Seperti biasa, Mia sudah siap di depan laptop kesayangan demi menunggu panggilan video dari Jungkook. Karena entah sejak kapan, jam delapan sudah jadi jadwal tetap bagi mereka berdua berkomunikasi. Seperti sekarang, gadis bermarga Min itu tampak manis dengan rambutnya yang terikat tinggi.
Dua menit berlalu, panggilan yang ditunggu telah datang. Dengan senyum lebar, ia menekan tanda 'jawab', membuat layar menampilkan wajah tampan seorang pria yang tampak menggemaskan dengan gigi kelinci.
"Hai, Baby. Tampaknya sudah tak sabar ingin mengobrol dengan kelinci jelek ini," ucap Jungkook dengan intonasi mengejek. Memancing Mia untuk tertawa kecil.
"Jika iya, kenapa?" Mia bertanya, sekaligus menopang dagu dan menatap penuh pada Jungkook yang bergumam panjang.
"Jika iya, tidak apa-apa. Justru aku bahagia." Kerling nakal mengiringi jawaban Jungkook, membuat gadisnya itu kembali tertawa hingga membentuk eyes smile yang cukup lucu. Tapi, kening pria itu sedikit berkerut saat menyadari ada yang ganjil dari ekspresi sang kekasih.
"Mia." Ia memanggil, "matamu sembab. Kau habis menangis?" lanjutnya langsung. Menghentikan tawa dari si gadis Min dan memudarkan raut ceria yang terpasang, membuat Jungkook semakin yakin ada yang tak beres. Keresahannya muncul. Apalagi saat Mia hanya terdiam dengan raut datar, rasa tak nyaman itu semakin berani menggerogoti hati.
"Mia?"
"Kucingku mati."
Jungkook menelan ludah. Jadi itu masalahnya? Terlihat sepele memang, tapi berdampak cukup besar bagi pecinta kucing seperti Mia. Karena ia tahu benar, bagaimana sayangnya Mia terhadap seluruh kucingnya yang ada selusin.
"Kucing yang mana?" Jungkook bertanya lebih lanjut. Walau dia tidak terlalu menyukai kucing, untuk saat ini dia harus mengerti tentang Mia.
"Yang ada sejak aku SMP."
Pria Jeon itu mengangguk seolah paham, padahal ia tak bisa mengingat kucing mana yang dimaksud oleh Mia. Jahat memang, tapi itulah kenyataan. Akhirnya, ia hanya bisa tersenyum untuk memberi semangat.
"Dia pasti bahagia sekarang," ucap Jungkook pelan.
Mia tersenyum—walau sangat terlihat bahwa itu dipaksakan. "Dia memang sudah bahagia, terlepas dari semua bebannya di dunia."
Setelahnya hening, seolah sang waktu memang sengaja membiarkan dua insan itu terdiam dengan kemelut pikiran masing-masing. Hingga akhirnya suasana terpecahkan oleh tarikan napas panjang dari Jungkook, Mia pun mulai mendongak dengan tatapan bertanya.
"Aku baru membaca fanfic-mu." Jungkook mencoba pembahasan baru, tak suka jika suasana seperti ini terus dilanjutkan. Waktu terbuang sia-sia, begitu juga kuota—walau pada nyatanya, dia menumpang wi-fi hotel.
"Fanfic yang mana?" Mia membalas, juga tak berminat untuk melanjutkan situasi yang membosankan.
"Romantic morning."
"Aah ...."
"Kau benar-benar merindukanku, huh? Sampai menulis kenangan kita?"
Raut cantik itu mulai terhiasi rona merah, malu karena niat terselubungnya ketahuan oleh Jungkook.
Tapi, pria kelinci itu justru tertawa senang. "Tenang saja, aku tak akan protes. Justru aku berterima kasih karena sudah mengabadikannya dalam sebuah cerita yang manis. Kau tahu, perasaan rinduku jadi semakin bertumpuk setelah membacanya. Aku jadi ingin menciptakan moment seperti itu lagi setelah pulang nanti. Kau mau, 'kan?"
Tampak keraguan di wajah Mia. "Memangnya bisa? Bukannya kau akan sibuk?"
"Apapun pasti bisa, Sayang. Asal kau mau," tegas Jungkook sambil tersenyum meyakinkan.
"Aku mau, tapi kau juga harus memikirkan keadaanmu. Kau sibuk, perlu istirahat banyak dan—"
"Apa kau tahu hal yang paling membuatku bahagia?" Jungkook memotong, tak ingin mendengar lebih panjang lagi petuah dari gadisnya.
Pelan, gadis bersurai lurus itu menggeleng. Bukan tak tahu, tapi ia tak ingin salah jawab dan menyebabkannya menjadi bahan candaan bagi Jungkook.
"Melihat wajahmu dan berada didekatmu, itu saja. Sederhana, bukan?" Senyum tulus tersampir manis di bibir Jungkook, begitu pula dengan tatapannya yang membuat luluh gadis manapun—tak terkecuali Mia. "Tapi terkadang, hal sederhana itu juga harus kulakukan dengan perbuatan yang nyata. Kau tahu kenapa?" lanjut Jungkook kemudian.
"Kenapa?" lambat Mia bertanya. Kali ini dia tak berani menebak apa jawabannya, biarlah Jungkook yang memberi tahu.
Untuk yang kesekian kali, senyum manis tersampir di bibir Jungkook. "Karena aku tahu, kekasihku tidak menyukai lelaki yang hanya berbicara panjang lebar, tapi tak memberi satupun bukti. Itulah kenapa, aku selalu berusaha untuk mewujudkan apa yang kuucapkan. Agar dia tetap mencintaiku sepenuh hati."
Andai benda mati bisa bersorak, mungkin seluruh benda di kamar Mia sudah ramai berceloteh, menggoda pemilik mereka yang wajahnya benar-benar memerah karena malu. Jungkook tertawa kecil, senang karena berhasil membuat perasaan gadisnya jadi lebih baik. Apalagi saat melihat gadis itu bersemu, perasaan rindu ingin memeluk dan mencium jadi menguat. Membuat sebuah pikiran bodoh hinggap di pikiran; andai mesin waktu Doraemon benar-benar ada.
"Sudah lima belas menit, aku harus bersiap-siap. Jaga dirimu dengan baik, oke?" pesan Jungkook setelah Mia hanya diam tanpa bersuara—walau wajahnya masih memerah.
"Kau juga, jaga kesehatan. Jangan sampai sakit," balas Mia sambil tersenyum simpul.
"Tenang saja, aku tak akan sakit. Aku pasti sehat, agar tetap kuat menggendongmu ke ranjang."
"Yak!"
"Haha. Sudah, ya? Annyeong, my baby."
Belum sempat membalas dengan makian, panggilan itu sudah diputuskan secara sepihak. Menyisakan Mia dengan detak jantungnya yang makin tak karuan. Menggendong ke ranjang? What the ... hell? Jeon Jungkook sialan!
-FIN-
**Jangan lupa tinggalkan jejak yo :D Ada kritik dan saran, jangan dipendam :) Thank you <3
KAMU SEDANG MEMBACA
[Jungkook x Mia]
RomanceCuma imajinasiku tentang JK :) Happy reading and enjoy~ 😊❤ High rank : #1 in roman [260417] Note! Buat chapter-chapter awal, bahasanya masih alay 😅 Tapi semakin ke bawah semakin baik. Jadi, semoga gak langsung nekan tombol back waktu baca bagian...