Menatap ke arah lain dengan jengah karena selalu mendapat tekanan sana sini. Gue nggak pernah merasa aman dan nyaman kalau berada di rumah. Jelas, perlakuan papa dan mama ke gue itu sangat berbeda.
"Kalau orang tua ngomong itu kamu tatap matanya."
"Mah, ditahan dulu marahnya. Y/N sama Taeyong juga baru sampai. Besok kan acaranya Yerin," bela kak Taeyong.
"Mama cuma nanya kenapa dia nggak pernah ngehubungin Mama atau Papa? Bahkan ke Yerin juga nggak pernah dia chat nanyain kabar orang tua. Apa itu pantas dilakukan seorang anak?"
Lalu gimana sama mereka? Bahkan mereka nggak pernah ada niatan untuk nanyain gimana kondisi gue di sana. Contoh kecilnya, tanya gimana kondisi gue, betah atau enggak di sana.
"Y/N. Minta maaf karena terlalu sibuk sampai nggak ngabarin atau nanya keadaan orang rumah." Pada akhirnya gue hanya bisa mengalah.
Mama memilih untuk pergi meninggalkan ruang tamu sedangkan gue memilih untuk duduk di kursi favorit gue. Kursi yang sengaja di letakkan di sudut ruangan menghadap ke arah kolam renang.
Kak Reyna menghampiri dan mengusap bahu gue pelan. "Yang sabar. Nggak usah kamu ambil hati omongan Mama tadi."
Gue mendongak, menatap wanita cantik yang tengah mengandung itu. "Kadang aku capek Kak," ujar gue terus terang.
Gue nggak bohong, kalau gue memang capek dengan keadaan di rumah. Gue merasa terasingkan. Nggak ada yang peduli dengan perasaan gue. Gue hanya perlu mengikuti kemauan orang tua.
Like what? Ini hidup gue anjir kenapa harus diatur-atur meskipun gue tahu orang tua sendiri yang mengatur hidup gue. Tapi gue punya pilihan, gue punya hak untuk diri gue sendiri.
"Istirahat sana," perintah kak Taeyong.
Gue mengangguk mengikuti perintahnya lalu berpamitan. "Aku ke atas dulu."
"Iya," balas kak Reyna.
Gue menaiki anak tangga. Baru sebulan ditinggal nggak ada yang berubah dengan rumah ini. Masih terlihat menakutkan di mata gue.
"Kadang aku kasihan kalau liat Y/N kayak gitu, Mas."
"Mau gimana lagi, Papa dan Mama memang terlalu keras sama dia. Mas juga udah sering ngomong ke mereka. Tapi yang namanya anak, se- dewasa apapun kita, akan tetap dianggap seperti anak kecil yang nggak mengerti apa-apa. Jarang ada orang tua yang terbuka pemikirannya. Di saat Mas membela Y/N. Mas akan dianggap terlalu memanjakan dan berujung dengan kami yang ribut."
Gue menatap kak Taeyong dari anak tangga yang gue pijak. Setulus itu dia membela dan menyayangi gue. Apa memang di dunia ini cuma Kak Taeyong yang sayang sama gue?
Pemikiran orang tua kita memang terlalu kolot. Sama sekali nggak terbuka. Nggak bisa menerima saran dan kritik dari anak-anak mereka. Mereka menganggap bahwa mereka lebih tau dari kita karena lebih dulu menelan pahit manisnya kehidupan.
"Welcome!"
"Kak Yerin?"
"Nggak suka ya Kakak masuk ke kamar kamu?"
"Nggak gitu," balas gue. Gue tersenyum sesaat. Mendekatinya yang sedang berdiri di sisi ranjang.
"Kangen banget Kakak sama kamu. Rumah sepi banget nggak ada kamu tahu." Iyakah? Bukannya itu yang kalian inginkan sejak awal?
Gue melepas pelukannya. Menatap kedua mata cantiknya. Ya, dia memang selalu cantik dan manis. Bagaimana pria tidak terpikat olehnya terlebih dia memiliki hati yang begitu tulus.
"Cie, sebentar lagi mau nikah. Selamat ya Kak."
"Kamu seneng nggak?"
"Ya seneng lah, masa iya aku nggak seneng atas kebahagiaan Kakak. Sorry baru bisa datang sekarang. Aku nggak bisa bantu banyak jadinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
JAEHYUN IMAGINES (COMPLETE)
FanfictionWork ini adalah lanjutan kisah Jaehyun As. Mungkin cerita sebelumnya lebih menceritakan perihal Jika Jaehyun menjadi, tapi work kali ini lebih mengangkat ke topik permasalahannya. Ada kemungkinan juga beberapa Chapter yang belum terselesaikan di par...