136. Besi Magis

0 0 0
                                    

Info : Novel ini sudah tersedia versi komik di webtoon.

.
.

Raungan dan rintihan memenuhi pendengaran. Seakan bersekutu memperburuk suasana, udara pun menipis di antara riuh ributnya semua orang. Bergerak menjadi sebuah kebutuhan jika ingin bertahan hidup, karena itu tak peduli apakah senjatanya akan mengenai lawannya, Arlia terus menerjang apapun yang ada di depannya. Namun, kejadian diluar rencana mungkin adalah hal wajib jika melihat realitas kehidupan.

Ia melihat Inara yang terdiam. Di matanya, Inara seperti linglung pada saat musuh sedang kalap-kalapnya menyerang.

"Awas!!" seru Arlia mengembalikan kesiagapan Inara, tapi terlambat. Tidak ada kesempatan. Bahkan seandainya Inara mendengarnya, seratus persen tidak ada waktu untuk menghindar. Dengan kecepatan yang ia latih, Arlia menggapai kipas besi di pinggangnya. Detik yang sama ia bersiap menghempaskan kipasnya, seseorang lebih dulu datang menerjang lawan Inara.

"Kena kau!" teriak orang itu. Tanpa disangka gadis itu datang. Lega, Arlia melipat kipas besinya dalam satu gerakan. Sebuah senyum tercetak di bibirnya saat menyadari ada satu perasaan berat di hatinya yang berkurang. Di depannya, seorang gadis bermata hijau sibuk menahan lawan Inara. Dengan mimik berkobar, dia datang sebagai penyelamat.

"Zhura?!" Inara bersimpuh seraya memegangi dadanya.

"Tenang saja, dia sudah berhasil dilumpuhkan," timpal Zhura masih menahan pergerakan seorang gadis suci terdahulu.

"Syukurlah, kau baik-baik saja." Arlia menarik sudut bibirnya menjadi asimetris, melangkah pada dua gadis di dekatnya. Ditatapnya Zhura yang berwajah pucat kusam. Diambah baju dan rambut panjangnya yang sangat berantakan, sungguh bukan keadaan yang bisa menggambarkan kondisi baik-baik saja.

Zhura mengangguk, "Yah, aku baik-baik saja!"
Kacau.

"Aku senang kau baik-baik saja, tapi di mana Valea dan Ramia?" timpal Inara membersihkan salju dari wajahnya.

"Aku di sini!" teriak seseorang dari kejauhan.

Mereka segera menoleh ke sumber suara. Di sana, Valea tengah mencabut kunainya dari tubuh seekor beruang yang tergeletak di salju. Sepertinya dia baru saja bergulat dengan makhluk buas itu.

"Jadi, kami tidak perlu menjelaskan keadaannya. Kalian pasti sudah memahaminya, 'kan?" kata Inara menunjuk pasukan istana yang tengah sibuk bergelut dengan gadis-gadis berseragam biru pengendara beruang.

Zhura menatap langit dingin yang menjadi atap dataran ini. "Hmm, langitnya belum gelap, kukira pertempurannya pasti pecah lebih cepat."

"Pertama, hewan-hewan buas berkaki empat yang datang. Mereka berhasil diatasi oleh pasukan jarak jauh. Tapi Zhura, gadis yang kau tindih sekarang adalah mereka yang datang setelah makhluk-makhluk hitam itu. Para gadis suci terdahulu."

"Seperti yang kukira, mereka masih hidup." Zhura sadar banyak sekali gadis berseragam biru yang menyerang pasukan dengan tombak-tombak hitam. Bukan hanya itu, beruang-beruang setinggi dua meter juga tampaknya terlalu liar untuk dijadikan seekor tumpangan.

"Hei, di mana Ramia?" Arlia bertanya pada Valea.

Valea menarik satu alisnya naik. "Kenapa kau mencarinya?"

"Aku hanya bertanya, Bodoh!" kesal Arlia karena Valea malah mempermainkannya.

"Santai saja, kenapa kau langsung marah? Dia bergabung di bagian depan bersama pemuda lain. Kurasa ia bahkan sudah menumbangkan puluhan gadis di sana," jawab Valea mengangkat bahunya.

"Teman-teman, aku menyadari satu hal. Saat melawannya tadi, aku melihat ada besi kecil yang tertancap di belakang lehernya. Ini sedikit tersembunyi, jadi perlu perhatian untuk menyadarinya," ucap Inara menatap gadis yang ada di kungkungan Zhura.

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang