Kamu Pilih Aku atau Dia pt. 4

338 74 3
                                    

Kematian merupakan suatu hal yang tak pantas dijadikan lelucon. Tidak pernah pantas. Tetapi mengapa satu keluarga menganggap seseorang mati padahal orang itu masih hidup? Apa mereka sudah gila?

Gue nggak gila, gue masih waras, jelas-jelas gue lihat Mbak Nara berdiri di depan pintu rumah. Meskipun gue belum pernah ketemu tapi tatapan rindunya pas lihat Jenandra itu beda.

Apakah seseorang yang beberapa hari belakangan dilihatnya hanyalah sebuah ilusi? Atau reinkarnasi? Masih adakah manusia yang percaya dengan hal tersebut? Rasanya tidak mungkin. Orang yang sudah mati bisa kembali hidup pada tubuh yang sama. Kecuali yang dirinya lihat bukanlah sosok Nara, mungkin dia akan percaya.

Sejak kapan gue bisa ngelihat setan? Kalau pun bisa, seharusnya gue bisa lihat dong di tempat ini? Secara rumah sakit kan sarangnya dedemit.

"Dor!"

"Setan terbang!"

Semua penghuni kantin tertawa menyaksikan kehebohan yang dilakukan Y/N. Gadis itu pun menatap Biantara dengan gemas. "Nggak usah ngagetin kenapa sih Mas- eh, dok." Bahkan dirinya sampai lupa di mana tempatnya berpijak sekarang.

Biantara mengulas senyum. Masih dengan jas dokter yang melekat pada tubuhnya, pria itu menarik kursi yang ada di hadapan Y/N lalu duduk di sana.

"Kenapa? Penting banget ya sampai harus nyusul ke sini? Keponakan gue mana?"

"Sama Oma nya. Dokter saya mau tanya deh."

"Santai aja kali, lo juga udah nggak nugas di sini."

"Nggak enak sama yang lain tahu. By the way, dokter Taeyong masih nugas di sini kan?"

"Heh, udah kawin masih aja gatel ke cowok lain," sahut Biantara mengingatkan.

"Hanya mengagumi. Tolong digaris bawahi," balasnya dengan mata memicing.

"Terus ngapain lo nyuruh gue ke sini kalau cuma mau buang waktu berharga gue?"

Y/N menarik napas dalam-dalam. Tampak terlihat ragu ingin mengatakan suatu hal yang cukup sensitif terlebih perihal seseorang yang sudah pergi lebih dahulu.

Terlalu lama menunggu, Biantara menepuk bahu Y/N pelan. "Ngomong, jangan diam aja."

"Ya sabar, ini juga lagi persiapan."

Biantara mencibir, "ngomong tinggal ngomong pake segala persiapan."

"Gini ya," ucap Y/N sedikit menjeda. "Sorry kalau misalnya lo merasa tersinggung. Duh, gimana ya ngomongnya-"

"Ngomong aja, gue nggak bakal marah."

Semakin yakin, ia melanjutkan kalimatnya setelah mendapatkan respon positif dari nara sumber. "Bukan bermaksud kepo, tapi ada yang mengganjal di pikiran gue perihal kepergiannya Mama Jenandra. Sorry banget kalau gue malah ngungkit atau bikin lo sedih ya Mas. Jujur aja, gue tuh lagi dilema sekarang. Makanya gue perlu info tentang itu, cuma lo satu-satunya yang jadi harapan gue. Nggak mungkin juga gue nanya sama Papa nya Jenandra apalagi Jenandra."

"Kenapa? Apa yang ganggu pikiran lo?"

"Salah banget sih jujur, gue ngerasa bersalah banget nanya beginian. Duh, Maaf Ya Gusti Nu Agung. Beribu maaf karena gue nanya soal ginian. Boleh gue tahu penyebab kematian Mbak Nara?"

Biantara nampak terkejut tetapi ia bisa mengendalikan keterkejutannya. Memang Biantara dan keluarga tidak pernah memberitahu kepada siapa pun penyebab kematian wanita yang melahirkan Jenandra. Semua yang telah terjadi benar-benar dirinya tutupi rapat-rapat.

"Kecelakaan." Satu kata yang mampu membuat Y/N terdiam namun otaknya kembali bekerja.

Separah itu ya sampai menyebabkan kematian? Nggak mungkin banget kan gue nanya yang lebih spesifik? Nanya beginian aja udah aneh banget.

"Waktu usia kandungannya masuk 8 bulan, makanya Jenandra lahir premature." Hanya itu yang bisa Biantara katakan, selebihnya dia tidak memiliki hak untuk menjelaskan apalagi perihal aib keluarga yang harus ditutup rapat-rapat.

"Turut sedih dengernya. Pantas kalau Papa nya Abang sampai gamon gitu."

"Hah?"

"Eh, enggak. Mas, lo percaya adanya reinkarnasi?"

"Gue tahu, ujung-ujungnya pertanyaan lo bakalan ngaco."

"Dih, serius. Gue pengen tahu pendapat lo," katanya sembari menahan lengan Biantara.

"Ya lo aneh, masa iya percaya sama begituan. Orang yang udah mati itu punya tempat sendiri. Nggak mungkin bisa hidup ke dunia lagi."

"Misal nih, lo lihat orang yang mirip banget sama orang yang udah meninggal. Gimana perasaan lo? Lo pasti mikir kan Mas? Kaget juga berasa kayak di datengin hantu. Tapi masalahnya, bukan cuma sekali dua kali. Gue sering mergokin dia juga. Kalau pun setan pasti nggak nampak di tanah kan? Lah, ini dia nampak, jelas banget malah."

Semakin pusing Biantara dibuatnya. Kelakuan absurd Y/N memang diatas rata-rata. Lalu masalahnya di mana? Bisa saja kan orang yang dilihat Y/N memiliki kembaran.

"Punya kembaran kali," celetuk Biantara.

"Mbak Nara punya kembaran?"

"Jadi yang lo lihat Nara? Duh, Y/N. Nggak mungkin banget, jelas-jelas gue yang nganterin dia sampai liang lahat. Jangan menyebar info yang aneh-aneh."

"Nggak Mas, gue nggak bohong kok. Jelas-jelas mirip. Bahkan gue sering lihat wajahnya setiap hari di kamar. Masa iya gue bego nggak bisa bedain. Yakali gue halusinasi. Gue nggak gila. Lo perlu bukti? Gue punya. Bentar-" Dengan cekatan ia meraih ponselnya yang tersimpan di dalam tas. Lalu mencari foto hasil jepretannya beberapa kali saat bertemu dengan wanita yang mirip sekali dengan Nara.

Sembari mengulurkan ponsel ke arah Biantara, Y/N berkata dengan suara pelan. "Nih, percaya kan sekarang? Dia, mirip banget sama Mama nya Jenandra."

"Mas?" Tak ada jawaban dari Biantara.

"Mas, malah bengong."

"Lo lagi ngeprank gue ya?"

"Astaghfirullah, lo lagi nggak ultah sekarang. Kalau lo bingung gue juga orang yang paling bingung di sini Mas. Kalau lo takut, gue juga takut. Hari itu ke tujuh kalinya gue mergokin cewek itu di depan pagar rumah lagi lihat Jenandra main. Tatapan rindunya itu nggak bisa bohong. Apa benar Mbak Nara nggak punya kembaran?"

"Nara nggak punya kembaran. Sama sekali nggak."

"Terus, dia siapa?"

"Kalau lo nanya gue, gue juga nggak tahu. Biar gue yang cari tahu. Tolong sembunyiin ini dari siapa pun. Kalau lo ada dalam masalah kabarin gue."

"Iya."

Suara dering ponsel mengalihkan keduanya. Y/N yang paham segera mempersilahkan Najendra untuk pergi. "Sorry, ada panggilan."

"It's ok. Jangan dipikirin juga."

Pria berparas cantik itu pun mengangguk. "Gue duluan," pamitnya.

"Mampus gue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mampus gue. Segala lupa ijin ke papa nya Andra. Alamat kena omelan deh ini."









Ada rahasia apa ya kira-kira?

JAEHYUN IMAGINES (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang