasa hancur. Ia tidak ingin mendengar apapun lagi selain perkataan gadis itu adalah lelucon belaka. Tapi menyadari napasnya berubah berat setelah mendengar perkataan Zhura, mengumpulkan satu demi satu pemikiran keruh. Kini ada sumbatan di pembuluh darah yang membuat Azhara ingin mati.

"Aku tidak ingin melakukannya. Pasti ada cara lain," ujar Azhara menatap kalung belati biru di leher gadis itu.

"Cara lain apa? Kau ingin membiarkan semua orang menjadi korban?" Tangan gadis itu mengambil pedang milik seorang prajurit yang tergeletak di dekatnya. Irisnya menggelap saat naik menatap bulan di atas. "Melempar tanah pada wajahmu, jatuh dari kuda hingga penjahat berhasil mengejar kita, mengutukmu keparat, dan selalu tertidur saat disuruh menyalin catatan. Aku hanya murid aneh yang suka menginjak-injak harga dirimu. Keberadaanku tidak pernah sepenting itu."

Zhura mengulurkan pedangnya, "Bulannya akan segera penuh. Kau tidak punya pilihan lain selain membunuhku."

Azhara menggeram, memegangi sisi kepalanya yang terasa ingin pecah. "Aku tidak bisa melakukannya! Berhentilah memintaku membunuhmu!"

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang