Kita berpusat pada Jaehyun dan mbak yeen dulu ya. Biarkan mereka berbicara serius di chapter kali ini.
Bintang pada malam ini tidak begitu nampak, sangat berbeda seperti malam-malam sebelumnya. Entah ke mana mereka sedang berkumpul malam ini.
Hanya ditemani semilir angin malam, aku kembali mengeratkan sweater berwarna peach yang aku kenakan. Udara malam ini begitu dingin, sayangnya tidak ada niat sedikitpun untukku beranjak dari tempat ini.
Menatap langit malam mungkin sudah menjadi kebiasaan sejak dulu saat dimana aku sedang dilanda keresahan. Aku tidak bisa berpikir jernih saat mengetahui fakta bahwa suamiku adalah mantan suami dari Rania, yang notabennya adalah sahabatku sendiri.
Apa yang ada dipikiran Jaehyun saat memilih berpisah lalu berpaling dari Rania?
Beberapa bulan berlalu, memori yang terlupakan itu belum juga bisa kuingat. Aku tidak memaksakan diri untuk mengingat semuanya. Tetapi, ketika aku mengingat beberapa potongan puzzle itu, bukankah menjadi hal yang sangat bagus?
Kembali berpikir. Bisa saja aku merupakan orang ketiga di antara hubungan mereka? Bodoh, mengapa bisa aku melakukan hal gila seperti ini? Sedangkan diluaran sana masih banyak pria yang lebih segalanya dari Jaehyun.
Di sini, aku tidak memiliki hak untuk menyalahkan siapapun. Justru aku merasa bersalah, tentunya kepada Rania.
Kehangatan mulai menjalar pada tubuhku. Aku sadar apa yang membuat tubuhku kembali menghangat. "Ibu?"
"Angin malam nggak baik buat kesehatan kamu." Perkiraanku ternyata salah. Aku kira Ibu yang sedang menyampirkan selimut pada tubuhku.
Laki-laki yang kuhindari beberapa hari belakangan ini menarik tubuhku lebih mendekat padanya. Jaehyun sengaja berdiri tepat di belakangku. Membiarkan tubuh ini bersandar pada tubuhnya.
Aku tidak munafik bahwa perlakuannya seringkali membuatku nyaman. Namun, sayangnya rasa bersalahku pada Rania lebih dominan. Sungguh, aku tidak bisa melanjutkan pernikahan ini. Apa yang sedang kami lakukan ini merupakan kesalahan.
"Jangan terlalu lama berdiri. Kamu masih perlu banyak terapi," ucap Jaehyun memperingati. Yang dia katakan ada benarnya. Masih banyak terapi yang aku butuhkan. Kabar baiknya, aku sudah tidak mengenakan kursi roda, itu yang membuatku berkali lipat mengucap syukur. Selalu berterima kasih bahwa Tuhan selalu menyayangiku.
"Ayo masuk." Jaehyun mengajakku kembali memasuki kamar, menuntunku ke dalam kamar yang kami tiduri semenjak menjadi sepasang suami-istri. "Di mana tongkatnya?" tanyanya kebingungan setelah dirinya menyadari tidak melihat tongkat yang biasa menemaniku berjalan berada pada tempatnya.
"Balkon," balasku.
Jaehyun mengangguk mengerti, tubuhnya berbalik lalu menjauh. Kutatap punggung tegapnya yang sedang berjalan ke arah balkon. Wajahnya yang letih kembali terlihat, ia menutup dan mengunci pintu yang menghubungkan kamar ini dengan balkon kamar, tak lupa dengan sepasang tongkat yang dirinya simpan pada tempatnya tepat di samping ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
JAEHYUN IMAGINES (COMPLETE)
FanfictionWork ini adalah lanjutan kisah Jaehyun As. Mungkin cerita sebelumnya lebih menceritakan perihal Jika Jaehyun menjadi, tapi work kali ini lebih mengangkat ke topik permasalahannya. Ada kemungkinan juga beberapa Chapter yang belum terselesaikan di par...