111. Dalang

3 0 0
                                    

Info : Novel ini sudah tersedia versi komik di webtoon.

.
.

Paman Ruvaz heran, "Kenapa kau bertingkah seperti seorang penyidik sekarang?" Meskipun terlihat tidak terima dengan sikap Zhura, ia tampak membawa sesuatu ke tempat interogasi. Beberapa menit kemudian, sebuah kursi santai berwarna kuning empuk berada tepat di depannya.

"Lihat! Sebelumnya tidak ada robekan di kursinya. Kemarin raja duduk di sofa itu, dan saya tidak melihat ada bagian sofa yang rusak." Tabib Ma menunjuk sandaran kursi tersebut. Semua orang di sekeliling balai mulai menampakan raut serius, turut menatap sofa kuning itu.

"Berapa kedalaman dan panjang robekannya?" tanya Zhura.

"Kedalaman robekannya sepuluh sentimeter dengan panjang sisi robekannya tiga sentimeter. Dilihat dari bentuknya yang lurus dan sempit, sepertinya itu dihasilkan oleh tancapan senjata tajam."

Zhura menatap robekan itu cermat-cermat, "Robekannya juga rapi, pasti dihasilkan oleh satu tusukan saja. Sepertinya senjata pelaku sempat meleset saat mengincar dada raja."

Elf penginterogasi di depannya terkesiap, "Jadi, kau tahu jika pelaku itu mengincar dada raja?"

Zhura mengedikkan dagu ke arah punggung kursi. "Dihitung dari bawah kaki sofa hingga robekan, pelaku jelas mengarahkan senjatanya lurus pada bagian dada orang yang sedang duduk. Pelaku itu ingin membunuh raja dengan sekali tusukan di jantungnya, tapi meleset."

Orang-orang yang mendengar ucapan Zhura terlihat mengeluarkan kalimat-kalimat keterkejutannya. Gadis itu mengarahkan telunjuknya ke robekan, "Lihat, perhatikan kedalaman dan panjang robekannya. Dari bentuknya, alat yang digunakan pasti sangat tipis. Pasti sejenis pedang. Kau juga berpikir seperti itu, 'kan?" tanya Zhura pada Paman Ruvaz. Azhara diam-diam turut membenarkan.

Elf tua itu melirik robekan kursi dan Zhura bergantian, "Ya, kau benar."

Kemudian Zhura menunjuk pedang merah di atas meja dengan dagunya, "Sekarang bandingkan dengan pedang Tabib Ma. Pedang Besar Zalfi itu terlalu tebal, untuk menghasilkan bekas robekan sesempit itu. Jika mau, kau bisa memeriksanya," tukasnya pada Paman Ruvaz. Dia terdengar menghela napasnya sesaat, sebelum kemudian mengambil pedang besar itu.

"Hitung berapa lebar dan ketebalan Pedang Zalfi itu."

Mendengar permintaan Zhura, Paman Ruvaz pun menelusuri bilah pedang besar itu menggunakan jemarinya. Beberapa saat suasana malam di sekitar balai pengadilan menjadi senyap. Orang-orang tanpa sadar terdiam, menunggu elf penginterogasi membuka suaranya.

"Tebalnya sekitar nol koma dua puluh lima inci, diameternya lima sentimeter," ungkap Paman Ruvaz tercengang dengan ucapannya sendiri. "Kenapa aku tidak memeriksa hal ini tadi?"

"Apakah jika Pedang Zalfi itu ditancapkan pada kedalaman yang sama dengan robekan, maka panjang robekannya akan sama? Apakah cocok?" timpal Zhura.

Paman Ruvaz menatap kursi kuning di belakangnya, "Dengan ketebalan seperti ini, bekas robekannya akan jauh lebih panjang. Tampaknya pedang Besar Zalfi ini bukanlah senjata pembunuh Yang Mulia Raja Amarhaz."

Zhura menghela napas, merasakan satu beban seperti diangkat dari jantungnya. Ia dan Tabib Ma mengumbar senyum lega.

Azhara masih belum lepas dari gemelut di hatinya. "Jadi, siapa sosok pembunuhnya?

Paman Ruvaz berbalik, membungkuk pada pemuda itu. "Sejauh ini saya hanya bisa memastikan bahwa luka tusukan di perut Raja Amarhaz, bukan dihasilkan dari tusukan pedang ini. Melainkan oleh pedang yang kecil dan tipis."

"Kecil dan tipis?" Azhara menggumamkan kata itu.

Kilasan mengenai senjata orang-orang Shar menggerayangi pikiran Zhura. "Bagaimana dengan pedang bergagang bunga Peony?" ujarnya menyita kembali perhatian.

Azhara lekas mengintruksikan seorang prajurit untuk mengambil sesuatu yang ia simpan di paviliunnya. Beberapa menit terlewat, hingga prajurit itu kembali dengan sebilah pedang dan kunai di tangannya. Azhara beralih menatap Zhura, "Pedang milik Shar."

"Sebuah organisasi gelap di balik masalah peracunan teratai bulan." Pemuda perak itu berjalan ke arah kursi kuning. Detik itu juga ia sadar prasangkanya benar-benar kenyataan. Pedang dengan gagang bunga peony itu tertancap dengan pas pada robekan. Semua orang di balai tak kuasa melebarkan matanya, merasakan keterkejutan karena kecocokan pedang itu dengan bentuk robekan pada sofa.

"Bilah pedang itu sangat cocok dengan pola robekannya. Jadi, mereka orang yang meracuni teratai bulan dan juga yang mendalangi pembunuhan pada Yang Mulia Raja!"

"Aku sempat mendengar kabar burung tentang mereka. Apa organisasi semacam itu sungguh ada?" timpal seseorang.

"Ya, mereka ada." Azhara samar melirik Zhura lagi, seperti sedang hati-hati dalam memilih kata-kata. "Beberapa waktu lalu, kami berdua terlibat dalam perjalanan menuju seseorang untuk membuat penawar racun tersebut. Di sepanjang perjalanan, kami terus didatangi pasukan Shar, mereka menyerang kami seakan-akan kami adalah buronan."

"Jadi, kalian selamat dan berhasil mendapat penawar racun daghainnya. Lalu Ramia? Kenapa ia tidak terlihat akhir-akhir ini? Ia juga tidak kembali bersama kalian?"

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang