Like You Like Me

5.8K 517 22
                                    

Mia asyik menonton film saat laptopnya memberi pemberitahuan bahwa ada panggilan video dari Jungkook, kekasihnya. Mau tak mau, gadis bersurai lurus inipun mengalah dan segera mengangkat panggilan dari pria yang sekarang tengah berada di belahan bumi lain.

"Wajahmu sepertinya tak senang, kenapa?"

Pertanyaan itu yang jadi pembuka percakapan, sedangkan pria bermata kelinci yang jadi lawan bicara Mia menatap kecewa dari posisinya yang bertelungkup.

"Kau mengganggu tontonanku, tahu!" Gadis itu mendengus, balas menatap kesal ke Jungkook yang sekarang tertawa hambar.

"Maaf, aku tak berniat mengganggu."

Dengan tulus Jungkook berkata. Tapi, hal itu justru menimbulkan sedikit banyak perasaan tak enak di hati Mia. Gadis ini gelisah secara mendadak. Ia tak pernah—dan tak akan pernah—merasa nyaman dengan raut sedih ataupun kecewa yang Jungkook tunjukkan.

"Bukan itu maksudku. Aku ... aku hanya—"

"Kau sudah makan?" Cepat Jungkook mengalihkan pembicaraan, tak ingin hal buruk menjadi berlarut-larut. Setidaknya untuk moment seperti sekarang, ia harus berhati-hati dalam menjaga mood kekasihnya yang sangat mudah berubah-ubah.

Mia mengangguk. "Aku sudah makan. Kau sendiri?" Ia balas bertanya.

"Aku juga sudah. Emm ... bagaimana keadaanmu? Masih sakit?"

"Aku baik-baik saja. Kapan kau pulang?"

Hening.

Jungkook tak langsung menjawab, justru diam seperti tengah mencari jawaban yang paling tepat untuk diberikan pada Mia. Dan gadis yang disayanginya itu juga diam, menunggu setiap kata yang akan keluar. Sungguh, tak akan ada yang menyebut suasana ini menyenangkan. Hanya ditemani detak jam dan kebisingan motor ataupun mobil di luar sana, itu tak membantu dalam hal apapun.

"Sebentar lagi, tunggulah." Akhirnya, hanya tiga kata itulah yang diberikan Jungkook.

Mia menarik napas, kemudian tersenyum miris. "Jung," panggilnya pelan. "Apa kau marah jika aku berlaku egois?" lanjutnya lagi sambil menatap wajah tampan sang kekasih di layar laptop.

"Tergantung keegoisanmu seperti apa." Jungkook balas tersenyum, sekaligus mengangkat bahu saat menjawab.

"Keegoisan seperti ... aku selalu menginginkanmu di sisiku, menyayangiku, memelukku, menciumku dan ... seperti yang biasa kau lakukan."

Kali ini Jungkook menarik napas. Andai dia tak sedang berada di Negara orang, mungkin saat ini Mia sudah ditariknya ke dalam pelukan yang menenangkan. Selalu, ia tak menyukai saat-saat di mana gadisnya itu menunjukkan wajah sedih seperti sekarang. Terlalu menyakitkan.

"Itu bukan keegoisan, Sayang. Hal yang wajar bagi seorang wanita untuk merasa disayang, dicintai, dilindungi," tutur Jungkook memberi penjelasan. Walau ia sendiri bisa merasakan lidahnya kelu saat berbicara, dan semua itu karena perasaannya yang menyesak tanpa sebab.

"Tapi perasaanku melebihi itu semua. Aku jadi takut saat memikirkannya, seolah aku akan berubah menjadi makhluk teregois di dunia."

"Memangnya apa yang kau pikirkan, huh?" Jungkook bertanya lembut, tak tega harus memandang raut cemas kekasihnya secara berterusan. Padahal niatnya menghubungi adalah untuk melihat raut wajah ceria, bukan cemas seperti ini.

"Aku juga tidak tahu. Tapi, aku seperti tak ingin melepaskanmu lagi. Kau tak boleh pergi dariku, kau harus di sisiku, kau harus bersamaku, tidak boleh meninggalkanku. Seperti itulah."

Sebuah senyum tersampir manis di bibir Jungkook. "Jika itu bisa dimasukkan dalam kategori keegoisan, berarti kita sama-sama egois."

"Jung ...."

"Aku juga merasa hal yang sama, Mia. Aku tak ingin berpisah denganmu. Aku selalu ingin bersamamu, di sampingmu. Memberimu kasih sayang, pelukan, ciuman, candaan, dan apapun yang memang harus kulakukan agar kau bahagia."

Kalimat itu tulus, penuh beribu makna di dalamnya. Menggetarkan hati yang kembali terpenuhi oleh rasa yang dinamakan rindu. Mia tertawa kecil—hampir menangis sebenarnya. Di saat seperti ini, Jungkook selalu berhasil membangkitkan sisi sensitifnya sebagai wanita. Itulah mengapa, dia selalu tak bisa melepaskan makhluk tampan bernama Jeon Jungkook. Bahkan, dia secara suka rela menyerahkan dirinya agar dikurung dalam pesona pria tersebut.

"Menangislah, jika ingin menangis. Tapi kau harus tersenyum saat aku pulang nanti, oke?" pesan Jungkook sambil tersenyum manis.

"Tidak mungkin aku tak tersenyum saat calon suamiku datang." Mia membalas sambil tertawa dan menyeka sudut matanya yang berair.

"Calon suami?" ulang Jungkook, kemudian ikut tertawa dengan wajah yang bersemu malu. "Sepertinya malam ini aku akan bermimpi indah," gumamnya sambil tersenyum lebar penuh kebahagiaan.

Mia tak menjawab, hanya menatapi wajah indah bak pahatan yang diciptakan langsung oleh Tuhan. Tak henti ia memuji hasil cipta yang bisa diibaratkan sempurna ini. Bibir kissable, mata bulat menggemaskan, hidung mancung dan ... sepertinya tak akan ada habisnya jika terus membicarakan tentang keindahan yang dimiliki oleh Jungkook.

"Sudah malam. Kau harus tidur," kata Jungkook mengingatkan, sekaligus membuyarkan seluruh lamunan Mia.

"Kau juga tidur. Kau harus banyak beristirahat," jawab Mia sambil menarik napas. Masih tak puas jika pembicaraan mereka harus berhenti di menit yang kelima belas.

"Baiklah, Sayang! Aku akan tidur, beristirahat yang cukup dan makan yang banyak. Apapun pasti kulakukan, asal kau memberikanku sebuah senyum manis. Bagaimana?" pinta Jungkook sambil mengerling penuh arti. Membuat Mia tak mampu menahan senyum yang segera membuat sekitar pria Jeon itu seolah dipenuhi bunga yang bermekaran—oke, ini berlebihan.

"Good night, my girl. I love you," tutup Jungkook sambil melambaikan tangan.

"Good night too." Mia balas melambaikan tangan, dan hanya menarik napas saat panggilan itu selesai.

Tanggal 24 Maret 2017, jam 21.19 – 21.34, lima belas yang cukup berarti. Setidaknya untuk mengurangi kadar kerinduan yang terlalu membuncah dan menyesakkan.


-FIN-


**Jangan lupa tinggalkan jejak ya ;) Ada kritik dan saran, jangan dipendam :) Thank you <3

[Jungkook x Mia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang