143. Tenggang

0 0 0
                                    

Info : Novel ini sudah tersedia versi komik di webtoon.

.
.

"Aargh!

Suara teriakan Sacia mengaung, bersatu bersama panggilan Inara dan Valea dari belakang. Zhura terkesiap menarik sesuatu yang melekat di tengkuknya. Sebuah besi kecil seperti milik gadis suci terdahulu ternyata juga ditancapkan di sana oleh Sacia. Sebuah kenyataan menohoknya telak, ternyata ia hampir saja terjebak.

"Kau tidak pernah memberiku kesempatan! Lagi dan lagi, kau mengkhianatiku!" Sacia melontarkan amarah membuat pusaran salju menyeruak di antara mereka.

Zhura menatap gelang perak di tangannya yang masih utuh tanpa sedikit pun goresan. Meski lukanya sudah tertutup, tapi rasa sakit di pergelangan tangannya masih terasa. Darah yang mengering tanda bahwa tadi ia benar-benar akan dibunuh oleh Sacia.

"Bisakah kita berdua bicara? Semua ini bisa diselesaikan dengan baik-baik!" Dingin teramat nyata, ia tidak bisa membiarkan pertarungan ini berlanjut atau darahnya akan ikut membeku.

"Kau pikir apa yang aku lakukan tadi?! Di antara kita, kau yang selalu memutuskan pergi!" Sacia melotot hingga urat lehernya begitu menonjol. Angin berputar semakin kencang. Teriakan teman-teman Zhura sudah tidak bisa lagi menembus udara. Mereka yang mencoba mendekat hanya akan berakhir terlempar. Perhatian Zhura seolah-olah diatur hanya tercurah pada Sacia. Di dataran yang gelap ini, ia mengurungnya dalam badai yang bahkan hampir menerbangkan dirinya sendiri.

Terseok-seok Zhura mendekat, mengulurkan tangan pada wanita bergaun merah itu, "Kumohon, mari kita cari jalan lain! Semua orang pasti akan mengerti. Dengarkan aku, kau adalah kakak Macia, 'kan? Ayo, bicara baik-baik pada semua orang!"

"Percuma!" Sacia menghempaskan tangan Zhura frustasi. "Sejak awal kita memang tidak pernah saling memahami. Kepingan jiwanya bahkan juga menolakku! Di tempat ini, sekarang juga, aku akan memberi kesempatan terakhir! Kau akan ikut denganku ke dunia baru dengan mimpi sebagai kehidupan semua orang. Iya atau tidak?!"

Di tengah badai, kobaran api menyalakan takut dan rasa bersalah pada saat yang bersamaan. Zhura membasahi tenggorokannya yang setandus gurun. Jantung mulai berdetak cepat mengalirkan banyak darah panas ke otak. Pikirannya menjadi jelas, tapi juga kabur. Tentu saja! Seseorang asing tiba-tiba datang dan bercerita tentang masa lalunya, berkata bahwa Zhura adalah saudaranya. Itu sangat membingungkan.

"Ini sulit. Aku tidak bisa melakukannya! Aku tidak bisa meninggalkan teman-temanku seperti itu!"

Mendengar pernyataan itu Sacia terdiam. Salju yang berterbangan meluruh. Badai yang berderu di antara mereka memudar, tergantikan kelengangan yang menciutkan rasa aman. Suara tawanya mengalun di kegelapan. Cahaya merah muncul di mata Sacia yang hanya berjarak tiga meter darinya. Disunggingkan sebuah senyum miring yang berakhir menjadi teriakan menggelegar.

"Dasar keras kepala!"

Zhura belum memikirkan apapun setelah mendengarnya. Detik itu juga, petir menyambar beberapa jengkal darinya. Angin yang tenang kembali riuh dengan kecepatan dua kali lipat. Inara dan Valea berlari mendekatinya, meremat berpegangan menjaga keseimbangan seraya menjauhi Sacia yang dipenuhi aura marah.

"Kau yang memutuskannya! Tidak ada yang boleh menyertaimu, baik aku, dia atau pun teman-temanmu!!"

Tepat setelah dia menyelesaikan perkataannya, sebuah rantai merah menjerat Zhura ke atas. Sementara Inara dan Valea terhempas, Zhura kini tergantung puluhan meter dari permukaan tanah. Jika saja ada aminofilin atau sejenisnya, Zhura mungkin tidak akan semenderita sekarang. Di bawahnya, Orang-orang terlihat sangat kecil.

"Bodoh! Bagaimana bisa aku selalu berusaha melindungimu dari hukuman ini? Semua ini kulakukan hanya untuk membuatmu tetap hidup! Macia, sedendam itukah kau padaku? Sebegitu berhargakah Rahien di matamu sampai kau terus menginjak-injak Kakakmu sendiri?!" Suara Sacia terdengar keras bahkan saat jarak mereka sangat jauh.

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang