106. Hangus

2 0 0
                                    

Info : Novel ini sudah tersedia versi komik di webtoon.

.
.

Ditatapnya kepergian gadis itu, ada kehancuran yang tersimpan dalam dirinya. Tak peduli seberapa keras Azhara berusaha membuat Zhura membencinya, pada akhirnya gadis itu tetap kembali ke istana. Punggungnya terasa panas karena obor pasukan Shar yang datang. Mereka tak memberinya kesempatan apapun selain langsung menggencarkan serangan. Azhara menangkap anak panah yang melesat, lalu melemparkannya kembali ke arah datangnya.

Satu per satu anak panah lain melesat ke arahnya, tubuh Azhara terlihat kepayahan karena harus menahan roh jahat itu seraya terus bertarung. Matanya berubah menjadi biru lancip menyala, tanda bahwa ia menyerahkan seluruh dirinya pada kekuatan tersebut. Di kegelapan, cahaya putih kebiruan pun berpendar darinya. Saat itu juga, ia berubah menjadi monster yang orang-orang sebut sebagai roh jahat. Dan seperti biasa, ia dengan brutal menghancurkan apapun di sekelilingnya.

Tak adanya jarak aman di antara mereka tentu saja membuat Azhara atau orang-orang Shar terluka. Orang-orang Shar seperti sudah diperingatkan, mereka membuat barikade pertahanan dengan batu kelinci. Akibatnya roh jahat itu tidak bisa menyerang. Sepertinya ada sosok di antara mereka yang mengetahui kelemahan Azhara, padahal informasi mengenai kelemahan itu hanya diketahui oleh keluarganya. Batu kelinci adalah materi terdingin Firmest yang mengancam pemuda itu. Kini dengan batu kelinci, mereka menyerang balik Azhara yang sudah tak terkendali.

Dengan keteguhan, pasukan itu mati-matian melawannya. Sama seperti Azhara, mereka benar-benar bertarung sampai titik darah penghabisan. Di sisi lain, Badai membawa serta kehendak pemuda itu untuk berjuang, setidaknya kepergian jiwanya bersama sosok itu meluruhkan segala harapannya. Memanfaatkan ketidakberdayaannya, orang-orang Shar melempar jangkar dengan pelontar. Dijeratkan jangkar besar itu di salah satu sayap Azhara. Mereka menghentikan pergerakan raksasa perak dengan sekali tarikan.

Azhara terjatuh. Debum keras terdengar kala tubuh burung raksasa itu akhirnya dikalahkan. Roh jahatnya meraung-raung tersiksa akibat batu kelinci yang ditancapkan dengan tombak di sekujur tubuhnya. Dia selesai. Kekuatan dan harapannya raib. Foniks itu memejamkan matanya, menyerah. Suara sorakan senang orang-orang Shar terasa seperti melodi pengantar tidur.

Namun, sesuatu terjadi. Suara lesatan terdengar, suar putih ditembakkan dari kota. Foniks Azhara yang terkulai tiba-tiba berubah menjadi tubuh manusia kembali. Dia menatap sekitarnya, detik itu juga ia sadar penglihatannya sudah kembali. Keadaan yang sama terjadi pada Indranya yang lain, kini seluruh kekuatannya yang pernah ditarik seketika kembali. Ia terbebas dari hukuman yang diberikan ayahnya.

"Bagaimana bisa?" gumam Azhara sebelum kemudian menyadari sesuatu. Sebelumnya semua kekuatannya ditarik, itu adalah hukuman karena ia ketahuan mengeluarkan jarum dari jantung Zhura. Ayahnya yang marah, memberinya kekangan dengan harapan Azhara tidak lagi melakukan tindakan serupa, apalagi mengedapankan perasaannya pada seorang gadis. Sekarang, tiba-tiba kekangan itu hilang. Tercabutnya hukuman itu adalah indikasi bahwa sang pemberi hukuman sudah melepaskannya,

atau sudah mati.

Diulurkannya lengan ke udara, dengan kekuatannya yang baru saja kembali, ia pun meraih segenap kemampuan spiritualnya. Dari arah suar itu, aura keberadaan ayahnya menghilang. Azhara pias saat tak ada tanda-tanda kehidupannya, yang berarti apa yang ia takutkan adalah kenyataan. Ayahnya sudah mati, kemungkinan terbunuh. Pasukan Shar yang menyadari Azhara terbebas dari jeratan mereka, segera menggencarkan serangan. Roh jahat di tubuhnya sudah terkendali dengan baik, tapi kemarahan yang luar biasa membuat Azhara tak kuasa menahannya emosinya.

Kali ini ia tidak akan lagi menggunakan batasan.

Anak panah melesat dan menancap di perutnya, tapi pemuda itu tak terlihat kesakitan. Ia mencabutnya dengan ringan seakan itu sehelai rambut. Geraman menyertai api birunya yang berkobar dari ujung tangan. Dinyalakannya ujung anak panah tersebut, untuk kemudian dilemparkannya pada orang-orang Shar. Api birunya jatuh membentuk lingkaran besar mengelilingi orang-orang Shar. Mereka yang terjebak di dalamnya berusaha memadamkannya. Senjata-senjata besi mereka luruh, suhu yang panas tersebut membuat mereka hampir terbunuh.

Tapi dia belum selesai.

Azhara melayang jauh meninggalkan tanah. Ia meraih petir di balik awan, lalu membawanya untuk membelah gunung. Dari balik kawah raksasa itu, lava merah mengalir. Azhara mengatur aliran lava itu dan membawanya pada orang-orang Shar. Kepungan api birunya yang mengurung ribuan orang itu membuat mereka tak bisa melarikan diri. Sebagian di antara mereka mencoba melompat dari api birunya dan berakhir terbakar. Sementara sisanya, tak dapat berkutik saat aliran lava menghanguskan mereka secara perlahan.

Jeritan kesakitan dan minta tolong terdengar seperti simfoni di telinga Azhara. Wajahnya menatap kosong kematian orang-orang itu, sudut bibirnya turun saat rasa haus akan pembalasan dendamnya belum pudar. Bau gosong dan darah membaur di udara, ribuan tubuh itu hancur lebur bersama lava yang membara. Azhara mengeringkan aliran lava, lalu kembali menutup celah di gunung. Kakinya menapak kembali ke tanah, dengan lambat ia berjalan di antara asap panas.

Sebuah kepala terjebak di permukaan lava yang mengeras, mengenaskan. Ada lambang bunga peony di kening kepala itu. Azhara yang terlihat kelelahan setelah mengeluarkan kekuatannya kini melangkah terseok kembali ke istana. Meskipun begitu, wajahnya keras dan penuh amarah. Kematian ayahnya adalah tanda bahwa mulai sekarang dia tidak akan lagi segan melenyapkan siapapun yang menghalanginya, bahkan sekali pun pengkhianat itu adalah keluarganya.

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang