Transmigrasi pt. 5

433 92 12
                                    

Maaf beestie kalau last chapter ini nggak sesuai dengan keinginan kalian. Semoga alurnya tetap oke ya~

Menatap punggung yang selama ini aku rindukan, Ibu menangis menatap ragaku dari kaca luar ruangan ICU

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menatap punggung yang selama ini aku rindukan, Ibu menangis menatap ragaku dari kaca luar ruangan ICU. "Bu. Ini aku, Y/N, anak gadis Ibu," ucapku dalam hati.

Aku melewati Lee Taeyong berjalan menghampiri Ibu. Raut wajahnya yang lelah terlihat begitu putus asa. Kutepuk bahu wanita yang aku sayangi lebih dari apapun, ia menoleh dengan air mata yang semakin bercucuran. Aku mendekap tubuhnya dengan erat, ikut menangis dalam dekapan kuatnya.

"Ibu, jangan nangis," ujarku dengan suara tercekat. Bahu yang menjadi tempatku bersandar. Tubuh yang semakin kurus itu semakin membuat diri ini tak kuasa untuk menahan genangan air di pelupuk mata yang siap untuk terjun bebas. Kuusap punggung wanita yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga setelah berpisah dengan suaminya.

"Ran, Tante sudah mengikhlaskan kepergian Y/N. Tante terima kalau  memang Y/N harus pergi. Tante nggak bisa membebani keluarga kamu untuk membiayai pengobatan anak Tante. Dengan melakukan ini, Y/N nggak akan sakit lagi."

"Ibu, maksudku.... Tante, Y/N berhak mendapat kesempatan. Beri dia waktu. Rania yakin, Y/N sedang berjuang meskipun kita nggak tahu dia di mana. Dia pasti sedih kalau tahu Tante memilih jalan ini."

Sekarang, aku baru mengerti alasan Ibu melakukan ini. Ibu tidak ingin aku semakin membebani keluarga Rania karena selama ini biaya pengobatanku keluarga Rania lah yang membayarnya.

"Mau sampai kapan?" tanya Ibu. Wanita yang hanya hidup seorang diri selama aku tidak bersamanya menatap raga Rania dengan mata sembab. Sebegitu pasrahkah Ibu dengan keadaan?

"Ini sudah keputusan Tante, nak. Dokter bilang kesempatan hidupnya pun hanya beberapa persen."

"Tapi nggak menutup kemungkinan Y/N pergi secepat ini Tante. Rania yakin, percaya sama Rania. Jangan lakuin itu, Rania mohon...."

"Permisi, dengan keluarga pasien. Bisa ikuti saya untuk tanda-tangan berkas?" Seorang perawat datang membawa sebuah berkas yang aku yakini surat persetujuan. Aku menarik pergelangan tangan Ibu lalu menggeleng kuat, memberikan penolakan dan memohon kepadanya untuk tidak melakukan itu.

Tidak ada perubahan dari ragaku membuat Ibu berpikir untuk mengikhlaskan kepergian anaknya. Pada awalnya aku merasa kecewa dengan keputusan Ibu. Bagaimana Ibu tidak percaya kepadaku? Bagaimana aku bisa meninggalkan Ibu tanpa berpamitan padanya?

"Bu, Y/N nggak akan ninggalin Ibu tanpa berpamitan." Segala cara telah aku lakukan. Ibu tetap berjalan mengekori perawat itu membuatku menangis histeris. Mengapa tidak ada yang bisa menyadari bahwa aku bukanlah Rania. Aku Y/N, gadis yang raganya sedang terbaring lemah di atas ranjang kamar ICU.

"Sayang...." Jaehyun datang merengkuh tubuh Rania ketika dirasa situasi mulai tidak kondusif. "Ini udah keputusan yang terbaik," lanjutnya.

"Tahu apa kamu?! Tahu apa kamu yang terbaik buat aku? Apa kamu begitu membenciku, Jaehyun? Kamu nggak membantu sama sekali. Aku masih hidup! Lalu bagaimana aku bisa kembali kalau Ibu mau aku mati?"

JAEHYUN IMAGINES (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang