72. Yang Tersulut

102 23 6
                                    

Zhura dirundung kepanikan, kepalanya berdenyut dilanda pusing yang teramat. Ia kelimpungan mengendalikan kudanya saat ada warga yang kebetulan melintas dengan raut kebingungan. Untuk menghindari perhatian, gadis bermata hijau itu segera berpacu ke dalam tikungan. Dengan sebelah tangan yang setia mencengkram tali kendali, Zhura merogoh tas kecil di pinggangnya. Ia meraih satu benda bulat dari sana, lalu dilemparkannya pada pengejarnya di belakang.

Whussh!

Asap hitam menguar menutupi jalan. Orang-orang Shar itu pontang-panting, mereka mengibaskan tangannya menghalau asap dari jalur mereka. Zhura memanfaatkan kesempatan untuk melesat ke luar perdesaan dan lari dari jangkauan. Memang membuat heboh, tapi cara itu berhasil membuat orang-orang Shar kehilangan jejak atas keberadaannya.

Zhura tersenyum bangga, "Jangan harap bisa menangkapku dengan mudah!"

Gadis itu kembali mengikuti jalur petanya, kini ia berkuda di padang rumput luas. Waktu berjalan lambat, ia menikmati kesendiriannya bersama kewaspadaan terhadap musuh yang mungkin masih mengikutinya. Langit mulai memerah, matahari hampir menyelesaikan tugasnya untuk hari ini. Namun, Zhura malah tak yakin bisa sampai di tempat Sanguina tepat waktu. Targetnya adalah saat senja, tapi ia bahkan belum mencapai setengah jarak yang harus ditempuh.

Ini semua karena orang-orang Shar itu.

Tak masalah, selama ia terus bergerak maka kapan pun itu pasti akan sampai. Saat sore larut, Zhura memilih berhenti di dekat perbukitan. Ia membuka wadah bundar sebesar cangkir di tangannya. Tepat setelah itu, aroma obat yang khas lekas mengular ke sekitar. Ia mengusapkan salep itu pada luka di pergelangan kakinya yang tergores panah Shar. Setelah memastikan bahwa lukanya terawat dengan baik, Zhura memanjat pohon di dekat air terjun.

Ia membuka peta, mulai mengamati sekitar. Di sela-sela hembusan angin yang membawa gigil, Zhura mencari arah yang bisa mengantarkannya lebih cepat ke Desa Kabut. Ketika ia sibuk berfokus pada sekitarnya, suara lesatan benda tajam terdengar dari arah jam sepuluh.

Shut!

Zhura melonjak, anak panah tiba-tiba menancap di depan wajahnya. Ia menoleh, melihat orang-orang Shar datang bergerombol. Gadis itu menggelengkan kepalanya gelisah, ia kalut melompat turun dari pohon. Satu anak panah datang lagi, kali ini menancap di kaki kudanya. Tanpa ada waktu untuk menghiraukan itu, Zhura langsung berlari dengan kakinya sendiri.

"Sialan!"

Zhura tak gentar, tapi mereka sama teguhnya. Rasa sakit datang, ia memeriksa tangan kanannya yang berdarah. Jubah hitam dan bajunya pun terkoyak, menampilkan luka sayatan yang memanjang. Rimbunan pepohonan hutan tersibak, tergantikan oleh jembatan kayu panjang yang menghubungkan ke daerah yang lebih terbuka. Tanpa pikir panjang, ia bawa larinya melintas jembatan itu. Kayunya yang rapuh bergoyang, Zhura harus mengulurkan kedua tangan untuk berpegangan pada sisi jembatannya.

Baru setengah jalan dia melintasi jembatan itu, sekujur tubuhnya entah bagaimana terasa berat dan mati rasa. Dengan heran, ia lirik telapak tangannya yang terasa basah. Ada banyak lendir yang menyelubunginya. Zhura menyadari suatu hal, tanaman rambat di pegangan jembatan bukanlah tanaman biasa. Mereka adalah tanaman beracun yang sengaja diletakkan di sana, orang-orang Shar itu ternyata memang menggiringnya untuk melintasi jembatan ini.

Jadi, ia terperangkap.

Lari Zhura melambat, jumlah musuhnya yang puluhan membuat ia semakin terkejar. Melihat betapa terobsesinya mereka memburunya, itu pasti karena eksistensi gadis itu adalah ancaman. Dan tibalah saat di mana mereka harus melenyapkan ancamannya. Zhura bergidik melihat gerombolan Shar berada di hadapannya. Mereka melangkah tanpa menyentuh jembatan. Lekas saja Zhura mencoba berlari, tapi nihil. Seluruh tubuhnya tidak bisa digerakkan, bahkan bernapas merupakan hal yang menyakitkan.

"Mau apa kalian?!" serunya tertahan, tenggorokannya tersumbat rasa kebas.

"Berikan petanya pada kami," jawab sosok bertudung yang memimpin kelompoknya.

Orang yang melakukan tindakan peracunan bunga itu pasti memiliki niat jahat untuk menghancurkan kedamaian. Ini mungkin semacam kudeta. Sejujurnya, Zhura tidak ingin berurusan dengan politik atau apapun, tapi jika benar yang dimaksud Ibu Suri, bahwa bunga teratai bulan adalah tanda kejayaan Azhara, maka dia tak akan pernah menyerah untuk mendapatkan penawarnya.

"Jangan mimpi!" Gadis itu tertawa remeh, di matanya tersorot sinar merah senja yang menyala. "Kalian hanyalah budak oleh keserakahan, katakan pada tuanmu kalau aku tidak akan membiarkan dia menang! Untuk mendapatkan peta ini, langkahi dulu mayatku."

Orang-orang itu membuat posisi siap menyerang, saat pemimpin dari mereka maju mengarahkan ujung pedangnya di leher Zhura.

"Kalau begitu bersiaplah untuk kematianmu."

***

Azhara menggeram, ia menutup matanya seolah kegelapan masih tak cukup membatasi penglihatannya. Benar, tak peduli seberapa keras ia membawa dirinya ke sudut ruangan, ia masih bisa melihat gadis itu di dalam kepalanya. Keputusan ayahnya untuk mencabut semua indra Azhara justru menjadikan ia terperangkap lebih dalam pada perasaannya.

Jarum di dalam jantungnya membuat ia harus berdamai dengan rasa sakit setiap saat, tapi bukan berarti ia bisa menahannya selamanya. Reaksi dari gelang itu pun datang menginjak-injaknya. Dengan mengikat Zhura, tanpa sadar Azhara menarik sendiri satu beban lain yang harus ia tanggung. Kini karena keegoisannya, ia jadi terjebak di antara pilihan memastikan keamanan rakyat atau gadis itu. Hawa kegelisahannya bergejolak bak api di tungku, diam-diam menyulut apapun di dalamnya.

Sialnya, Azhara tidak bisa menahannya.

Pilihan itu ada di kedua pundaknya, jadi dirinya harus melindungi keduanya bahkan jika ia harus mati. Dipusatkan kekuatannya untuk memutuskan rantai di pergelangan kaki. Ia bisa saja kabur sejak awal, tapi ia tidak punya alasan untuk melakukannya. Kini setelah itu terlepas, Azhara meraih kebebasannya yang sebenarnya tetap semu. Sebuah sinar kebiruan tercipta di udara saat ia membuka portal, segera pemuda itu masuk ke dalamnya dan meninggalkan ruangan gelap itu semakin lengang.

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang