Info : Novel ini sudah tersedia versi komik di webtoon
.
."Aku hanya menyeberangkan orang enam belas tahun sekali. Sebelumnya tidak pernah ada pemuda yang ikut dalam perjalanan gadis suci." Centaurus bertopi bulat besar yang sejak tadi mendayung di belakang Arlia tiba-tiba bersuara.
Aryana menoleh, "Kami dalam keadaan mendesak."
"Jaga pikiran kalian, jangan biarkan itu kotor jika kalian tidak mau tertimpa kesialan," timpal juru kemudi itu. Semua penumpang di perahu sontak menatapnya dengan kening membentuk kerutan sempurna.
"Paman, apa maksud Anda dengan pikiran yang kotor?" tanya Luther yang duduk di samping Aryana.
"Bersikap fleksibel dalam kehidupan. Seseorang yang kurang pengetahuan, akan terkurung dalam kesengsaraan dinding ketidaktahuan. Pada akhirnya pribadi mengeras seperti batu di dasar danau, kuat tapi terlupakan. Kepandaian bukan terletak pada jawaban, tapi pada pertanyaan. Oleh sebab itu kita tidak boleh berhenti bertanya dan tetap waspada," jelasnya.
Zhura menelan ludah, tersenyum kikuk saat matanya bertemu pandang dengan sosok centaurus itu. Arlia sendiri hanya bertopang dagu, tidak peduli. Orang-orang di perahu jelas kebingungan pada perkataan centaurus tua itu. Entah apa yang sebenarnya hendak ia bahas, tapi otak semua orang terlalu lelah untuk memahami ucapan filsafatnya.
"Maaf, bisakah Anda menjelaskan maksud Anda?" timpal Inara.
Centaurus tua di belakang Arlia berdehem. "Aku bisa memberikan informasi apapun, tapi tidak satu pun jawaban sudah aku berikan. Sungguh, hanya orang-orang sadar, yang bisa selamat dan menemukan jalan keluar dari masalah."
Sementara gadis-gadis berbisik-bisik menyuarakan kebingungan satu sama lain, Arlia justru merotasikan mata hazelnya, tak acuh. "Terserah," kata gadis itu.
Zhura berdecak, menggelengkan kepala. Tempat dan situasi rumit seperti sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk bermain teka-teki. Tidak baik memang untuk mengatakannya, tapi memang sungguh merepotkan.
"Yang Mulia!" Seruan Ramia terdengar dari perahu kedua. Zhura mengernyit melihat keadaan di perahu kedua itu yang riuh. Para gadis berteriak-teriak melihat ke sekitar dengan wajah gelisah.
"Ada apa di sana?!" Pangeran Aryana bertanya dengan raut khawatir.
"Pangeran Asyaralia menghilang!" seru elf penyuka mie itu membuat semua orang terlonjak.
"Bagaimana bisa dia hilang?! Dia duduk di depan, 'kan?!"
Ramia menggeleng, "Sebelumnya dia mabuk air, jadi dia meminta bertukar tempat ke belakang. Tapi saat aku memeriksanya lagi, dia sudah tidak ada! Juru kemudi kami juga tidak melihatnya karena Pangeran Asyaralia duduk di ujung. Mungkinkah dia terjatuh ke danau?!"
Valea menjatuhkan kepalan tangannya pada badan perahu. "Dasar bodoh," gumam gadis merah itu.
"Tapi, Ralia bisa berenang. Mana mungkin ia hilang kalau hanya terjatuh?!" timpal Aryana gusar.
Inara berdiri menyapukan matanya ke arah danau dengan ekspresi yang tidak enak dipandang, horor. "Danau ini bukan danau biasa! Aku merasakan sesuatu! Mereka mungkin yang membawa Pangeran Asyaralia!"
"Sudah kubilang orang-orang yang sadar, yang akan selamat. Jaga pikiran agar tetap bersih, aku juga sudah mengatakannya. Tapi kalian terlalu larut dalam masalah kalian, dan mengabaikan hal-hal yang berjalan tidak semestinya. Teman kalian mempunyai pandangan yang terbuka, aku takut dia terjebak oleh rayuan Scabious dan terbawa ke dunianya," ucap centaurus itu mengangkat bahu.
"Siapa Scabious?"
"Para penduduk menyebut mereka Jiwa Air. Saat menampakkan diri, para Scabious sering kali mengambil wujud manusia, tapi wujud mereka yang sebenarnya adalah ikan. Aku juga tidak pernah melihatnya langsung, karena dunia mereka berada jauh di bawah danau. Tempat ini adalah daerah kekuasaan mereka."
"Tapi jika benar mereka yang membawa Pangeran Asyaralia, apa tujuannya?" timpal seorang gadis suci.
"Pada penghujung musim seperti ini adalah waktu yang baik bagi ratu mereka untuk melangsungkan kultivasi diri. Hal itu pun tidak terpisahkan dengan musim kawin yang juga akan sampai pada puncaknya saat bulan purnama merah. Kurasa teman kalian sudah terpilih oleh ratu mereka untuk menjadi pasangannya."
"Musim kawin?!"
"Pasangan?!"
"Menikah?!"
Semua orang sontak saja memperdebatkan perkara ratu itu dengan keras. Keadaan lebih buruk terlihat dari bagaimana Aryana yang menatap lebar ke arah danau.
"Tidak mungkin! Dia akan dinikahi oleh ikan?! Tidak ... itu tidak boleh terjadi!" serunya panik.
"Anda benar, mereka tidak boleh menikah!" seru gadis-gadis suci di kedua perahu serempak.
Valea berdecak, mengalihkan wajah. "Paman, adakah yang bisa kami lakukan untuk menyelamatkannya? Maksudku, membawanya kembali?" tanyanya.
"Aku tidak bisa memastikan apa teman kalian benar-benar ada di bawah sana. Tapi jika benar, maka satu-satunya cara menyelamatkannya adalah dengan menjemputnya langsung. Tapi ingat, Scabious hanya menerima manusia."
"Kenapa hanya manusia?" tanya Zhura.
"Para jiwa air memiliki pandangan yang sensitif. Beruntung, manusia dianggapnya masuk dalam batas toleran mereka. Tapi pada ras lain, aku tidak tahu. Belum pernah ada ras lain yang bisa masuk ke sana," jawab centaurus itu menyapukan pandangan ke sekitar.
"Kalau begitu, biar aku saja!" kata Aryana bersiap-siap terjun ke air.
"Mereka menculik seorang pria, sebaiknya para gadis saja yang menjemputnya." Lagi-lagi centaurus tua itu menyanggah dengan alasan bahwa Aryana bahkan sudah berumur lebih tua dari kakeknya. Zhura mengusap telinganya yang hampir mati rasa saking dinginnya. Setelah itu ia mengalihkan pandangan ke atas. Matahari sudah naik, akan sangat merepotkan kalau terus mengulur waktu.
Pada akhirnya dia mengatakan, "Biar saya saja."
"Danau ini asing dan kita tidak tahu seberapa dalamnya. Maaf, aku tidak ingin menyinggungmu, tapi apa kau bisa menghadapinya?" Inara bertanya dengan raut khawatir.
"Yah, aku sering kali berenang di sungai waktu kecil. Kuharap ini tidak akan banyak berbeda. Dan juga, semoga ini tidak sedingin yang terlihat." Zhura melepaskan mantelnya.
"Ucapan Inara benar. Lagipula, bagaimana rupa Scabious itu tidak ada yang tahu. Bisa saja mereka berbahaya," timpal Aryana.
"Kita berada dalam kondisi 'tidak ada pilihan lain' dijadikan sebagai alasan kuat untuk memberanikan diri." Zhura kini melepaskan sepatunya dan bersiap terjun. Arlia yang duduk di tempatnya diam-diam mengamati gadis itu dengan gusar.
"Aku ikut!" Valea memutuskan turun tangan. Beberapa gadis juga menyerukan keikutsertaan mereka dalam operasi penjemputan Asyaralia. Mata Zhura sempat bertemu pandang dengan mata Arlia yang menampilkan sorot "apa kau serius?"
"Baiklah, ada tujuh gadis manusia yang akan masuk. Minum ini agar tubuh kalian beradaptasi dengan dunia mereka." Centaurus tua itu menyerahkan ramuan dalam botol sebesar ibu jari. Zhura mengawali meminum ramuan sebelum kemudian digilir pada gadis lain. Kening Zhura mengernyit tajam saat menyadari rasa ramuannya manis di lidah, tapi pahit di tenggorokan. Terdengar seperti pepatah.
"Ingat, ramuannya hanya bekerja selama lima belas menit. Setelah itu efeknya akan hilang dan tubuh kalian tidak akan beradaptasi dengan lingkungan mereka. Dampak minimalnya, kalian akan hilang kesadaran," jelas juru kemudi itu.
"Dampak maksimalnya?" Valea menimpali.
"Tentu saja, hilang kesadaran selamanya."
Baik, itu jawaban yang bagus. Tidak perlu dijelaskan lebih lanjut.
"Hei, hati-hati," kata Ramia untuk pertama kalinya mengajak Zhura bicara sejak perjalanan dimulai. Zhura tersenyum, menganggukkan kepala padanya. Setelah itu dia, Valea, dan lima gadis lain mulai duduk menurunkan kaki ke danau.
"Kalian siap?" tanya Valea yang langsung gadis-gadis jawab dengan anggukan mantap.
"Baiklah, ayo kita berenang!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cursed Journey Of Zhura
FantasíaFANTASI ROMANSA Zhura tidak pernah menyangka jika rumah misterius yang ia masuki justru membawanya ke dunia asing yang berpenghuni makhluk aneh. Dirinya dijadikan gadis yang akan dikorbankan dalam ritual maut, lalu ia tergabung dalam kelompok gadis...