13. Akhir Ritual dan Mata Biru

133 69 15
                                    


Zhura diburu waktu, dirinya tak bisa menahan panik ketika ia tidak melihat ada senjata yang bisa ia gunakan. Seekor makhluk buas di depannya pun tak ingin berbaik hati memberikannya kesempatan untuk berpikir. Dart dengan tubuh penuh luka itu tampaknya belum ingin mengakhiri kekejamannya dengan mengacungkan moncong tepat di depan wajah Zhura. Dengan sisa kekuatan pada kakinya, Zhura sontak melompat menghindarinya, alhasil bunyi gemelutuk terdengar begitu keras seakan persendiannya rusak. Rasa sakit yang teramat menyeruak menyesakkan, Zhura lekas mengulurkan tangan untuk mencengkram kuat-kuat dada kirinya yang berdenyut

Pandangan Zhura beralih ke tempat para petinggi kerajaan itu duduk menyaksikan akhir ritual. Beberapa dari mereka terdiam dengan wajah datar sementara sisanya sibuk berbincang sembari menunjuk-nunjuk ke arah Zhura. Jaraknya dengan mereka mungkin sekitar lima puluh meter, tetapi entah bagaimana Zhura bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka katakan. Jika dipikirkan lagi, ia memang merasakan keanehan pada dirinya sejak terbangun.

Tak peduli seberapa jauh ia memandang, titik kecil tak luput dari sudut pandangannya. Resolusi mata Zhura yang meningkat memungkinkan ia melihat semut di ujung lain padang rumput. Seolah-olah dirinya menjadi manusia super yang mempunyai ketajaman indera. Hal serupa juga terjadi telinga dan hidungnya. Zhura yang masih sibuk memikirkan segala ketidakwajarannya, tiba-tiba tersentak ketika getaran merayap kembali di tanah. Tanpa berpikir dua kali pun, ia sudah tahu siapa pemiliknya. Diraihnya segenggam rumput di bawah kaki, lalu melemparkannya pada mata dart yang kini menerjangnya.

Melihatnya teralihkan, Zhura lekas bangkit dan berlari menjauh ke belakang.

"Akh!" Sesuatu tergeletak di tanah membuat Zhura tersandung. Saat ia mengeceknya, seorang gadis asing tergeletak tak sadarkan diri dengan tombak yang menembus perutnya. Melihat keadaan tubuhnya yang tak lengkap membuat Zhura sadar bahwa yang ada di depannya kini juga bukan orang hidup. Dialihkannya kembali pandangan pada dart terakhir. Menyadari dirinya dipermainkan, dart itu menggeram jelas sekali marah. Burung-burung besar  pemakan bangkai yang terbang di atas juga mulai bersaut-sautan, seakan-akan sudah tidak sabar kapan waktu makan mereka tiba.

Tanpa sadar senyum miring hinggap di bibir Zhura. Setidaknya selain air dari Inara, ia belum mengisi apapun pada lambungnya sejak ia datang ke dunia ini. Bagian terdalam dari hatinya bertekad tidak akan membuat acara makan-makan makhluk itu berjalan lancar. Diambilnya posisi kuda-kuda, karena kekuatan topangan kaki Zhura yang sudah sangat menurun drastis. "Maaf, aku tidak punya pilihan," ujarnya menempelkan telapak tangan menjadi satu saat bibirnya menggumamkan doa. Setelah itu ia pun mencabut tombak yang menancap pada tubuh mayat gadis di dekatnya. Sementara kaki mulai mengambil ancang-ancang, ia patahkan tombak itu menjadi dua bagian. Zhura hanya memerlukan ujungnya karena ini akan singkat sekaligus menjadi yang terakhir.

"Tuntaskan ini, Zhura."

Zhura menarik napas panjang seraya menggenggam kuat ujung tombaknya, pada saat puncak keyakinannya datang ia lekas berlari ke arah dart yang sudah menantinya. Dalam beberapa detik saja, jarak mereka seketika habis terpangkas. Pada waktu itu juga sebelum mereka bertabrakan, Zhura merendahkan tubuh melesat di bawah dart yang kini melompat di atasnya. Tanpa melewat kesempatan, segera ia acungkan ujung tombaknya ke atas menyayatkannya pada perut serigala merah tersebut. Dalam satu detik saja, luka sayatan yang panjang dan lebar lekas tercipta di perut monster itu.

Cairan dan kotoran beraroma busuk lekas menyirami wajah dan tubuh Zhura setelah perut dart itu ia sobek, kini isi perutnya pun bercucuran keluar. Zhura tidak bisa membuka pandangan karena matanya terguyur darah dart, yang ia rasakan setelahnya adalah rasa sakit setelah punggungnya menghantam sebuah permukaan dengan keras.Tulang rusuknya

"Payah," lirihnya berusaha bangkit hanya untuk kembali tersungkur. Dalam pembaringan Zhura mengulurkan tangan meremas jantungnya sendiri yang terus berdetak tak karuan. Ia melihat burung-burung hitam di atas mulai terbang rendah. Tersungkurnya ia adalah tanda waktu makan mereka sudah tiba. Tubuhnya sekarat, dadanya sesak, tangan dan kakinya hancur. Zhura mungkin akan tamat. Ia merasakan bulir-bulir dingin mulai berjatuhan dari langit yang gelap. Suara gemuruh pun terdengar semakin keras bersaut-sautan, mereka seolah-olah ingin menambah suasana kelam pada tempat ini dan hatinya.

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang