It's Fine

6.2K 487 19
                                    

Ini sudah hampir jam sebelas malam. Waktu memulai aktifitas baru bagi beberapa orang, tidur. Tapi, Mia masih santai menuju dapur untuk membuat secangkir susu cokelat yang bisa menghangatkan tubuh. Di luar, suasana tampak tenang. Tak ada hujan seperti yang diharapkan oleh si gadis berusia tujuh belas tahun.

Namun, sedikit ia mengerutkan kening saat mendengar suara tak biasa di depan. Hanya saja, kakinya terlalu malas melangkah untuk mengetahui apa yang terjadi. Ia lebih suka menuang air panas pada cangkir yang telah berisi susu cokelat dan gula, kau tahu. Tapi, gerakan itu berhenti saat mendengar ada suara langkah kaki yang menggema. Jantungnya mulai berdetak tak karuan, begitu pula dengan pikiran buruk lainnya.

"Mia?"

Demi apapun, Mia langsung mengembuskan napas lega. Ia berbalik, menatap seorang pria berkemeja putih yang tersenyum simpul dengan begitu lembut.

"Kusangka kau sudah tidur," ucap sang pria sambil mendekat. "Maaf, aku mas—"

"Untuk apa datang tengah malam seperti ini?" Mia memotong, juga menatap datar pada Jungkook yang menghentikan gerakan.

Menelan ludah, pria kelinci itu pun tersenyum kaku. "Aku merindukan tunanganku, apakah salah?" Ia bertanya, tapi Mia justru mengembuskan napas.

"Tidak adakah waktu lain untuk berkunjung?" Gadis bermarga Min itu mencerca, sedikit kekesalan terlihat dari nada suaranya.

Kali ini, embusan napas panjang datang dari Jungkook. Mata bulatnya tak berkedip, terus menatap pada sang kekasih yang sekarang memutar tubuh, sengaja membelakangi. Yang ditatap? Peduli pun ia tidak, malah lebih sibuk menyesap susu hangat yang beraroma cokelat.

"Kau masih marah?" Jungkook bertanya secara langsung, tak ingin memberi waktu lama pada sang masalah.

Mia tak menjawab, justru memandang riak kecil susu cokelat di dalam cangkir. Gadis ini tertunduk. Hendak menjawab, tapi keegoisannya melarang. Jungkook menarik napas, sedikit tersenyum dengan tingkah kekasihnya yang terasa agak berbeda dari biasa. Gadis itu lebih manja, membuatnya kesal, tapi juga gemas.

"Jika kau masih marah, maka hanya ada dua solusi untuk meredakannya. Aku memelukmu, atau kau yang memelukku. Pilih mana?" tawar pria kelinci itu sambil memandang sang gadis yang hanya terdiam dalam tundukkannya.

Menit berlalu, Jungkook kembali menarik napas dalam-dalam saat tak mendapat jawaban. "Kalau begitu, aku yang memelukmu," putusnya sambil melangkah.

Ucapan itu dibuktikan. Lengan kokoh yang selama ini senantiasa menghangati, sekarang terlingkar di pinggang gadis berusia tujuh belas tahun tersebut. Jungkook sengaja menumpukkan dagunya ke bahu Mia, memberikan beban berlebih pada bagian yang suka diberinya tanda keunguan.

"Aku merindukanmu," ucapnya pelan.

"Aku tahu." Mia menjawab.

"Aku tersiksa karena kau marah denganku."

"Itu salahmu sendiri."

"Iya, itu salahku. Maafkan aku, ya?" Jungkook memiringkan kepala, sengaja memandang wajah gadisnya dari samping.

"Jika aku tidak mau memaafkan?" Gadis Min itu balas memandang, menatap pada wajah bulat yang beberapa hari ini ia rindukan.

"Kau yakin tak mau memaafkan kelinci menggemaskan ini?" Sengaja, Jungkook memasang wajah sendu. Memancing Mia untuk tertawa dan mengacak rambutnya seperti biasa.

"Aku sudah maafkan, tenang saja." Mia tersenyum, namun masih sempat mencubit hidung kekasihnya hingga memerah. Untung saja, pria itu tak protes dan justru mengangkat dagunya untuk memberi kecupan sayang di pipi Mia.

"Aku mencintaimu," ucapnya tulus, disambut senyum tipis dari Mia.

"Aku tahu." Gadis ini menjawab.

"Aku menyayangimu."

"Aku juga tahu."

"Kau tak sayang denganku?"

Mia tertawa, kemudian bergumam dan memutar tubuhnya hingga mereka berhadapan. Iris cokelatnya menatap pada mata bulat yang balas memandang dengan segala kepolosan yang menggemaskan. Tangan halusnya bergerak, menyentuh pipi Jungkook dan mengusapnya pelan sebelum akhirnya bibir mereka tertautkan dalam sebuah kecupan manis.

"Aku menyayangimu, Bunny. Hingga rasanya hati ini terus ketakutan jika tak berdekatan denganmu," ungkap Mia dengan jujur. "Maaf, beberapa hari tingkahku keterlaluan. Aku terlalu merindukanmu," lanjutnya penuh penyesalan.

Bukannya marah, Jungkook justru tersenyum dan mengacak rambut gadisnya. "Kau tidak tahu seberapa gelisahnya aku karena tingkahmu, huh! Dasar manja, kesayangan Kookie manja!" celotehnya benar-benar gemas. Mia meringis, rambutnya berantakan.

"Bagaimana mungkin kau menangis hanya karena tidak kuhubungi selama satu hari, huh?" tanya Jungkook dengan penuh keheranan. Teringat kejadian kemarin, saat Mia memaki lalu menangis karenanya.

Gadis berambut lurus itu mengangkat bahu. "Sudah kubilang, aku terlalu merindukanmu."

"Jadi, apakah malam ini kita akan mengobati rasa rindu di hatimu?" Jungkook menatap jenaka, setengah menggoda. Tangannya bergerak, sengaja menghapuskan jarak antara dirinya dan Mia. "Aku siap mengobatinya," godanya lagi sambil mengerling dengan segala kenakalan yang membuat semu merah muncul di pipi Mia.

"Jung ...."

"Kita belum pernah melakukannya di sini, 'kan?" bisik Jungkook sambil mengecup telinga kekasihnya. "Aku tak sabar kembali memberi tanda di leher dan bahumu." Ia melanjutkan, sekaligus menyibak helaian rambut di leher Mia.

"Yak, Kook—"

Gadis itu membulatkan mata saat Jungkook dengan begitu enteng mengangkat dan mendudukkannya ke table top lemari dapur. Namun, belum sempat protes, pria itu sudah lebih dulu memeluknya dengan kehangatan yang membuat nyaman.

"Persiapkan dirimu dengan baik, ya. Tunanganmu ini sedang lapar, jadi dia tak akan berhenti sebelum puas." Jungkook berbisik, memberi pesan. Namun, ia sedikit kaget saat ada sebuah kecupan mendarat di lehernya.

"Jadi, kapan kau mau mengobati rindu ini, tunangan sial?" Mia balas berbisik, begitu pula dengannya yang telah melingkar di leher Jungkook. Siap dengan seluruh hal yang akan dilakukan oleh pria yang dipanggilnya 'tunangan sial'.

Dan benar saja, hanya beberapa detik, pria kelinci itu sudah berubah. Tak lagi manis dan menggemaskan, melainkan panas dan menggoda di setiap sentuhan. Helaan napas keduanya beradu, tergabung dalam suara kecupan yang memenuhi seisi ruang. Tak ada protes dan penolakan. Keduanya terlanjur terbuai dalam libarin manis yang tak berujung.

Yah... berharap saja tak ada baju yang berserak untuk esok hari saat mereka bangun.


-FIN-


**Ini ... fanficnya udah dibuat dari semalam, tapi disharenya baru hari ini :'D  Hope you like that, deh :D Jangan lupa tinggalkan jejak yaa ^_^ Ada kritik dan saran, jangan dipendam :) Thank you <3


[Jungkook x Mia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang