93. Gemerlap

33 9 2
                                    


Zhura menatap pemandangan di hadapannya dengan kepungan pertanyaan di benak. Sebelah lengannya masih tergenggam Azhara, sosok yang mempunyai ide untuk datang ke sisi tebing tempat mereka berdiri sekarang. Orang-orang sedang terlelap dan mereka berdua justru pergi ke tempat gelap di malam hari. Ayolah, ini bukan hal baik. Bisa-bisa mereka dikira yang aneh-aneh.

"Kenapa kau mengajakku ke sini?" Angin malam yang bertiup membuat gigil. Hawa dingin begitu tak ramah hinggap pada tubuh Zhura yang hanya terbalut pakaian tidur.

"Aku membacanya dari gulungan perkamen yang kau berikan saat memintaku menjadikanmu muridku. Di sana, tertulis semua hal tentangmu," tutur Azhara yang dengan mata putihnya, ia memandang jauh ke depan entah ke mana

Zhura mengerutkan keningnya, "Lalu, apa hubungannya dengan ini semua?"

"Hari ini adalah hari ulang tahunmu," jawab pemuda itu menghadapkan sepenuh dirinya pada Zhura yang terlihat tercengang. Pemuda itu lalu melanjutkan, "Karena itu aku membawamu ke tempat ini."

Zhura hendak menimpali, tapi Azhara lebih dulu mengeluarkan sesuatu dari telapak tangannya. Pijaran redup meletup menyinari mereka untuk beberapa saat. Pada saat kesilauan mulai pudar, itulah saat di mana Zhura melihat stoples kaca dengan banyak kunang-kunang di dalamnya. Azhara menggenggam benda itu dengan kedua tangannya, tampak ragu.

"Kau merayakan ulang tahunku sebelumnya, jadi aku juga harus membalasnya. Namun, kekuatan dan segalanya sudah diambil dariku. Aku tidak mempunyai hadiah, atau pun kue seperti yang kau berikan. Sekarang aku sungguh tidak mempunyai apapun yang bisa kuberikan, kecuali harapan." Azhara mengulurkan stoples kaca itu pada Zhura.

"Ada yang bilang di malam-malam tertentu, kunang-kunang akan terbang ke langit. Itulah alasan mereka tidak terlihat di bumi. Aku sudah mengumpulkan kunang-kunang ini untukmu. Kau hanya perlu menyampaikan apa yang kau inginkan, dan mereka akan membawakan harapan-harapanmu pada Tuhan."

Wajah Zhura memancarkan apa yang kini hatinya rasakan. Perlahan sudut hatinya yang menghangat terus membara hingga naik dan meledak menjadi air mata. Ia mengambil benda bening itu dari tangan Azhara. Tanpa kata-kata ia menatap ratusan kunang-kunang yang hinggap di dalam stoplesnya, satu isakan lolos. Azhara yang mendengarnya langsung saja membuka suara, "Aku akan mengambilnya kembali jika kau tidak suka."

"Aku bahagia," ungkap Zhura sembari mengusap air mata harunya.

"Aku sangat bahagia sampai-sampai menangis. Bagaimana bisa kau berniat mengambil kembali hadiahku! Dasar pria jahat!" Zhura menepuk bahu pemuda di sisinya, diam-diam ia mengatur kembali napasnya yang menderu. Semuanya berjalan begitu kacau. Dia sudah berada di dunia ini selama yang ia ingat. Lailla, sosok yang ia bangun demi misinya, ternyata lebih hidup dari yang ia kira.

Faktanya semua identitas yang ada di perkamen itu adalah milik Lailla. Timbul sebersit rasa gulana ketika menyadari hari kelahiran yang dirayakan oleh Azhara bukanlah hari kelahirannya. Meskipun begitu, Lailla hidup di dalam dirinya dan itu adalah satu alasan mengapa dirinya bisa bersama Azhara. Jika itu berarti ia bisa merasakan kebahagiaan yang ia inginkan, maka selama apapun ia rela menjadi Lailla.

"Terima kasih banyak. Aku sangat senang!"

Azhara mengangguk samar, "Syukurlah."

"Ayo, kita terbangkan ini bersama setelah aku membuat harapanku!" Gadis itu memejamkan mata, mendekatkan stoples ke bibir seakan kunang-kunang di dalamnya mendengarkan doanya. Butuh beberapa saat hingga ia selesai. Ia mengambil tangan Azhara, lalu menggenggamnya di atas tutup wadah kaca itu. Dalam hitungan mundur yang dimulai Zhura dengan riang, mereka akhirnya membuka tutup itu.

Kunang-kunang yang terkumpul pun menyeruak keluar. Mereka berterbangan bersamaan hingga Zhura yang terkejut tak sadar menjatuhkan wadah kacanya. Cahaya kejinggaan menyoroti mereka, kini semuanya menjadi terlihat. Malam yang hening berubah riuh. Keindahan bersatu di hadapannya. Zhura mengangkat sebelah lengan, menggapai salah satu kunang-kunang yang terbang ke arahnya.

"Apakah indah?" tanya Azhara. Dia tidak bisa melihat apa yang terjadi, jadi yang bisa ia lakukan hanya membayangkannya.

Zhura tercenung. Mata hijaunya mulai memandangi sosok jangkung di samping, sementara terpesona menjadi hal yang tidak bisa ia cegah. Kala iris bening itu memantulkan cahaya kunang-kunang yang menyebar, helaan napas panjang pun keluar dari bibir Zhura tanda ia sungguh tergila-gila. Saat gelora perasaan itu semakin membakarnya, gadis zamrud itu tidak bisa mengendalikan diri untuk tidak terlena.

"Ya, sangat menakjubkan." Pada akhirnya, ia tetaplah Zhura yang jatuh cinta pada Azhara. Ia tertawa seraya mengambil tangan pemuda itu. Diajaknya Azhara berputar, melompat, bahkan menari di bawah kerlipan kunang-kunang. Malam berjalan terlalu syahdu, Zhura seperti tidak ingin malam ini usai setidaknya bagi dirinya. Sayang, karena pijakan yang tak stabil, mereka berdua harus jatuh di rerumputan.

"Kuharap mereka benar-benar akan menyampaikan doaku." Zhura berbaring di sana, memandang langit malam yang bertaburan cahaya kemerahan.

"Apa yang kau minta dalam doamu?" Tanya Azhara duduk di sisinya.

"Aku minta banyak hal. Yang pertama adalah semoga keluargaku, teman-temanku, dan orang-orang yang kusayangi selalu dalam keadaan baik. Lalu, aku berharap agar situasi kecau ini berakhir sehingga kedamaian bisa kembali. Aku juga berdoa semoga kau bisa segera terbebas dari roh jahat itu, dan kau akan pulih sehingga bisa hidup seperti semua orang." Ada tawa ringan yang lolos ketika Zhura mengakhiri kalimatnya.

"Kenapa kau," tanya Azhara tersenyum miris, "begitu memikirkan orang lain? Ini adalah hari ulang tahunmu, setidaknya berdoalah untuk dirimu sendiri."

"Aku juga berdoa untuk diri sendiri! Aku berharap kalau aku akan selalu dikelilingi oleh orang-orang yang menyayangiku sepenuh hati." Ia bangkit dari pembaringan, berdampingan dengan Azhara. Menelan ludah, tanpa sadar kegugupan kini menyelinap. "Hei, Azhara. Seandainya aku boleh berada di sisimu selama yang kumau, apa kau akan membiarkanku?"

Cukup lama detik berlalu diiringi suara kunang-kunang yang terbang. Zhura skeptis mendapat jawaban. Lagipula, siapa dia hingga beraninya meminta hal yang tidak pantas untuk ia dapatkan. Harusnya Zhura tidak mengatakan hal yang mungkin akan merusak hubungan mereka saat ini. Gadis itu membuka bibirnya, lebih baik jika ia menarik ucapannya yang tadi. Namun, suaranya lirih, kalah dengan suara Azhara yang lebih dulu diperdengarkan oleh pemiliknya dengan lantang.

"Sekarang dan seterusnya, kita berdua akan selalu bersama."

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang