Melupakan itu merupakan perkara sulit apalagi si bapak jahe ini bucin bener sama mendiang sang istri. Ya gimana ya, namanya juga cinta pake ketulusan beda ceritanya pokonya mah. Langsung next aja, gimana respon nya si duda satu ini setelah tahu bahwa cewek yang dia kira istrinya ternyata bukan.
Aku mendadak bungkam seribu bahasa, tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Lebih tepatnya merasa iba dengan apa yang dialami pria yang sedang terduduk di hadapanku saat ini. Wajahnya menunduk menatap lantai. Ada rasa kecewa yang begitu besar.
Kehilangan seseorang memang perkara yang cukup sulit. Apalagi ditinggal mati, maksudku. Kita tidak akan melihat wajahnya lagi setelah kepergian orang yang kita sayangi. Aku paham bagaimana rasanya karena aku juga mengalaminya. Kehilangan sosok mama yang begitu aku sayangi.
Rasa rindu itu pasti ada, aku tak munafik bahwa aku merindukan mama sekaligus merasa kehilangan. Biasanya mama yang selalu menungguku di rumah, menyiapkanku bekal, memberikanku semangat ketika papa terlalu berlebihan kepadaku. Dan sekarang, aku tidak memiliki tempat untuk bersandar seperti yang mama lakukan saat dimana aku sedang bertengkar hebat dengan papa. Aku mengakui, diri ini bukanlah anak yang berbakti. Nyatanya ada saja keributan yang aku buat ketika aku tidak sejalan dengan papa. Sepertinya sifat keras kepala ini menurun dari papa.
"Jae?"
"Nggak mungkin," ucapnya lirih, seakan tidak mampu menghadapi kenyataan pahit yang sedang dirinya alami. Pria yang selalu dipanggil Jae ini mendongak menatapku dengan tatapan teduhnya. "Bilang sama aku, aku punya salah apa sama kamu?"
"Jae—"
"Diam Bang," ujarnya menatap nanar seseorang yang sejak tadi menarik pergelangan tangannya agar berdiri. Pandanganku teralih menatap Joana yang sedang kebingungan. Jangankan dirinya, aku pun tidak pernah mengantisipasi hal ini akan terjadi. Bagaimana bisa aku begitu mirip dengan mendiang istri Mas Jae, terlebih nama kami pun sama. Ayolah, aku bukan hidup di negeri dongeng dan percaya adanya reinkarnasi.
"Jae, berdiri. Istri lo udah tenang di sana. Ayo pulang, lo buat mereka takut."
Alih-alih mengikuti saran dari temannya, pria yang sudah pasrah ini justru terkekeh pelan. "Lo sengaja kan? Masih cinta sama istri gue apa gimana?" tanyanya sembari bertepuk tangan. Mengapa jadi runyam seperti ini sedang aku tak mengerti apapun dengan apa yang sedang mereka bicarakan.
"Hebat lo, perlu dapat penghargaan kayaknya. Bertahun-tahun lo ngejauhin dia dari gue," katanya sinis. " Lo tahu persis gimana gilanya gue pas nggak ada dia. Tahu gimana struggle-nya gue lanjutin hidup tanpa dia atau jangan-jangan, skenario ini udah lo atur sedemikian rupa bareng Yuda? Kalian sengaja kan ngejauhin gue sama Y/N? Dan bisa jadi Rania masih hidup."
"Lo ngomong apaan sat?! Bukan cuma lo di sini yang merasa kehilangan. Lo pikir gue enggak? Lebih sulit mana ketika gue ngebesarin Theo tanpa sosok seorang ibu yang seharusnya Rania ikut membesarkan anak kami? Gue sama lo, kita itu sama. Sayangnya gue bukan lo yang semakin terpuruk dan pasrah dengan keadaan. Kalau gue bisa melewati semuanya, kenapa elo enggak? Gadis yang ada di hadapan lo sekarang ini bukan wanita yang elo cintai, Jae. Buka mata lo! Dia memang Y/N tapi bukan Y/N. Paham? Buat apa juga gue sekap bini lo di sini? Gue aja baru tahu kalau cewek yang tinggal sama Joana punya paras yang mirip kayak mendiang istri lo."
Sebentar, jadi pria yang sedang menahan emosinya saat ini adalah kekasih dari Joana? Apa dia juga seorang duda? Kenapa bisa Joana memilih seorang duda beranak satu untuk menjadi kekasihnya? Kepalaku tiba-tiba berdenyut mencoba mencerna situasi ini.
"Sayang...."
"Get the fuck out of here! Kepala gue sakit. Mending kalian pergi dari sini. Gue perjelas lagi. Gue memang Yourname, tapi bukan Yourname yang kalian maksud. Tolong, jangan sangkut pautin gue ke dalam urusan kalian lagi. Hidup gue juga udah berantakan. So please, i don’t give a fuck about it."
Aku menatap Joana yang juga sedang menatapku. Tatapan lelah aku perlihatkan kepadanya. "Jo, tolong," tekanku meminta bantuan. Bukannya aku tidak tahu diri karena mengusir mereka yang justru memiliki kuasa penuh atas unit ini. Tetapi, aku butuh waktu sendiri. Apa yang terjadi barusan sungguh membuat kepalaku sakit. Tidak pernah terbayangkan aku mengalami kejadian aneh seperti ini.
🍂🍂🍂
"Udah baikan?" Joana menyembulkan kepala dari balik pintu. Aku mengangguk, mempersilahkan dirinya untuk masuk. "Masih pusing?" tanyanya hati-hati. Banyak pertanyaan yang bersarang dalam benakku. Dan aku butuh penjelasan darinya.
"Duduk Jo."
"Y/N...."
"Gue tahu, nggak selamanya gue harus tahu apapun tentang lo. Kita udah sepakat menjaga privasi masing-masing. Lo nggak cerita tentang sugar daddy lo itu pasti karena belum siap cerita kan? Gue nggak marah, karena itu hak lo, Jo. Tapi, kenapa harus dia?"
"Gue sayang sama dia. Terlepas dari statusnya yang seorang duda dan memiliki seorang anak. Lo tahu gue suka banget sama anak kecil kan? Kalau lo mengira dia sugar daddy gue, lo salah besar. Gue sama dia menjalin kasih yang benar-benar tulus, nggak ada hal menyimpang yang lagi ada dibenak lo itu. Kita sama-sama menjaga apa yang harus dijaga. Mas Taeyong itu dewasa. Gue menghormati dia begitupun dia juga menghormati gue sebagai seorang wanita."
"Sorry, gue nggak ada niat buat —"
"It's ok. Gue tahu kalau lo masih syok dan bingung sama kejadian tadi. Secara garis besar Mas Taeyong udah cerita sama gue.
"Jo, beneran, gue nggak ada niat buat ngusir mereka. Tapi—"
"Iya, tenang aja. Gue udah jelasin ke Mas Taeyong dan dia paham kok. Mungkin setelah ini hidup lo bakal lebih berat karena sepupu Mas Taeyong masih bersikap denial."
"Maksudnya? Dia nggak percaya kalau istrinya udah tiada?" tanyaku semakin penasaran. Apa pria itu benar-benar gila sampai tidak bisa membedakan mana kenyataan dan halusinasi?
"Dia percaya adanya reinkarnasi."
"What the—"
"Yang sabar ya." Joana menepuk kepala gue pelan. Harus bagaimana lagi aku menjelaskan kepada Om duda itu bahwa aku bukanlah istrinya.
"Damn it, mending mati aja gue. Masalah sama papa belum kelar udah ada lagi aja duda satu yang nggak jelas kedatangannya."
"Seneng lo?" tanyaku kepada Joana ketika melihat dirinya yang menahan tawa.
"Kayaknya kita memang ditakdirkan untuk berurusan sama duda, ya nggak sih?"
"Lo, aja, gue mah ogah. Masih ada Mas Minhyun yang gantengnya paripurna di depan mata. Eh, by the why. Mas Minhyun udah punya pacar belum sih?"
"Emangnya kalau belum mau diapain?"
"Ya mau gue gaet lah. Sayang banget modelan dia kalau gue anggurin."
"Duh, bocah. Kelakuan. Usia lo sama dia itu terpaut jauh."
Aku mendengus, mencibir kalimatnya barusan. "Suka nggak sadar diri. Situ juga jatuh cinta sama om-om anak satu ya."
"Heh, agaknya bukan kepala lo aja yang mesti diperiksa dokter, mata lo juga harus diperiksa kayaknya. Nggak lihat apa Mas Taeyong lebih ganteng dari Mas Minhyun dan Mas Jaehyun."
"Mas Jaehyun?" Sepertinya nama itu begitu familiar di telinga.
"Iya, yang lagi ngejar-ngejar lo sekarang itu Mas Jaehyun. Kalau emang suatu saat lo jatuh cinta sama dia. Gue yang paling ngakak sih, secara lo menolak. Jangan terlalu benci ya sayang. Nggak lucu kalau tiba-tiba lo sebar undangan lebih dulu dari gue."
"Sialan!" Aku melempar bantal ke arahnya sebelum dirinya menutup pintu kamar. "Duh, amit-amit. Gue cuma mau punya suami modelan Mas Minhyun. Bila perlu gue pelet itu dia."
- TO BE CONTINUED -
Bakal ada kisah apa lagi ya antara bapak Jahe dan si Barbara yeen.
KAMU SEDANG MEMBACA
JAEHYUN IMAGINES (COMPLETE)
FanfictionWork ini adalah lanjutan kisah Jaehyun As. Mungkin cerita sebelumnya lebih menceritakan perihal Jika Jaehyun menjadi, tapi work kali ini lebih mengangkat ke topik permasalahannya. Ada kemungkinan juga beberapa Chapter yang belum terselesaikan di par...