98. Selidik

2 0 0
                                    

Info : Novel ini sudah tersedia versi komik di webtoon.

.
.

Inara mengerjap, langit-langit kamar tempatnya bernaung entah bagaimana sangat asing. Menyanggupi rasa hausnya akan jawaban, ia pun menggulirkan pandangan lebih lanjut dan terkesiap saat menemukan Aryana tengah sibuk mengupas apel. Sepertinya ada banyak hal yang ia pikirkan hingga pemuda itu tidak menyadari kalau gadis di hadapannya sudah sadar.

Inara memperbaiki posisinya menjadi duduk, lalu berdehem.

Aryana yang mendengar itu pun mendongak. Ia tanpa sadar mengulas senyuman lega, "Kau sudah sadar? Bagaimana perasaanmu?"

"Saya sedikit pusing." Inara yang masih lemas teringat kejadian demi kejadian kemarin. Memori itu lekas saja membuatnya teringat akan mantra peledak yang dipasang orang-orang Shar. Ia meraba punggungnya dengan sebelah lengan. Ada sedikit rasa sakit yang terasa, tapi tidak sekuat sebelumnya. Rasanya lebih ringan seakan tidak ada lagi segel apapun di sana.

"Jika kau penasaran soal peledak itu, aku sudah mengeluarkannya. Kau bisa tenang." Aryana menyodorkan apel yang telah ia kupas di piring.

Inara menelan ludahnya, "Anda mengeluarkannya sendiri?"

Menyadari ke mana pembahasan Inara menjurus, Aryana sontak saja gugup. "Ah, jangan khawatir! Aku menutup mataku. Aku tidak melihat apapun, sungguh!" tuturnya seraya menyatukan kedua tangan seolah meminta ampun.

Inara mengangguk. Ia mengintip bagian atas tubuhnya yang dipenuhi perban dari balik kerah baju. Setidaknya ia bisa selamat dari maut berkat Aryana. "Terima kasih banyak. Entah apa yang bisa saya berikan sebagai balas budi."

"Tidak perlu dipikirkan, ini semua salahku juga. Harusnya aku tidak mengajakmu keluar. Entah bagaimana kau terluka, tapi itu adalah tanggung jawabku. Jadi, sudah kewajibanku menolongmu."

Inara menatap sekeliling dengan heran, "Lalu, di mana kita?"

"Kita ada di penginapan. Kemarin, saat aku membawamu kembali ke paviliun, ada banyak prajurit berjaga di sana. Jadi, aku membawamu ke sini. Tadi pagi, aku mencoba kembali ke sana, tapi ternyata ayahku sudah kembali ke istana. Padahal keadaannya belum membaik, tapi mereka tergesa membawanya seakan-akan ada sesuatu yang terjadi. Mungkinkah ada pekerjaan penting?"

"Yang Mulia sudah kembali ke istana?" Faktanya Inara tahu betul keadaan raja. Dengan kesehatannya yang sekarang, dia harusnya mempunyai banyak waktu libur dan menjalani perawatan. Urusan apa yang membuatnya kembali ke istana secara mendadak?

"Ah, benar juga. Semalam aku menemukanmu di hutan dengan keadaan yang mengenaskan, sebenarnya apa yang telah terjadi? Apa yang kau maksud dengan pengkhianat?" tanya Aryana mendekatkan kursinya, meletakkan piring apelnya di atas nakas.

Inara tampak merengut. Ia bingung memikirkan apakah ia harus menjelaskan masalah orang dalam tersebut pada Aryana. Jika dipikirkan, semuanya sudah terlanjur terbongkar. Akan lebih sulit untuk mengatur alasan palsu daripada menceritakan yang sebenarnya. Sepertinya sekarang ia memang harus menceritakan dari awal. "Sebenarnya saya adalah gadis suci. Saya datang ke paviliun perawatan karena ingin menyelidiki raja, tentang seseorang di istana dalam yang terlibat dalam kasus peracunan teratai bulan."

"Bagaimana kau yakin kalau ada pengkhianat di istana?" timpal pemuda itu dengan mimik muka tak percaya.

"Ini berawal dari kecurigaan Ibu Suri. Dia memerintahkan Zhura untuk menjaga bunga itu dari segala gangguan untuk mekar. Sejak itu, Zhura terus mendapat ancaman dan serangan dari orang tak dikenal. Lalu, bunga itu diracuni. Sebelum terbunuh, Ibu Suri sempat memberinya peta tempat penawar itu berada. Karena informasi mengenai bunga itu hanya ada di lingkup istana, maka satu-satunya petunjuk dari pengkhianat itu adalah orang dalam."

"Bisa saja pengkhianatnya adalah orang lain, misal pelayan atau mungkin gadis suci, 'kan?"

"Itu mungkin saja terjadi. Hanya saja, dari banyaknya kejanggalan, entah bagaimana mengarah pada orang istana dalam. Mulai dari perekrutan prajurit baru yang tidak jelas asal-usulnya dan peracunan teratai bulan yang dilakukan hingga pembunuhan Ibu Suri yang dilatarbelakangi kecurigaannya pada anggota kerajaan. Yang Mulia Azadilla terbunuh karena musuhnya tahu dia mencurigainya."

Aryana masih tak percaya bahwa di antara orang-orang yang biasa membersamainya ada orang yang ingin memberontak. Ia sudah melewati ribuan tahun hidupnya dalam situasi yang orang lain sebut sebagai kenormalan. Tidak ada sesuatu yang mencurigakan atau pun perlu diselidiki. Bagaimana bisa ia tiba-tiba dihadapkan pada berita seperti ini?

Tuk! Tuk! Tuk!

Sebuah suara ketukan terdengar di jendela. Seekor merpati mematuk-matuk kaca jendela menggunakan paruhnya seakan meminta izin untuk masuk.

"Itu pasti balasan dari Valea!" seru Inara mencobanya bangkit, tapi tubuhnya lunglai karena nyeri di punggungnya belum sepenuhnya reda. 

"Biar aku saja." Aryana membuka jendela dan membawa burung putih itu pada Inara.

Gadis elf itu langsung membuka bingkisan kecil di leher merpatinya. Di dalam bingkisan kecil itu ada daun kemerahan, ranting, dan juga arang. Valea menuliskan 'di tempat Tuan Minra ada kebun di bawah gudang' di kertasnya. Aryana terlihat kebingungan. Sementara Inara memaksakan dirinya bangun, ia mencoba memeriksa daun kemerahan itu di bawah sinar matahari.

"Ini sangat aneh," ujar Inara lalu mencium aroma dupa itu.

Aryana berdiri di sisinya. "Aku tahu itu. Aku sering melihat ayahku membakarnya. Itu adalah dupa yang dibuat oleh pamanku dengan bahan yang ia dapatkan dari tempat asalnya di pegunungan utara. Kau pasti tahu kalau ia adalah saudara angkat ayahku sejak kecil."

Inara mengangguk. Ia tahu kalau Tuan Minra adalah saudara raja, tapi ia baru tahu di mana tempat asalnya yang ternyata dari pegunungan utara. Meskipun begitu, Inara tidak tahu apa hubungannya wilayah itu dengan sampel tanaman yang Valea kirimkan. Yang jelas ada yang aneh dengan arangnya. Menurutnya kayu dupa terapi yang digunakan adalah kayu yang segar dan baik, bukannya ranting kecil yang dihanguskan menjadi arang.

Atau mungkin ia memang tidak mengenal jenis dupa ini?

"Ada yang aneh di dupa ini," tutur Inara mengulurkan benda itu pada Aryana. "Kita harus memeriksanya."

"Tunggu! Kau tadi bilang ada pengkhianat di istana dalam, dan memutuskan untuk menyelinap ke tempat perawatan ayahku untuk menyelidikinya. Tapi sekarang kau ingin memeriksa keabsahan dupa wewangian yang biasa diberikan pamanku. Apa kau sungguh mencurigai seluruh keluargaku?!"

"Tidak, saya sudah memastikan raja tidak terlibat dengan masalah ini. Namun, saya harus memeriksa satu ini untuk memastikan kecurigaan yang lain juga tidak benar. Anda pasti merasa tidak senang, tapi semua misi ini harus saya selesaikan demi teman-teman saya." Inara mencoba untuk membuat pemuda itu memahaminya.

"Selain itu, ini berhubungan dengan kesehatan raja. Saat menjadi tabib di sana, saya sempat memeriksa penyebab menurunnya kesehatan raja dan itu bukan dari makanan atau pun obatnya. Yang jadi pertanyaan saya adalah jika semuanya benar, kenapa kesehatannya justru semakin buruk? Karena itu saya mencurigai dupa wewangian yang selalu ia gunakan."

Aryana tercenung. Ia sempat meragukan ucapan gadis di hadapannya. Bagaimana bisa ia percaya dengan omongan gadis asing yang bahkan belum genap seminggu ia kenal. Namun, satu demi satu pernyataan membawanya pada aliran keraguan yang membakar bara kegusarannya.

"Bagaimana cara kita memeriksanya?"

Sesaat Inara mengucapkan mantra sebelum kemudian gambaran sebuah wilayah terbentuk di atas telapak tangannya. "Saya berasal dari desa merpati. Di sana ada sebuah pusat penelitian bahan herbal yang terkenal. Di sana, kita bisa mengetahui tanaman apa ini sebenarnya.

Aryana mengembuskan napas panjang, menyetujuinya. "Baiklah, ayo kita pergi ke sana."

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang