68. Membadai

52 21 10
                                    

"Hei, kenapa kau baru mengatakannya sekarang?"

"Baik, aku tahu ini salah. Aku memang sengaja menyembunyikannya, tapi aku melakukannya untuk melindungimu." Valea menggelengkan kepalanya, tampak serba salah. "Aku minta maaf."

Zhura mengangguk kaku, tapi bibirnya kelu.

Inara yang sama terkejutnya dengan Zhura, berjalan mendekat. "Apa yang akan kau lakukan setelah ini?"

Dinginnya malam membuat raut mukanya yang pucat semakin mendingin. Zhura tak menyangka bahwa situasinya akan berubah secepat ini. Sebelumnya ia kukuh berjalan ke depan, mengabaikan segala hal di belakang untuk melupakan Azhara. Tapi, tiba-tiba fakta lain datang menamparnya hingga tak berkutik. Sekarang ia jadi tidak heran kenapa hatinya terus menyimpan perasaannya, jarum itu ternyata sudah dikeluarkan dari jantungnya.

'Tidakkah kau terpikirkan bahwa Azhara bisa saja menyembunyikan sesuatu? Dia mungkin memutuskan kau menjadi tersangka penyerangan itu untuk mencegahmu mendapatkan hukuman lain yang lebih menyakitkan.'

Jadi, perkataan Ibu Suri adalah kenyataan?

'Tidak ada yang bisa menyentuhmu selama ada aku.'

Selama ini Azhara tidak pernah mengingkari janjinya, justru Zhura sendiri yang memilih untuk menutup matanya. Lilin yang dinyalakan itu ternyata belum sepenuhnya padam. Keletihan yang terus gaduh merasuki dirinya seketika menghilang. Gadis itu sadar tidak ada tempat yang cukup besar untuk membuang semua cintanya. Sisa pendar hangat masih bisa Zhura rasakan, Lailla yang pernah ada di dalam dirinya ternyata belum mati.

"Kalian berdua pergilah lebih dulu. Jika ada kesempatan, aku pasti menyusul. Berhati-hatilah, sampai jumpa!" Zhura menaiki kudanya. Begitu tali pacunya ditarik, hewan itu berlari membawanya menembus pepohonan malam. Inara dan Valea hanya bisa menatap punggung Zhura yang semakin menjauh. Kelut kemelut langsung meresap hingga ke tulang-tulangnya. Hawa dingin yang menguar di alam terbuka pun menambahkan nilai tambah dalam penciptaan gigil.

"Sekarang, apa yang harus kita lakukan?"

***

Zhura sampai di istana setelah berkendara seharian penuh. Di depan gerbang ada banyak prajurut berwajah lelah menjaga pintu masuk, keadaan yang sama sepertinya juga terjadi di pintu-pintu lain. Zhura mengikat kudanya di tempat tersembunyi. Setelah itu, ia mencari celah untuk masuk ke dalam istana dengan memanjat pohon besar. Dari rantingnya, ia beralih ke pagar besi setinggi tujuh meter. Dengan hati-hati, ia menuruni itu dan berhasil menyusup.

Begitu terkejutnya ia saat melihat keadaan istana begitu luluh lantak. Rerumputan yang sebelumnya hijau segar kini sudah hangus, bahkan ada sisa abu di mana-mana. Di sekitarnya beberapa bangunan besar juga tampak rusak di bagian atapnya. Yang paling membuat Zhura bertanya-tanya adalah aroma darah yang menyengat. Sepertinya benar yang dikatakan Inara, ada pertempuran di sini kemarin.

"Kau!" Arlia tak sengaja lewat. Dengan wajah marah, gadis elf itu segera mendekati Zhura. "Ke mana saja kau?! Di mana kau saat peristiwa itu terjadi?! Para gadis suci dan orang-orang berjuang keras melawan musuh dan kau malah menghilang! Sekarang aku jadi semakin yakin kalau kau adalah serigala berbulu domba!"

"Arlia, aku tidak mengerti apa yang kau bilang." Zhura mengamati sekujur tubuh gadis di depannya. Tampak dipenuhi memar dan kuyu. "Apa kau baik-baik saja?" tanyanya.

"Jangan berpura-pura baik, aku tahu kau adalah mata-mata! Kau datang ke sini dan mengumpulkan informasi untuk kemudian kau jual pada orang-orang itu! Aku tidak tahu apa tujuanmu, tapi setelah menargetkan Yang Mulia, kau bahkan cukup berani membawa penyusup itu masuk dan mengacau!" Arlia tidak tahu Zhura melarikan diri bersama teman-temannya, dia hanya tahu bahwa gadis itu menghilang saat penyerbuan istana terjadi.

"Jaga ucapanmu, Arlia! Aku bukan mata-mata dan aku tidak pernah menjual Informasi apapun!" sergah Zhura tertahan, bagaimana pun ia tidak boleh mengekspos eksistensinya pada orang lain.

Sudut mata hazel itu berlinang air mata. Ia lalu membawa pandangannya ke sekitar yang porak-poranda. "Karena kau, kakakku Azhara sangat menderita! Dan sekarang, nenekku juga menjadi korban! Dia harus kehilangan nyawanya di tangan orang-orang jahat itu! Lailla, apa yang sebenarnya kau inginkan?"

Zhura menjengit, kedua tangannya naik menutup bibirnya yang bergetar. "Ibu Suri meninggal?!"

Arlia menyilangkan kedua tangannya, tatapannya kental seakan sebuah ketetapan sudah ia buat. "Sejak awal kehadiranmu, aku sadar kau memang mencurigakan. Sekarang aku tidak ragu lagi bahwa kau memang penjahat. Luka dan rasa sakit orang-orang, ini semua salahku. Harusnya sejak awal aku melenyapkanmu."

Zhura menatap gaun hitam yang dipakai oleh Arlia. Sekarang ia sadar bahwa istana yang sepi dan tak terurus adalah tanda sedang dilaksanakannya waktu berkabung. "Arlia, aku sungguh tidak tahu apapun!Untuk apa orang-orang itu datang ke sini? Kenapa mereka membunuh Ibu Suri?"

"Sudah cukup keras kepalamu, sekarang giliran aku yang akan melenyapkanmu!" ujar Arlia mengeluarkan kipas besinya. Dia bersiap menyerang Zhura, tapi pelayan Arlia datang dan mencegahnya.

"Nona, istana sedang berkabung. Tolong jaga emosi Anda. Saya takut Anda akan dihukum, tenanglah," pintanya setengah takut.

Arlia tampak berpikir lalu mengangguk, menyimpan kembali kipas besinya. Dengan begitu dingin, ia meletakkan telunjuknya tepat di jantung gadis bermata hijau itu. "Sekarang aku masih melepaskanmu, Lailla. Namun, aku tidak akan diam saja! Segera akan kubuktikan bahwa kau adalah dalang di balik kejadian ini! Dan saat itu juga, bukan hanya jarum penyegel yang bersarang di jantungmu, tapi juga pedangku."

Setelah mengatakannya, gadis elf itu pergi bersama pelayannya. Zhura mencengkram dadanya yang berdebu saat tangisan pecah dari matanya seperti bayi. Keadaan yang senyap tapi kacau pada waktu yang sama membuat ia kesulitan meraih akalnya. Sekujur tubuhnya bergema menyerukan kalut. Namun, ia tidak bisa diam saja. Segera Zhura harus mencari tahu sendiri apa yang sebenarnya terjadi. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini ada di satu nama, dan itu adalah sosok itu.

Dia harus menemui Tabib Ma!

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang