26. Yang Mematikan

104 41 2
                                    


Empat musim seakan hadir serempak di hadapannya. Segala jenis perasaan pun campur aduk mengisi relungnya ketika untuk pertama kalinya Zhura dan Azhara berdiri secara empat mata. Tinggi gadis itu sebenarnya hanya sampai di dada Azhara, tapi itu tidak menghentikan sengatan tajam sorotnya kepada Zhura. Lebih banyaknya perasan gelap yang datang membuat gadis itu lekas menunduk, pasrah menjatuhkan segala buncah kegelisahan ke tanah. Terdengar suara tergopoh-gopoh dari belakang, Ramia mendekat bersama anak-anak buahnya. Kernyitan hinggap lebih dalam pada dahi Zhura menyadari pakaian yang mereka kenakan mirip dengan para pencuri tadi.

"Anda baik-baik saja?" tanya Ramia melihat keadaan Azhara yang hanya dibalas anggukan oleh tuannya. "Wajah Anda kotor." Diambilnya sesuatu dari balik saku, itu sapu tangan. Ramia hendak membersihkan noda di wajah tuannya ketika tangan Azhara naik menghentikannya. Pangeran itu menyerahkan kotak emasnya pada Ramia, sebelum mengusap sendiri bercak tanah di wajahnya dengan raut datar. Zhura berjengit, ia beranjak mundur beberapa langkah lagi ke belakang.

"Apa yang sebenarnya kalian lakukan?" tanya gadis itu memberanikan diri bersuara.

Tidak ada jawaban, semua orang mengabaikannya kecuali Azhara yang tiba-tiba melangkahkan kaki mendekat. Dimulai dari luka di pelipis gadis itu, Azhara lanjut mengamati sekujur tubuh Zhura. Di tempatnya, Zhura sungguh ingin lari, tapi tubuh tinggi Azhara bak gunung yang mengurungnya. Dia menyadari gejala aneh akibat mata biru itu yang hanya berjarak sedekat kepalan tangan. Ketika Zhura pikir ini akan bertahan lebih lama, pemuda itu tiba-tiba menarik diri dari hadapannya. Perlahan tapi pasti jarak kembali tercipta di antara mereka.

Azhara berlalu kembali ke paviliun diikuti anak-anak buahnya. Dengan perginya Azhara, Zhura akhirnya bisa bernapas lega. Oksigen yang sebelumnya seperti menghilang, kini kembali dapat ia hirup. Mulai sekarang, jika ada sesuatu yang bisa membunuhnya itu bukan senjata atau pun makhluk buas. Ditatapnya punggung pemuda itu yang pergi menjauh, suatu ruang asing di kepala Zhura entah bagaimana tiba-tiba memutar segala tentangnya.

Gila, dia benar-benar racun.

***

"Apakah anda bermimpi lagi?"

Ramia meletakkan cangkir putih ke atas meja, tampak ada uap yang menyembul tanda bahwa minuman yang ada di dalamnya masih panas. Sejak beberapa tahun terakhir, Azhara selalu didatangi mimpi yang menyebabkan ia kesulitan tidur. Seperti biasanya, ketika putera mahkota itu terbangun, maka pemandangan hijau di halaman belakang menjadi pelariannya. Hawa dingin malam pun nyatanya tidak pernah menghentikannya untuk keluar bahkan hanya demi memastikan apakah langit masih sama seperti yang terakhir kali ia lihat.

Di tempatnya, Azhara berdiri kuyu. Dengan bibir yang rapat, matanya pun tidak berkedip. Seolah apa yang menjadi arah pandangnya begitu menarik, Azhara melekatkan pandangan pada bentangan danau hitam di depan. Ada banyak kunang-kunang terbang menerangi riak airnya, tapi tetap saja itu tidak cukup untuk menyinari hatinya. Angin yang datang bertiup ringan menerbangkan jubah putih yang pemuda itu kenakan. Ketika bayangan-bayangan sosok penghuni mimpinya datang, bibirnya yang terkatup akhirnya terbuka, "Seperti biasa."

Mencoba mengubah suasana, Ramia berdehem kecil. Dia berujar, "Mengenai ujian tadi, sebelumnya saya ragu dengan rencananya. Bagaimana pun gadis seperti dia biasanya hanya akan memeringati di awal, tapi menyerah dan kabur di akhir. Meskipun terlihat kebingungan, saya tidak menyangka dia akan memberi perlawanan seperti itu."

Terdengar gumaman Azhara.

Ramia melanjutkan, "Sikap gadis itu sedikit berantakan, tapi kemampuan bela dirinya lumayan. Ketika menerima perlawanannya, saya merasakan kekuatan spiritual yang sangat besar di dalam tubuhnya. Hebatnya Anda sudah menyadari itu sejak pertemuan gadis suci pertama dilakukan. Pantas saja saat itu Anda terlihat banyak berpikir, ternyata dia alasannya. Anda ingat saat ia menjadi pusat perhatian karena melawan Arlia, dia bahkan tidak ragu menyerang bangsawan demi harga dirinya. Sekarang saya mengerti, kenapa Anda menerimanya menjadi murid Anda."

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang