102. Karsa

1 0 0
                                    

Info : Novel ini sudah tersedia versi komik di webtoon.

.
.

Tak adanya ketersediaan waktu untuk menghindar, memaksa Zhura untuk menunduk, bersiap menerima apapun yang dia layangkan. Kedua lengannya naik melindungi kepala saat Azhara ternyata sigap menangkap pergelangan tangan wanita itu, mengarahkan serangannya ke rak-rak di belakang.

Brak!

Zhura merasakan hempasan angin kencang saat cahaya merah itu menghantam rak-rak tersebut. Ketika ia menatapnya, rak-rak kayu itu sudah hancur dengan sisa percikan berwarna merah. Barang-barang yang diletakkan di dalam benda itu pun luluh lantah. Ia bergidik membayangkan bagaimana jika cahaya tadi mengenai kepalanya. Sanguina yang terkejut karena serangannya dialihkan, kini melebarkan matanya ke arah Azhara. Mata Sanguina melebar dua kali lipat karena murka.

"Siapa kau?! Siapa yang beraninya mengendalikan sihir milikku?!"

Azhara yang tak tertarik mengarungi pergolakan situasi, membuka tudungnya dengan malas.

"Kau ... Putera Amarhaz?!" Sanguina yang melihat sosok pemuda itu terlonjak menutup mulut seraya mundur. Wanita itu beralih menatap Zhura, lalu kembali pada Azhara dengan sarat curiga.

"Apa yang sebenarnya kalian inginkan?" tanyanya dengan nada suara menurun.

Zhura yang menyadari perubahan perilaku wanita itu lantas menyadari bahwa kehadiran Azhara mengancamnya. Tentu saja, kebanyakan dari orang-orang yang Zhura temui, mereka selalu menganggap roh jahat di tubuh Azhara adalah malapetaka. Tidak heran kenapa sekarang Sanguina lebih hati-hati dan menjadi defensif. Zhura mendekat pada wanita itu, "Nyonya Sanguina, kemampuan Anda sebagai biarawati penyembuh terkenal ke suluruh Firmest. Saat ini kami sangat membutuhkan Anda untuk membuat penawar racun daghain,"

Sanguina menggeleng, ia terlihat stress.  "Aku tidak bisa! Aku bukan lagi Sanguina yang dulu! Aku hanya seorang pedagang  sekarang, karena itu," katanya seraya mendorong bahu Zhura dengan ringan, "pergilah."

Zhura berusaha untuk tidak membuat kegaduhan dengan tetap bersikap tenang. "Sebelumnya aku minta maaf karena telah bersikap kurang sopan, tapi Anda adalah satu-satunya harapan kami yang tersisa! Bulan purnama merah hampir tiba, dan bunga itu belum mekar. Anda adalah orang yang ditakdirkan untuk membantunya mekar! Tolong, bantulah kami."

Sanguina menggertakkan giginya sambil menatap sekeliling dengan keruh, "Tapi aku tidak mempunyai alasan untuk melakukannya! Maafkan aku."

Entah terlalu banyak menyimpan gundah atau justru merasa lega, Azhara terdengar menghela napasnya.

"Dengan membuat penawar racun itu, Anda akan menyelamatkan seluruh penduduk Firmest! Anda akan menjadi pahlawan dan dikenal seluruh dunia! Akan ada banyak pelanggan yang datang ke sini! Kumohon, Nyonya!"

"Ya, itu semua bisa terjadi jika pencarian darah sucinya sukses. Tolong garis bawahi kata suksesnya! Palingan pengiriman kali ini juga akan berakhir sama seperti sebelum-sebelumnya." Sanguina tetap mengeraskan kepalanya, ia mengambil kuas cat kukunya yang sebelumnya ia lemparkan.

"Pencariannya akan sukses, aku sendiri akan pergi ke sana!" sergah Zhura masih berusaha meyakinkannya.

"Jadi, kau seorang gadis suci?!" Sanguina melangah, kemudian menampilkan raut kasihan. "Sayang sekali, tidak pernah ada gadis yang kembali dari dataran terkutuk! Mereka semua mati di tempat itu. Kau terlihat sangat polos, jadi kuperingatkan saja untuk kabur. Pergilah sejauh mungkin sebelum mereka menangkapmu."

Dari sudut matanya, Zhura melihat Azhara semakin menundukkan kepalanya.

"Tapi kali ini gadis-gadis akan selamat dan pulang kembali ke rumah masing-masing. Pencarian darah suci akan sukses, aku akan membuktikannya padamu. Kutukan itu akan berakhir tak lama lagi." Bahkan meskipun Zhura mengatakan itu dengan nada berapi, tapi tak bisa dipungkiri jika jantungnya berdegup kencang didera ketakutan.

"Benarkah? Kenapa kau bisa seyakin itu?"

"Setidaknya aku punya tujuan yang jelas." Zhura menggenggam kalung belati di lehernya yang keberadaannya tak pernah ia lupakan.

Sanguina mengangguk-angguk, dengan raut berpikir ia berkacak pinggang. "Akan kuusahakan, tapi semuanya tidak gratis. Bahkan Putera Mahkota sendiri menemuiku secara langsung, aku penasaran hal apa yang setara dengan usahaku membuat penawarnya," kilahnya menatap Azhara.

"Anda akan mendapat uang berapa pun yang Anda inginkan," timpal Zhura.

Wanita memainkan ujung rambut keritingnya, "Uang, ya? Tapi uangku sudah melimpah, membosankan."

Zhura membuka mulutnya hendak menyahut, tapi Sanguina sudah lebih dulu mendekat. "Kalungmu sangat menyala. Saya menyukainya, Yang Mulia," ungkap wanita itu mengusapkan jemarinya ke sekitar leher Azhara. Zhura menahan kakinya yang ingin melompat memisahkan jarak di antara mereka.

"Tidak bisakah hal lainnya? Rumah, perhiasan, atau selain batu itu?"

Sanguina mendecakkan lidah, bersilang tangan di depan dada, "Tidak, batu lima warna adalah benda paling berharga dibanding rumah, emas, atau bahkan seluruh harta benda. Tapi, satu buah saja sudah jauh lebih dari cukup untuk membayarku. Ada batu itu, ada penawarnya. Bagaimana?"

Azhara mengalihkan pandangannya, tapi hanya sesaat sebelum ia mengulurkan jemarinya melepaskan kalungnya.

"Tunggu!"

Azhara hendak memberikan benda itu ke tangan Sanguina, tapi terhenti saat Zhura menahannya. "Ramia pernah bilang itu adalah kalung peninggalan dari ibumu. Kau sungguh tidak berpikir, ya? Tidak sopan kau memberikannya untuk orang lain."

"Tapi ...-" Sanguina hendak melayangkan protes, tapi semua sumpah serapahnya tertelan begitu Zhura mengulurkan sesuatu ke depan wajahnya.

"Anggap saja ini pengganti dari batu birunya," terang Zhura memberikan batu kuningnya pada Sanguina.

"Bagaimana bisa ... kau mempunyai batu ini?Siapa sebenarnya dirimu? Batu lima warna bukan benda yang bisa dimiliki oleh sembarang orang." Sanguina menerima batu kuning dengan sorot wajah yang dipenuhi heran dan juga senang dalam waktu bersamaan. Azhara pun terkejut, pemuda itu menatapnya dengan kening membentuk kerucut.

"Tidak peduli siapa dan bagaimana aku memilikinya, yang jelas kesepakatan di antara kita berlaku detik ini juga," ujar Zhura lali mengulurkan tangannya.

"Sekarang berikan kami penawar racunnya."

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang