154. Gadis Bermata Hijau Yang Terjaga

5 0 0
                                    

Info : Novel ini sudah tersedia versi komik di webtoon.

.
.

Kerajaan berduka, bagiannya terisi oleh warna terang. Pakaian putih yang orang-orang itu kenakan menandakan lara yang menetap sementara hati menahan pilu. Semalam, para gadis dan prajurit yang meninggal dikremasi, sementara abunya diserahkan kepada keluarga masing-masing. Mereka menangis. Para orang tua yang melihat kepergian anaknya menjadi perjalanan selamanya, meratap.

Hanya Zhura yang tertinggal.

Ketidakhadiran Azhara di istana tidak hanya menimbulkan tanda tanya, tapi juga penangguhan kremasi Zhura. Di tengah-tengah halaman luas, ia menjadi sorotan. Setangkai lili putih diletakkan di sisinya. Satu demi satu bunga kesedihan itu diatur sedemikian banyaknya mengelilingi pembaringan anteng sosok peraknya. Setanggi harum dinyalakan di sisi peti Zhura yang dibaringkan dengan tangan bertaut.

Asap kecilnya yang terbang, menjadikan pandangan kabur di saat mata juga terbias air. Di tangan Zhura, ada gelang perak yang masih melingkar. Tentu saja, orang yang bisa melepasnya bahkan tidak kembali sejak kemarin. Seperti boneka, gadis perak itu terlelap bersama geming. Kulit berserinya memudar, tergilas dingin menjadi pucat. Melihat kondisinya, para petinggi memutuskan melakukan tindakan pemakaman tanpa Azhara.

Inara mengusap pinggiran peti Zhura. Perlahan tangannya bergerak menuju puncak kepala perak itu. "Hari berlalu dengan cepat. Ini sangat membingungkan, bagaimana bisa kau berakhir seperti ini?"

Valea berdiri diam di samping Inara, pandangannya kosong dan redup. Ia seperti linglung dan tak sadar, tak ada lagi sorot hidup di matanya.

Inara terisak. "Kenapa ini terjadi? Kenapa kau harus menanggung hukuman ini? Kau hanya teman kami, bukannya orang jahat atau lainnya. Kita bahkan sudah berjanji akan melewati hal buruk bersama. Kenapa ini semua harus terjadi padamu? Aku tidak menyangka kau memilih menyembunyikan masalahmu sendiri."

Urat-urat terlihat di kening Inara. Gadis elf itu pasti berkelut dengan pikiran keruhnya. "Maaf karena menjadi teman yang buruk. Di antara kita bertiga, kau adalah yang paling banyak berjuang. Kami bahkan tidak ada di saat terburukmu. Kau atau kebebasan dunia, itu pilihan yang sulit. Bahkan jika aku tahu semuanya sejak awal, aku tidak yakin bisa melarangmu ikut. Maafkan aku, maafkan aku."

Gadis merah menghela napas, kemudian memejamkan matanya rapat. Dengan tubuh penuh luka, Valea memilih mengabaikan perawatannya dan pergi ke pemakaman Zhura. Inara melirik gadis merah itu dengan senyuman paksa, ia sadar bahwa bukan hanya dirinya yang hancur. Kemudian Inara mengambil sebelah tangan Valea, menyatukannya dengan genggaman tangan Zhura.

"Takdir mungkin memisahkan kita, tapi hati kita berlayar di perahu yang sama. Tidak peduli sebesar apa ombaknya, kita akan terjang itu bersama. Saat satu jatuh, yang lain akan membantu. Satu tangan untuk tangan lain. Kami ada untukmu, dan kau akan selalu bersama kami. Selamanya."

Valea menggigit bibirnya sementara Inara membenarkan kedua tangan Zhura agar kembali bertaut. "Ada banyak hal yang ingin kusampaikan. Kuharap kita bertiga mempunyai waktu untuk sekadar membicarakan hal sepele seperti dulu lagi."

Valea mengeratkan genggaman tangan pada sisi tubuhnya. Ia tidak dapat berkata apapun, seluruh dunianya seperti kiamat. Di balik sikap dingin, nyatanya dia masih bertanya-tanya apakah semua ini hanyalah mimpi.

"Sampai jumpa, Zhura. Kami berdoa semoga mimpi indah menyertaimu," ujar Inara meletakkan lili putih diikuti Valea. Saat mereka berbalik, seorang gadis sudah menunggu gilirannya tepat di belakang. Beberapa saat Inara termenung menatap Arlia yang mengalihkan wajahnya. Tersenyum kecil, Inara memilih melanjutkan langkahnya menuntun Valea yang hanya bisa berjalan dengan kaki pincang.

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang