11. Perjuangannya

159 86 12
                                    


Bayangan gadis-gadis yang berlarian dengan tubuh terkoyak mulai datang. Kilasan mengenai Inara dan Valea yang sedang berjuang melawan dart, menumbuhkan keprihatinan Zhura. Seharusnya ia tidak perlu mengenal mereka sejak awal. Jika Zhura tidak mengenal siapapun, keputusannya untuk pergi pasti mudah untuk dibuat. Hidupnya bukan drama di mana ia bisa menjadi protagonis utama yang harus menyelamatkan orang. Zhura hanya gadis delapan belas tahun yang ingin bersikap egois dengan kembali ke rumah dan bertemu ibunya.

"Zhura, jangan khawatir, kita akan melalui ini bersama-sama."

Oa sungguh ingin pulang ke rumah, tapi ia tidak mau teman-temannya mati, bahkan meskipun mereka baru bertemu. Zhura membayang mengenai dirinya pulang ke rumah, beraktivitas seperti biasa seolah-olah ini semua tidak pernah terjadi dan melupakan Inara dan Valea. Namun, suara Inara terngiang di tempat yang sama ia letakkan keraguan. Berdengung, merasuki kepalanya bersama berbagai perasaan gundah. Ia menatap kehangatan tangan gadis elf itu masih terasa di telapak tangannya. Zhura ingat meskipun dalam situasi terpojok, Inara tidak pernah melepaskan tangannya.

"Jika aku kembali pada mereka, akankah aku masih bisa selamat?" gumamnya terdengar kaku.

Wanita bermata violet berujar, "Entahlah, siapa yang tahu. Tapi yang jelas, kedua temanmu sudah berjuang di sana."

Benar, rasa sakit dan takut adalah milik semua orang. Tak peduli seberapa hebat seseorang, hatinya pasti pernah merasakan keraguan. Namun, bukan bakat atau kekuatan apapun, yang membuat mereka terus maju adalah tekad, satu-satunya hal tak kasat mata di dunia yang paling rapuh. Semua orang ketakutan, tapi mereka tetap melangkah maju bahkan meskipun tersiksa karenanya, itulah sebab keberhasilan disebut kebahagiaan. Zhura angkat tatapan pada wanita violet yang bergeming menunggu responnya.

Disatukan alisnya hingga itu tampak mengerucut. "Inara dan Valea, aku ingin kembali ke tempat mereka," ujar Zhura.

"Kau yakin ingin kembali ke sana, bukan ke duniamu yang sebenarnya? Apa kau tidak ingin bertemu keluargamu? Kau tidak merindukan ibumu? Dia mungkin sedang kesulitan karena mencarimu. Kau yakin tidak ingin bertemu dengan ibumu?" tanya wanita di sampingnya seolah mencari celah keyakinannya.

Sudah dua hari semenjak ia masuk ke dunia aneh ini, bagaimana kabar ibunya Zhura tidak tahu. Setelah ayahnya meninggal dunia, hidup ibunya hanya bersama Zhura seorang. Sekarang ia tidak ada di sampingnya, ibunya pasti sangat kesepian. Zhura ingin bertemu dengannya, sekarang juga malahan. Hanya saja, ada keadaan lain yang membuat ia tertahan. Ia merasa harus kembali pada kedua dua orang temannya di tempat ritual. Zhura tidak ingin mereka menjadi korban bersama para gadis-gadis yang tidak bersalah. Menyadari bahwa nyawa mereka kini terancam, membuat Zhura ingin lebih dulu berlari menyelamatkannya.

"Kau bilang takdir memilihku karena sebuah alasan, aku tidak tahu alasan apa yang membuat aku dipilih. Lagipula, dipilih untuk apa? Aku ingin mencari tahu. Tidak peduli bagaimana akhirnya, apakah aku akan terluka atau bahkan mati, aku merasa harus melakukan sesuatu pada mereka. Teman-temanku tidak boleh menjadi korban. Bahkan jika aku tidak berguna, setidaknya mencoba sekali saja itu harus kulakukan sebagai seorang teman.Aku tidak mengerti apapun sekarang, aku hanya ingin kembali pada mereka."

Zhura menggenggam kalung belati kecil di lehernya, diam-diam memaksa perasaan takutnya untuk pergi menjauh. "Kau sudah tahu semuanya, 'kan? Apa alasanku datang ke tempat ini, semua itu berhubungan dengan takdir, 'kan? Tolong, bantu aku. Pinjamkan kekuatanmu agar aku melihatnya sendiri."

Wanita itu melebarkan mata violetnya yang mengeluarkan setetes air dari sudut. "Kau percaya padaku?"

Zhura mengangguk, mengepalkan tangannya di sisi tubuh. Satu-satunya alasan baginya kembali ke tempat mengerikan itu hanyalah teman-temannya, jika ada hal lain yang membuatnya tetap berada di sana itu berarti ia harus membalaskan dendam gadis-gadis yang mati tak berdosa karena kerajaan.

"Aku akan membantumu, kembalilah ke sana dan selamatkan teman-temanmu," ujar wanita bermata violet seraya menggenggam lembut sebelah tangan Zhura. Seperti ada krim pelega nyeri, sensasi panas tiba-tiba terasa membakar kulit tangan kanannya. Zhura yang keheranan mencoba mencari tahu apa yang sedang dilakukan wanita di depan. Zhura tergelak, merasa takut dan penasaran pada saat yang mata violetnya kini memancarkan warna kebiruan yang sangat menyilaukan. Dengan perasaan bingung, gadis zamrud itu coba menahan tangannya agar genggaman mereka tidak terlepas.

"Akh!" teriak Zhura ketika tubuhnya terlonjak ke belakang akibat dorongan yang datang setelah sosok asing itu melepaskan tautan jemari mereka. Ia seperti habis memegang teko air yang baru dimasak. Tampaknya tidak ada asap, tapi hanya rasa panas yang tertinggal di telapak tangannya yang kini memerah.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Zhura mengusap telapak tangannya berulangkali.

"Kau membutuhkannya, seperti yang kau minta. Aku akan selalu ada untukmu, setiap saat. Bantuan ini hanya hadiah kecil sebagai ucapan selamat datang dan juga untuk mengatakan seberapa aku bahagia bertemu denganmu. Kau tidak akan kesulitan karena kini kau kuat. Untuk sekarang, waktunya kita berpisah. Kuucapkan sampai jumpa, akan kunanti hari di mana kita akan bertemu lagi."

"Tapi aku belum tahu siapa dirimu." timpal Zhura mengernyitkan dahi. Wanita bergaun kuning itu tersenyum, kembali mengusap kepala Zhura. Ia tidak mengatakan apapun, seolah-olah semua penjelasannya sudah selesai. Detik telapak tangannya terlepas dari ujung kepala, sebuah tarikan kuat tiba-tiba menarik Zhura ke belakang dengan sangat cepat. Dalam lesatannya menjauhi wanita bermata violet, sosoknya tampak melambaikan sebelah tangan. Hanya saja, senyumannya tenggelam, tidak ada lagi sudut bibir merah muda yang saling menarik. Wajah cerahnya tergantikan oleh raut datar yang dipenuhi oleh kehampaan. Entah ini hanya suara air yang beriak, atau Zhuura memang mendengarnya. Wanita itu menggumamkan sesuatu sebelum Zhura benar-benar terhempas ke dalam kesadaran lain.

"Maafkan aku."

***

Kali terakhir Zhura ingat, awan putih besar menggumpal memenuhi penjuru ruang di langit biru itu. Ditambah matahari bersinar terik hingga pancarannya membakar kulit yang bahkan sudah panas akibat cairan merah. Tapi sekarang, kanvas semesta milik sang pencipta justru terlihat gelap seolah-olah hujan deras siap meluncur, jatuh menggenangi tanah. Pikir Zhura ada yang salah dengan dirinya hingga suara gemuruh pun terdengar bersaut-sautan memekakkan telinga. Entah apa hanya perasaannya, tapi semua yang dirinya lihat dan dengar menjadi terasa lebih dekat.

Suara derap langkah, bisik-bisik seseorang, kunyahan daging atau pun ranting yang patah akibat terinjak kaki, semua hal memasuki rongga daun telinganya begitu jelas. Gadis itu beranjak duduk. Tidak ada hal lain yang ia lakukan selain mematung menyadari pemandangan di tempatnya duduk. Tanah berumput yang sebelumnya masih hijau kini penuh tergenangi oleh cairan merah. Zhura mengulurkan tangan mencoba meraba merah yang kini menenggelamkan mata kakinya. Mereka terasa seperti aliran listrik yang menyengat, membuat tubuhnya terlonjak menutup hidung. Dari semua hal yang tertangkap mata, ia simpulkan bahwa tempat ini benar-benar sudah berubah menjadi lautan darah.

Zhura meraih batang pohon terdekat untuk menopangnya bangkit. Belum juga membuka langkah pertama, matanya justru menangkap sekelebat kilauan dari sisi kiri. Kilauan itu muncul dari ujung tombak yang menancap pada tubuh seorang gadis pengorbanan. Gadis dengan tulisan punggung hijau. Meskipun wajahnya berlumuran darah, Zhura dapat mengenali dia sebagai gadis yang berbaris tepat di depannya tadi.

Sebuah tragedi yang dikonsep sebagai realita kehidupan. Miris sekali, Zhura sadar bahwa kematian tidak pernah memandang status sosial. Sesuatu hal yang umum, janya saja ini bukan kematian yang wajar. Terlebih lagi gadis-gadis adalah makhluk yang seharusnya dijaga oleh kaum kuat bernama laki-laki. Sesuatu dalam hatinya ingin berteriak, ia sudah muak dan seseorang harus menghentikan semua hal ini sekarang juga.

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang