47. Bunga Yang Mekar

80 27 6
                                    

Dengan perasaan campur aduk, Azhara terjaga dari tidur. Ia menatap langit-langit kamar yang mengabur akibat air mata yang tergenang. Lagi-lagi seperti ini, tak peduli apa yang akan ia mimpikan, kesedihan selalu menghampirinya. Azhara muak, pikiran dan tubuhnya terasa letih setiap kali dirinya bangun tidur. Jika bisa memilih, ia tidak ingin bangun sama sekali daripada harus merasakan beban seperti sekarang.

"Guru! Guru! Guru!"

Suara seseorang terdengar, Azhara sontak duduk dan membersihkan air matanya. Ia melihat Zhura berlari tergopoh-gopoh masuk kamarnya.

"Guru, Lailla punya berita gembira untukmu!" ujar gadis itu berdiri di sisi ranjang.

"Siapa yang mengizinkan kau masuk ke sini?" tanya Azhara seraya merapikan jubah tidurnya. Setelah itu, ia melirik gadis di hadapannya dengan dingin, "Di mana seragammu? Mau apa kau kemari?"

Zhura mengumbar senyum, menatap pakaiannya sendiri. "Hari ini adalah hari bebas, jadi tidak ada latihan. Ah, daripada itu aku punya kabar baik untukmu! Kudengar akhir-akhir ini kau sedang tidak enak badan, aku merasa itu disebabkan karena kau marah padaku. Jadi, aku kemari untuk menebus kesalahanku."

"Omong kosong apa yang kau sampaikan?" Azhara bangkit lalu menuangkan air ke cangkir, selanjutnya ia meminum itu dengan satu tenggakan.

Zhura melangkah ke sisi gurunya itu, memastikan dirinya tertangkap jelas di matanya. "Pagi ini langit begitu cerah, ini pertanda bagus. Waktu itu aku melewatkan acara perjamuanmu karena ada masalah, hari ini aku ingin menebus kesalahanku dengan merayakan ulang tahunmu lagi bersama-sama."

Tangan Azhara mengibas di udara. "Tidak perlu, pergilah."

"Tapi, aku sudah membuat kejutan." Zhura tercenung saat menyadari ia baru saja membocorkan sendiri rencananya.

"Aku tidak tertarik."

Zhura belum menyerah, "Sungguh, aku juga sudah menghabiskan uang bulananku untuk merencanakan ini!"

"Aku tidak peduli."

"Kalau kau menolaknya aku akan mengelilingi istana dan berteriak kalau Putera Mahkota adalah orang jahat yang suka membuang uang dan tidak bisa menghargai orang!" pungkas Zhura menyilangkan tangan di depan dada.

Azhara mencengkram cangkirnya hingga bunyi keretak terdengar. Giginya menggelugut ringan ketika ia menghadapkan diri pada Zhura seutuhnya. Dunia mungkin hanya sebutir kerikil yang bisa ia hancurkan kapan saja, tapi sosok di depannya adalah hal lain. Untuk pertama kalinya ia memaksakan diri berdamai dengan emosi yang bernama kesal. Napas berat akhirnya keluar sebagai tanda kalau ia benar-benar tidak berdaya melawan gadis di depannya.

***

"Awas langkahmu."

Mata Azhara tertutupi kain, karena itu Zhura membantunya berjalan ke arah berugak yang menghadap langsung ke danau.

"Kita sudah sampai." Zhura mulai membuka penutup mata Azhara. Di hadapan mereka sekarang terdapat meja kayu yang di atasnya ada sebuah kue bergambarkan wajah pemuda itu.

"Apa ini?"

"Ini adalah kue yang biasa dimakan oleh orang yang berulang tahun," ujar Zhura membawa Azhara untuk mendekat. Dengan pandangan datar, pemuda itu memperhatikan wajahnya yang digambar menggunakan selai anggur di kue.

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang