Pernah merasa menjadi pelaku pembunuhan yang dibombardir sama banyak pertanyaan nggak? Gue merasa kayak gitu sekarang. Disidang oleh beberapa orang yang banyak melontarkan pertanyaan yang cukup menyudutkan gue sedangkan pelaku utama cuma bisa ketawa-ketiwi, senyam-senyum dari tadi. Rasanya gue mau mencakar wajah gantengnya itu. Kenapa bisa dia nggak merasa bersalah padahal udah mempermainkan hati gue?
"Gue malah nggak tahu kalau ternyata mereka terlibat cinta," ujar kak Taeil. Pria itu tak pernah luput menggenggam tangan kak Yerin yang sedang duduk di sebelahnya. Berasa mau nyebrang jalan. Heran banget gue lihatnya.
Iri? Nggak juga ya, gue cuma heran sama mereka yang terlalu bucin.
"Untungnya bukan cinta segitiga. Kebayang dong bakal gimana jadinya," celetuk kak Taeyong. Kak Yerin mengangguk membenarkan.
"Susah sih kalau pada gengsi. Makan tuh gengsi. Kalau misalnya gue nggak bilang ada cowok lain yang pengen serius sama Y/N. Lo nggak bakalan maju duluan kayak gini kan, Jae?" tanya kak Taeyong. Gue merubah posisi. Menatap Jaehyun dari samping, menunggu jawaban dari dia.
"Kalau pun emang udah terlanjur, gue tinggal nunggu dia cerai sama lakinya. Atau gue bunuh aja lakinya sekalian."
Sontak gue mencubit lengannya. Nggak suka dengan ucapannya tadi "Omongannya."
"Apa yang lo suka dari Y/N?" tanya kak Yerin. Tiba-tiba banget. Kenapa jadi bahas masalah gue sama Jaehyun sedangkan baru saja pesta pertunangan kak Yerin dan kak Taeil digelar?
"Nggak ada. Sebetulnya nggak ada yang menarik dari adek lo. Nggak tahu kenapa gue pengen aja selalu ada di dekat dia buat mastiin dia aman dan nyaman. Yang jelas gue pengen dia selalu bahagia di samping gue.*
"Cieeee....." sahut mereka serempak.
"Keren kan gue?" tanya Jaehyun melirik ke arah gue.
Gue udah pernah bilang belum? Jaehyun itu tipe pria yang memiliki kepercayaan diri tingkat tinggi.
Keren, keren, gundulmu!
"Cinta nggak butuh alasan yang pasti. Gue mau serius sama cewek yang ada di samping gue ini. Maka dari itu, gue minta ijin dari kalian semua. Gue mau seriusin dia. Gue mau bahagiain dia. Gue nggak bisa janji kalau gue bakal setia dan nggak nyakitin dia. Tapi gue bakal berusaha buat bikin dia jadi wanita yang paling bersyukur di dunia ini."
Baik kak Yerin dan kak Reyna, keduanya menatap gue dengan senyum yang mengembang. Gue baru sadar kalau Jaehyun sedang meminta ijin dan menyatakan perasaannya langsung di depan kakak-kakak gue sekarang. Sekeren itu dia.
"Jadi, gimana Y/N?"
Gue menoleh ke arah kak Taeyong. Menatap mereka bergantian, setelahnya menatap Jaehyun yang sedang menunggu. "Kamu terima itikad baik Jaehyun nggak?"
"Nggak," balas gue mantap. Raut wajah Jaehyun berubah menjadi lesu. "Nggak nolak maksudnya," balas gue sambil terkekeh. "Tapi, aku masih kesel ya sama dia," ungkap gue. Yang lain tertawa menyaksikan gue yang sedang merajuk.
Jaehyun menarik pergelangan tangan gue. "Kan aku udah minta maaf."
"Ya tetap aja, lo nyebelin."
"Maaf dong sayang...."
"Aduh-aduh, kayaknya udah harus kita tinggal ini duo sejoli yang lagi pada kasmaran. Biarin mereka nyelesain masalahnya berdua deh. Bubar yuk yang lain. Istirahat," pinta kak Taeyong. "Kamu juga udah malam, nggak baik buat janinnya," Kak Taeyong mengusap lembut perut buncit kak Reyna ngebuat gue tersenyum. Lucu kali ya kalau gue yang hamil?
"Jae, jangan macam-macam lo sama Y/N. Macem-macem gue sunat lagi otong lo," tegas kak Taeyong.
***
"Aku nggak suka." Tiba-tiba saja dia menghubungi gue lalu mengatakan kalimat itu.
"Salam dulu dong," kata gue. Tangan gue masih sibuk menyiapkan sarapan pagi. Ya, setelah cuti selesai gue kembali pada kehidupan gue. Melanjutkan hidup di Malang seperti biasanya. Belajar dan bekerja sesuai dengan apa yang gue impikan.
Jaehyun nggak pernah menentang apa yang gue mau. Dia selalu menjadi support system terbaik yang pernah gue miliki. Namun, entah mengapa, dia jadi uring-uringan semenjak tahu siapa pria yang mau serius dengan gue juga.
Pada akhirnya kak Doyoung menyatakan perasaannya. Dia nggak meminta gue untuk membalas perasaannya karena dia tahu siapa pria yang gue pilih.
Semoga kak Doyoung mendapatkan wanita yang lebih baik daripada gue. Kecanggungan sempat membuat kinerja kami menurun. Kak Doyoung selalu bilang jangan mencampuradukkan urusan pribadi dengan urusan kantor. Tapi, tetap aja rasanya bakalan aneh ketika kita merasa bersalah atau nggak enak hati karena menolak cinta seseorang apalagi teman satu kantor.
"Sayang...."
"Apa sih? Masih pagi ya, nggak usah aneh-aneh."
"Sampai kapan kita mau LDR?" tanya nya dengan tatapan serius.
"Kamu udah sarapan?"
"Jawab dulu pertanyaan aku, bukan malah melontarkan pertanyaan yang lain," tegasnya. Gue menatap dirinya lewat layar ponsel karena dia yang menghubungi gue melalui video call.
"Setelah aku nyelesaiin S2, aku bakal balik ke Jakarta."
"Lama banget," protesnya.
"Astaghfirullah, cuma dua tahun ya Jung. Makanya doain pacarnya supaya cepet lulus. Kan kamu juga yang bangga jadinya."
"Aku mau kuliah lagi aja deh."
"Lanjut S2?"
"Es teler. Ya iya S2. Kalau bisa lanjut S3 biar sekalian ngajarin anak kita nanti."
Gue tersenyum menanggapi banyolannya. Gue beritahu, Jaehyun itu bukan tipe pria yang serius dengan ucapan dan tingkah laku. Sulit buat memprediksi apa yang mau dia lakuin.
"Oke, aku cuma bisa dukung kamu."
"Kamu nggak ada niatan mau resign dari kantor kamu sekarang? Kalau pun kamu nggak kerja, aku masih sanggup kok kasih biaya hidup kamu di sana termasuk biaya kuliah kamu."
"Ngaco banget. Kita belum ada ikatan pernikahan ya. Kenapa harus kamu biayain hidup aku?"
"Makanya kalau aku ajak nikah itu tuh mau."
"Kebelet nikah banget atau gimana ya Pak? Kamu kira nikah itu gampang. Banyak hal yang harus kita perhitungkan."
"Gue cuma takut lo berpaling dari gue." jawabannya sukses membuat gue tersenyum lebar.
"Setakut itu?"
"Yaiya, secara cowok yang namanya Kim Doyoung itu masih naksir sama kamu. Apalagi kamu sering satu tim sama dia. Gimana aku nggak khawatir kalau kamu berpaling dari aku nanti."
"Lo lagi cemburu ya Jung?"
"Aku cemburu? Karena kamu deket sama dia? Iya sih. Kamu bayangin aja, setiap hari dia bisa lihat wajah cantik kamu. Lah aku, cuma bisa mandangin kamu lewat layar hape."
"Tapi kan tiap Minggu kamu nyusul aku kemari?"
"Kurang sayang. Aku tuh maunya tiap bangun pagi bisa ngeliat wajah kamu yang masih polos di atas tempat tidur. Sebelum tidur pun juga gitu. Ngerti kan maksudnya?"
Kasihan juga gue sama dia. Dia bukan tipe orang yang kuat menahan rindu apalagi kita harus LDR selama beberapa tahun. Tapi anehnya dia kuat tuh nggak ngabarin gue selama satu bulan.
"Jadi, kamu maunya gimana?"
"Aku aja yang resign, nyusulin kamu, kerja di tempat Bang Yuta."
"Jangan gila kamu ya!"
Semakin bikin kepala gue pusing aja kalau dia nyusulin gue kemari.
KAMU SEDANG MEMBACA
JAEHYUN IMAGINES (COMPLETE)
FanfictionWork ini adalah lanjutan kisah Jaehyun As. Mungkin cerita sebelumnya lebih menceritakan perihal Jika Jaehyun menjadi, tapi work kali ini lebih mengangkat ke topik permasalahannya. Ada kemungkinan juga beberapa Chapter yang belum terselesaikan di par...