126. Letupan

0 0 0
                                    

Info : Novel ini sudah tersedia versi komik di webtoon.

.
.

"Valea, jangan!"

"Minggir! Akan kuhabisi si cengeng ini!!"

Sekuat tenaga Zhura menahan kekuatan Valea yang seperti monster. Beberapa kali Valea berusaha memberontak, tapi Zhura menahannya sekuat tenaga hingga cahaya merah dari tangan gadis itu akhirnya terlempar menghantam dinding batu.

"Kumohon, ini bukan waktu yang tepat. Jangan berkelahi di sini, waktu kita tinggal sedikit." Zhura menggenggam kedua tangan Valea, menjaga tatapan mereka terhubung. "

"Zhura benar." Yiwen mengangguk-angguk, menepuk bahu Maris yang mulai tenang.

"Valea, aku tidak menyalahkanmu karena menyihirku jadi kepiting. Itu memang bukan hal yang buruk, karena nyatanya aku bisa kembali jadi manusia. Tapi mungkin lain kali, kita bisa berdiskusi lebih dulu karena kita ini satu grup. Kita akan mati jika tidak bekerja sama, jadi kumohon berbaikanlah."

Valea berdecak, menghempaskan tangan Zhura menjauh. Gadis merah itu kemudian menyilangkan tangan di depan dadanya. Ia berujar, "Bukankah kedinginan dan kehilangan efek ramuannya adalah cara mati yang sama? Jika dia yakin kita akan mati, maka percuma saja kita terus bekerja sama."

"Kau salah!" Mendengar suara Zhura yang terdengar jauh lebih nyaring membuat Maris, Valea, dan Yiwen menatapnya dengan  terkejut.

"Kau salah," ulang Zhura dengan nada yang lebih rendah. "Kita bukan hidup untuk bekerja sama, tapi kita bekerja sama untuk hidup. Kita adalah satu tim. Nyawa satu orang adalah nyawa orang lain. Kita semua manusia dan kekuatan kita tidak sebesar gadis suci lain. Mereka mungkin bisa bertarung seorang diri, tanpa takut akan mati. Tapi kita takut, karena kita adalah manusia!" Jadi, ayo segera selesaikan ini dan kembali!"

Seluruh ruangan hening. Beberapa saat kecanggungan melingkupinya karena tidak ada seorang pun yang membuka suara. Zhura mengerjap, berusaha mencari letak kesalahan pada kalimatnya. Pada saat ia merasa situasi ini akan berjalan lebih lama, Valea justru terlihat memiringkan kepalanya. Gadis merah itu tersenyum aneh, dengan sebelah alis terangkat.

"Bocah sekarang sudah tumbuh jadi gadis manis."

"A-apa maksudmu?!" Rasanya aneh saat mendengar kalimat itu dari sesama wanita. Bukankah itu menggelikan?

Mengabaikan pertanyaan Zhura, Valea memilih merendahkan tubuhnya pada Maris. "Maafkan aku karena sikapku tadi. Aku kebingungan dan frustasi. Tanpa memikirkan perasaanmu aku langsung mengatakan hal buruk. Aku sungguh minta maaf, ya? katanya mengulurkan sebelah tangan.

Maris terlihat ragu-ragu, meskipun ia tetap menyambut uluran tangan Valea. "Maafkan aku juga karena menyalahkan keadaan padamu."

Valea mengangguk, "Hmm, tidak masalah. Aku tahu kau sedang mencari sasaran pelampiasan. Tapi sekarang aku sudah tidak memikirkannya," katanya dengan raut muka yang lebih terang. Mereka pun berbaikan. Namun situasi ternyata belum membaik. Zhura merasakan sakit pada lengan kanannya. Saat ia melihatnya, ada luka cakaran serupa dengan milik Maris kini tercipta juga di sana.

Valea mengedarkan pandangan, "Dia belum pergi ternyata."

Maris teratih-tatih bangkit, turut menyapukan iris keemasannya ke sekitar. "Bagaimana cara menghadapinya? Kita bahkan tidak bisa melihat di mana dia sekarang."

Pada saat yang sama, semerbak aroma pedas dan panas tertarik ke dalam penciuman Zhura. Ia memejamkan mata, berusaha mencari sumber datangnya aroma itu. Itu adalah aroma itu pasti cabai atau semacamnya. Tidak, itu bubuk cabai.

"Yiwen, kau membawa bubuk cabai?"

Yiwen tampak salah tingkah, menunjukkan sesuatu dari tas di pinggangnya. "Bagaimana kau tahu?" Ia keheranan.

"Penciumannya gila, tahu," sahut Valea mengedikkan bahu.

"Kenapa kau membawa benda semacam itu?"

"Saat pelatihan di istana, kelompok Arlia sering menggangguku. Hampir setiap saat berpapasan dengan mereka, selalu saja ada yang berusaha mencari masalah. Saat mendengarmu sudah membuat gerombolan Arlia itu lari tunggang-langgang karena bubuk cabai, aku jadi terinspirasi," jelas Yiwen tertawa malu.

Zhura berdehem, menahan malu karena tindakannya waktu itu ternyata diketahui banyak orang. "Itu bagus! Maksudku, aku senang bisa menginspirasi orang lain."

"Wah, terdengar sangat heroik. Tapi pikirkan dulu bagaimana kita keluar dari sini," timpal Valea.

"Ah, benar!" Zhura mengumbar senyum lebar. "Yiwen, bisakah kau memberikan bubuk cabaimu?"

Yiwen mengangguk-angguk. "Yah, tentu saja. Lagipula ini tidak akan banyak berguna."

"Ini berguna." Zhura menaburkan bubuk merah itu ke lantai ruangan. Sekarang lantai batu yang membeku akibat suhu dingin penuh dengan warna merah dan menimbulkan aroma pedas.

"Zhura, apa yang ingin kau lakukan dengan menaburkan bubuk itu ke seluruh ruangan?" Maris penasaran.

Zhura memberi kode pada gadis-gadis untuk mendekat. Ia hampir tergelak saat mereka serempak mendekatkan kepala mereka dengan raut kebingungan. Lalu, dibisikkannya gagasan  mengenai rencana kabur dari Scabious yang baru saja ia dapatkan. Sekarang saatnya menjalankannya.

"Valea, ingat rencana kita." Zhura menelan ludah, menahan gusar saat Valea menaiki ranjang tempat Asyaralia terbaring. Raut membunuh yang terlihat asli pada wajah gadis merah itu, adalah alasan Zhura untuk mengingatkan pasal rencana mereka.

"Ekspresimu sangat meyakinkan, kau tahu," ujar Yiwen yang hanya dibalas lirikan oleh Valea

"Berisik!" timpal Valea mendelik sebelum kemudian kembali melanjutkan kalimatnya, "aku tahu apa yang harus dilakukan." Tidak menunggu lama, dia sudah siap dengan posisinya. Gadis itu berdiri di atas tubuh Asyaralia, mengarahkan pedang tepat ke arah dada pemuda itu.

Tepat setelah ia menyelesaikan kalimatnya, semua gadis lekas menatap satu sama lain. Menganggukkan kepala, mereka memberikan tanda rencana akan dimulai. Memasang mata dan telinga dengan baik, Zhura, Yiwen, dan Maris berpencar ke sudut ruangan. Suhu ruangan masih berada di ambang titik beku. Namun beruntung, bubuk cabai yang bertaburan di lantai, dan juga menempeli lengan serta baju membuat mereka menjadi lebih tahan dingin.

"Satu."

"Dua."

Untuk beberapa saat Maris terlihat mengambil napas, sebelum kemudian melanjutkan hitungan yang terjeda. "Tiga," katanya. Valea lekas mengarahkan pedangnya pada jantung Asyaralia.

"HENTIKAN!!!"

Sesuai rencana, suara teriakan itu akhirnya terdengar. Begitu nyaring seolah-olah pemiliknya berdiri tepat di hadapan mereka. Wanita Scabious itu masih di sana. Kali ini suaranya diikuti oleh jejak pada lantai yang bertaburan bubuk merah. Zhura terkesiap menyadari jejak kakinya mengarah ke Valea. Segera bubuk cabai panas dan pedas Zhura lemparkan pada tubuh sosok itu.

"Aargh!!!" teriak wanita bersisik itu menampakkan dirinya. Ia tersungkur seraya memegangi wajahnya. Seluruh kulitnya semakin memerah akibat bubuk cabai yang Zhura lemparkan.

"Cepat bawa dia!" seru Valea memberikan kode pada Maris untuk membantunya membawa Asyaralia. Maris mengangguk, turut naik ke atas ranjang hendak membantu.

"Argh!!!" Teriakan terdengar lagi, Scabious itu terlihat bangkit dengan raut yang jauh lebih garang. Tubuh Zhura terlonjak saat aroma kemarahan yang busuk masuk pekat ke penciumannya. Tampa aba-aba wnita berisisik itu menghempaskan tubuh Valea dan Maris dengan sekali ayunan tangannya. Kedua gadis itu lekas terbang menghantam dinding dengan keras. Bunyi retakan bahkan terdengar dari batunya, menandakan bahwa kekuatan hantamannya tidak main-main. Zhura mematung melihat keadaan mengenaskan itu, wanita berisisik itu kini menggeram tertelan api kemurkaan.

"Tidak akan kubiarkan kalian menyentuhnya!!!"

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang