"Badmood?"
Suara denting cangkir yang menyentuh permukaan meja terdengar beriringan dengan pertanyaan Jungkook. Pria itu menyandarkan tubuh ke meja yang hanya setinggi pinggang. Wanita yang ditatapnya mengembuskan napas, kemudian mengangkat bahu dan mengambil cappucinno yang diberi.
"Thank you." Mia menyesap cappucinno, merasakan bagaimana kopi dengan milky yang kuat mengaliri tenggorokan. Dia seolah tak terpengaruh dengan pertanyaan Jungkook, suaminya. Laptop dan ponsel lebih menarik untuk diperhatikan.
"Apakah aku membuat kesalahan?" Sambil merapikan rambut sang istri, Jungkook bergumam. Diamnya Mia selalu tak menyenangkan. Terlalu membingungkan dan membutuhkan kepekaan yang tinggi, seperti Yoon Gi. Dan sialnya, dia tak sepeka si makhluk es. "Haruskah kita makan malam di luar? Lalu membeli banyak novel dan juga makanan? Atau, kita ke bioskop? Menonton apapun yang kau mau?" Dia memberi penawaran.
"Aku lebih suka tidur."
Jungkook menelan ludah. Gerak mengusapnya berhenti. "Kalau begitu, ayo tidur. Aku akan memelukmu." Pria Jeon ini berdiri tegak, kemudian mengulurkan tangan.
Mia mendongak. "Jika aku tidak mau?" tanyanya dengan ekspresi datar.
Embusan napas terdengar. Jungkook menjilat bibir yang terasa kering. Menghadapi Mia yang tengah badmood perlu kesabaran ekstra. "Berdiri," suruhnya kemudian.
Tak banyak tingkah, Mia menurut apa yang diperintah oleh sang suami. Ia berdiri dan membiarkan kursinya di duduki oleh Jungkook. Hingga pria itu menepuk paha, dia masih bergeming di tempat. Seolah tak mengerti dengan kode yang diberikan.
"Duduk." Sekali lagi Jungkook menepuk paha, baru Mia menuruti. Wanita itu duduk, tapi kemudian langsung memeluk lehernya. Membuat pria Jeon ini menarik napas dan memberi tepukan-tepukan pelan di punggung sang terkasih.
"I'm here," bisik Jungkook berulang-ulang, meski ia sendiri tak tahu apa masalahnya. Sejak ia pulang, Mia sudah begini. Diam dengan ekspresi datar bagai balok es.
"Kau menyebalkan!" Mia memukul bahu Jungkook.
"Jahat!"
"Jelek!"
"Kelinci buruk rupa!"
Total empat pukulan yang diterima oleh Jungkook. Namun, tak satu pun protes terlontar. Sempat ia meringis, tapi kemudian langsung menenangkan wanita di pelukannya. Sepenuhnya ia tahu, pukulan itu hanyalah pelampiasan kekesalan yang dipendam oleh Mia. Lagipula, itu tidak menyakitkan.
"Sudah lebih baik?" tanya Jungkook sambil mengusap rambut sang tambatan hati.
"I wanna cry." Mia menjawab, "kenapa aku sangat sensitive, huh?" lanjutnya sambil memandangi wajah Jungkook. "Melihatmu saja sudah membuatku sedih."
"Kenapa begitu, hmm?" Jungkook masih setia mengusap rambut halus yang tampaknya baru di-shampoo.
"Kenapa kau tidak marah saat kusalahkan?" Mia balik bertanya. Manik cokelatnya sudah memerah, siap meneteskan air mata yang menyakitkan hati pria di hadapannya.
Lebih dulu Jungkook mengecup kelopak mata sang wanita. Dan saat menangkup pipi yang memerah ia berkata, "Jika aku marah, apakah itu membuatmu baik-baik saja? Aku berniat mengurangi bebanmu, Sayang. Bukan menambahnya."
"Tapi—"
"Aku tahu tentangmu, Mia. Yang kau butuhkan hanya kepekaan, bukan kemarahan dan keegoisan. Lagipula, aku tidak ingin menambah luka di hatimu. Aku di sisimu untuk jadi sandaran, penopang dan penghibur sekaligus. Aku menikahimu untuk membuat bahagia, bukan menderita."
Beberapa detik setelah kalimat terakhir selesai diucap, Mia tak sedikitpun memberi jawaban. Ia memilih diam, tenggelam dalam pandangannya ke wajah Jungkook yang menunjukkan kelembutan. Seluruh kesan kekanakan di diri Jungkook menghilang. Yang ada hanya kedewasaan dan keinginan untuk melindungi. Begitulah.
"Oppa ...."
"Ya, Sayang?"
"Kenapa aku selalu merinding setiap memanggilmu Oppa?"
Jungkook terkekeh dan segera mengecup kening sang istri. Mia tak membalas, hanya menyembunyikan wajah ke leher Jungkook dan memberi kecupan singkat di kulit yang putih.
"Terima kasih," ucapnya samar, disambut dengan senyum dari Jungkook.
"Jadi, apa kau mau menceritakan apa yang membuatmu kesal?" tuntut Jungkook sambil mengusap rambut istrinya.
"No, that's my privacy."
"Hmm ... coba kutebak. Kau—"
"Lupakan, aku tak ingin membahasnya."
Kali ini tarikan napas yang terdengar. Jungkook sepertinya tahu apa yang terjadi, tapi ... ya sudahlah. Kekasihnya ini terlalu sensitive, dan ia tak ingin menambah runyam permasalahan. Biarkan waktu yang menghapus kesal di hati Mia, seperti biasanya.
"Mia." Jungkook memanggil setelah mendapat topik baru.
Yang dipanggil bergumam.
Jungkook melirik. "Jangan badmood lagi."
"Jika masih?"
"Kau mau kucium berapa kali?"
"Kau mau berapa?"
"Sepuluh."
"Bagaimana jika dua puluh?"
"Boleh juga. Bibir atau lidah?"
"Leher."
"Deal."
-FIN-
KAMU SEDANG MEMBACA
[Jungkook x Mia]
RomanceCuma imajinasiku tentang JK :) Happy reading and enjoy~ 😊❤ High rank : #1 in roman [260417] Note! Buat chapter-chapter awal, bahasanya masih alay 😅 Tapi semakin ke bawah semakin baik. Jadi, semoga gak langsung nekan tombol back waktu baca bagian...