Promise

18.1K 1.1K 9
                                    

By : Mia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

By : Mia


Sesudah baca jangan lupa tinggalkan jejak ya :) Aku masih harus banyak belajar tentang penulisan, jadi kritik sangat diperlukan ^_^ Thank you <3


-oOo-


-Mia POV-


Apa alasanku menyukai Jungkook?

Pertama, aku jatuh cinta dengan matanya. Kedua, aku jatuh cinta dengan suaranya. Ketiga, aku jatuh cinta dengan pribadinya. Dan terakhir, aku jatuh cinta dengan segala tentang dirinya. Sekarang kuakui, aku tak bisa lepas dari genggamannya. Dia yang mengendalikanku, dia yang mengetahui segala tentang diriku.

Aku memang selalu asal berbicara. Membullynya, memarahinya, bahkan mengumpatnya pun sering kulakukan. Tapi tak sedikitpun aku melakukannya dari hati--lagipula mana mungkin aku benar-benar menyuruhnya mati seperti yang biasa kuucapkan.

Dia yang tertawa, kesal, tersenyum, marah, cemburu, selalu terlihat menarik di mataku. Wajahnya terpatri erat di hatiku sejak pertama aku bertemu dengannya. Sedikitpun aku tak bisa mengenyahkannya dari pikiranku.

Aaah... Jeon Jungkook, kenapa kau selalu membuat jantung ini berdebar tak menentu setiap melihat senyum dan mendengar suaramu, huh? Kau sangat berbakat dalam menghentikan nafas orang lain untuk sekejab.

"Belum puas juga melihat wajahku?"

Aku menoleh, memandang Jungkook yang duduk di sampingku dengan senyumannya. Aku balas tersenyum, lalu kembali terfokus pada laptopku yang menampilkan dirinya. Dia yang tampak manis di antara enam orang lainnya sangat menarik perhatianku. Sedikitpun mataku tak lepas darinya.

Kurasakan tangannya merangkul bahuku, disusul dengan helaan nafas yang terdengar berat. Material lembut menyentuh pipiku, aku diam--lagi-lagi dia menciumku tanpa izin. Tanpa sadar rona merah mulai menyelimuti wajahku.

"Save me, Beib." Bisiknya.

Aku tak menjawab, berusaha fokus pada apa yang ditampilkan di layar laptop. Tapi gagal, Jungkook menghentikan video dirinya yang tengah kulihat dan langsung mematikan laptop.

"Kenapa harus melihat di layar jika bisa melihat orangnya secara langsung?" Tanyanya sambil mengangkatku untuk duduk di pahanya.

Langsung kusembunyikan wajahku di ceruk lehernya setelah melingkarkan tangan di sana, "Karena jika melihat langsung, jantungku selalu tak normal. Aku takut tak bisa bernafas karenamu."

Dia tertawa. Mengusap rambutku lalu mencium pipiku kembali, "Tenang saja, aku akan memberikan oksigen padamu."

Aku melepaskan tangan dari lehernya, memandang wajahnya yang makin manis dari hari kehari. Tanganku mengusap rambutnya, dan perlahan kusentuh bibirnya yang selalu menggoda. Dia tak menolak, justru membalas setiap gerakanku.

Setelah kurasa puas, baru aku melepas tautan kami. Mataku memandangnya yang tersenyum, jarinya mengusap bibirku.

"Sejak kapan gadisku menjadi agresif?" Tanyanya sambil merapikan rambutku yang sedikit berantakan.

"Sejak kau semakin mesum." Jawabku sambil menyentuhkan keningku ke keningnya.

Dia memandangku dengan iris hitam pekatnya, matanya bergerak menelusuri wajahku. Aku memejamkan mata dan merasakan setiap hembusan nafasnya di kulit wajahku. Tanganku diam di lehernya yang kupeluk. Suasana tampak hening namun nyaman, aku semakin meresapi setiap detik kebersamaanku bersama Jungkook.

"Mia."

Kubuka mata saat Jungkook memanggil namaku. Dia mengusap pipiku dengan ibu jarinya, "Bagaimana jika seandainya suatu hari nanti, mata yang kau membuatmu jatuh cinta ini tak bisa kau lihat lagi? Apakah kau akan meninggalkanku?" Tanyanya tanpa terduga.

Aku diam, tapi kemudian mengusap wajahnya sambil tersenyum. "Yang membuatku jatuh cinta bukan hanya matamu. Tapi semua yang ada di dalam dirimu, jadi jangan khawatir aku akan meninggalkanmu dengan mudah jika kau kehilangan sesuatu."

"Kau janji?"

Aku mengangguk, "Aku janji, Sayang." Ucapku sambil mengecup keningnya.

Dia tertawa kecil, "Terasa aneh mendengarmu memanggilku sayang."

"Kau tak suka?"

Dia memandangku, "Memangnya aku ada mengatakan bahwa aku tak suka?"

Aku tertawa kecil. Dia tersenyum, menarik nafas panjang lalu menarikku ke dalam pelukannya. Tangannya tak berhenti mengusap rambutku, aku balas memeluknya. Pelukannya selalu hangat, pelukan yang selalu kurindukan jika jauh darinya.

"Kau kecil, tapi hangat." Gumamnya pelan, membuat sebuah senyum muncul tanpa sadar di bibirku.

"Kau juga hangat, membuatku tak ingin melepaskan pelukan ini." Jawabku.

"Berhenti mengucapkan kata-kata manis. Aku tak ingin berlaku lebih dari ini!"

Aku melepaskan pelukan saat mendengar ucapan tegasnya. Dia memandang tak suka, aku tersenyum.

"Keinginan apapun yang ada di otakmu, pasti kau tak akan melakukannya 'kan?" Tanyaku sambi mengusap rambutnya.

"Yakin sekali."

"Tentu saja! Kau kan pernah berjanji untuk tidak melakukan hal yang macam-macam sebelum terikat secara resmi denganku."

"Memangnya aku pernah berjanji seperti itu?"

"Pura-pura lupa atau tak mau mengingat? Dari awal pertemuan kau sudah ber-"

Ucapanku terputus saat dia mengecup bibirku. Aku membungkam bibirku saat dia memandangku dengan wajah bertekuk.

"Selalu banyak bicara, berisik!"

Aku mencibir, "Lalu, kenapa suka dengan gadis berisik sepertiku, huh?"

"Karena memang kau yang terbaik."

"Terbaik dalam apa?"

"Tidak bisakah jangan banyak bertanya? Cerewet!"

"Bocah, berisik, cerewet. Berikutnya apa lagi?"

"Kau mau apa?"

"Be your wife."

"Eii...."

Aku tertawa geli melihat wajahnya yang memerah. Kucubit hidungnya dengan pelan, lalu berlanjut mencubit pipinya yang masih berisi walaupun dia telah menjalankan program diet--tapi sepertinya dietnya gagal.

"Kelinci manis, love you."

-FIN-

[Jungkook x Mia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang