67. Yang Tersingkap

68 23 5
                                    

Sudah beberapa hari sejak Zhura dan teman-temannya kabur dari istana. Tidak adanya prajurit yang mengejar mereka adalah tanda kalau pelarian ini sukses. Kini mereka bertiga sedang beristirahat di pinggir sungai, dan akan melanjutkan perjalanan di esok hari. Setelah memberikan makanan pada kuda-kudanya, Valea duduk di sisi Zhura yang terlihat lesu. Tubuhnya bersandar pada pohon besar, sementara garis matanya dipenuhi lingkaran hitam.

"Sudah beberapa hari terakhir kau tidak beristirahat. Malam ini tidurlah dengan baik, kau akan mati jika terus-menerus begadang."

Zhura menarik sudut bibirnya, "Kenapa kau jadi sangat perhatian? Apakah kau benar-benar Valea jahat yang dulu?"

Gadis merah itu mengibaskan tangannya, tersenyum angkuh. "Kalau kau mati, siapa lagi yang bisa kuajak berkelahi?"

Zhura menggelengkan kepala, tak habis pikir. Ia memilih mengalihkan pandangan pada sungai yang mengalir deras di hadapannya. Airnya sangat jeram, cahaya bulan jadi tidak bisa terpantul di sana. Seluruh tubuhnya terasa sakit karena perjalanan berkuda ini, tapi ia harus tetap bertahan. Di antara gaduh yang mengisi kepalanya, Zhura mulai teringat lagi pada ucapan Ibu Suri.

Hukuman apa yang lebih menyakitkan daripada jantung yang ditusuk oleh orang yang membuat itu mekar?

Zhura memejamkan mata saat dadanya tiba-tiba berdenyut nyeri. Mengingat bagaimana pemuda itu begitu tega saat menghukumnya, membuat Zhura kecewa dan menghapus semua kenangan mereka. Gadis itu sudah menyerah pada perasaannya. Namun, kenapa dirinya masih terus saja mengingat sosok perak itu seakan-akan ia masih menyimpan harapan?

Valea terperangah ketika ia menyadari gadis di sisinya menangis. "Zhura?"

Rintihan keluar dari bibirnya yang terbuka, Zhura meratap tak kuasa menahan kerinduan. "Valea, bukankah jarumnya ada di jantungku? Kenapa aku masih bisa merasakan perasaan itu? Mungkinkah benda itu tidak berfungsi? Kenapa aku tidak bisa melupakan dia?"

Valea dilanda kegugupan saat Zhura melayangkan deretan pertanyaan itu. Pada akhirnya dia memilih bungkam karena gadis di hadapannya tidak tampak menanti jawaban. Suara langkah kaki terdengar, Inara terlihat mendekat dengan wajah keruh. Sebelumnya dia sedang berkeliaran di sekeliling untuk mencari kayu bakar, siapa sangka ia justru mendapatkan penglihatan dari kemampuan penerawangan jarak jauhnya.

"Aku merasakan hawa yang sangat buruk." Gadis elf itu memejamkan matanya, jarinya tertuju pada jam sebelas. "Arahnya dari istana, padahal jarak kita sudah sangat jauh, tapi aku masih bisa merasakannya."

Dengan mata sembab, Zhura menegakkan punggungnya. "Apa yang terjadi di sana?" tanyanya.

"Entahlah, jarak kita puluhan kilometer dari istana. Aku tidak bisa melihat dengan jelas, tapi hawa jahat yang besar mengambang di atas kerajaan dan menyebar ke sekitarnya."

Zhura lekas berdiri, ia menatap ke langit. Tampak ada sinyal asap yang sangat tipis melayang dari arah istana. Bau darah dan kebencian merasuki hidungnya saat Zhura memfokuskan perhatian lebih ke sana. Mungkinkah hawa jahat itu berasal dari roh jahat di tubuh Azhara? Tapi apa yang terjadi hingga membuatnya makhluk itu bangkit?

"Pasti terjadi pertarungan di sana, sekarang aku tidak heran kenapa kita belum dikejar," jelas Inara.

Zhura mati-matian menahan gusar. Jika benar roh jahat Azhara bangkit, maka sesuatu yang sangat buruk pasti sedang terjadi. Mungkinkah ini tentang teratai bulan?

"Aku harus kembali ke sana." Ia sangat marah pada pemuda itu, tapi ia tidak tahan hanya berdiri diam dan melihatnya celaka.

"Tidak!" Valea menggelengkan kepalanya, "Kau tidak bisa kembali!"

Zhura mengambil tasnya, lalu berjalan ke tempat kudanya diikat. "Ada sesuatu yang belum aku ceritakan pada kalian, ini mengenai teratai bulan. Seseorang memintaku menjadi penjaganya dan aku malah melarikan diri. Jika ini berkaitan dengan masalah di istana sekarang, aku tidak bisa diam saja."

Inara menangkap tangan Zhura. "Apa maksudmu?"

"Kalian mungkin tak akan percaya, tapi Ibu Suri memberikan batu lima warna padaku sebagai upah sebagai pelindung teratai bulan. Dia memintaku menjaga bunga itu dan memastikannya mekar tanpa gangguan. Meskipun aku memilih mengakhiri tugasnya, tapi tetap saja aku tidak bisa tenang. Bagaimana jika orang-orang itu melakukan tindakan buruk pada bunga itu?"

Bunga itu adalah kunci ke dataran terkutuk. Ada sebuah sekat yang memisahkan dataran itu dengan wilayah lain, dan sekatnya hanya terbuka ketika teratai bulan mekar setiap enam belas tahun sekali. Zhura yakin bahwa kedua temannya pasti tahu betul mengenai seberapa berharganya bunga itu.

Inara tampak kebingungan, ia tidak lagi menahan tangan Zhura. "Tapi, kau bisa terluka. Lagi pula kita sudah sejauh ini, apakah kita harus kembali?

Zhura melepaskan tali kudanya. Ia acuh meskipun kedua gadis di hadapannya berusaha mencegah dirinya pergi. "Kalian berdua tetap lanjutkan perjalanan. Aku tahu jalannya. Segera setelah aku memeriksa keadaan di sana, aku akan menyusul kalian."

"Tunggu!" Valea mencekal pergelangan tangan Zhura yang berniat menaiki kudanya. "Kalau kau kembali ke sana semua pengorbanan Azhara akan sia-sia!"

Telinga Zhura naik menangkap ucapan si gadis merah. "Apa yang kau katakan? Pengorbanan?" tanyanya terkejut.

Valea merasa begitu bodoh karena tidak bisa menyembunyikan lebih lama rahasia itu. Namun, hawa jahat yang dikatakan Inara pasti adalah roh jahat Azhara. Perasaan yang tumbuh di hati pemuda itu adalah penyebab pengendalian dirinya kacau. Jika orang-orang itu tahu bahwa Zhura adalah orang yang membuat pengendalian roh itu melemah, maka mereka akan membunuhnya.

"Jangan kembali ke tempat itu, jangan menggali kuburanmu sendiri dua kali!" seru Valea tertahan. Helaan napas berat keluar dari bibir gadis bermata merah itu sebelum dia berujar, "Malam itu, aku melihat Azhara mendatangi ruanganmu. Dia menarik keluar jarum penyegel dari jantungmu agar kau tidak merasakan sakit. Zhura, dia ingin melindungimu. Dia tidak ingin kau menderita. Selama ini, dia selalu memperhatikanmu."

Zhura membatu, dirinya linglung. Kini seisi kepalanya berputar-putar mencari kemungkinan bahwa sekarang ia mungkin sedang salah dengar.

"Dia mengeluarkan jarumnya?"

   

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang