Jam satu dini hari di bandara Nagoya, Jepang.
Mia terlihat di antara orang-orang yang baru keluar dari pesawat. Kaki jenjangnya melangkah ringan di antara kerumunan. Namun, postur tubuh yang mungil agak menyulitkannya untuk melihat seseorang yang sudah berjanji akan datang menjemput.
"Dia di mana?" Jelas ia bergumam sambil mengigit bibir karena tak menemukan apa yang dicari. Tangannya menggenggam erat ponsel yang tak berguna karena kehabisan daya. Ini pertama kalinya ia ke Jepang seorang diri, dan semuanya dikarenakan permintaan Jungkook.
"Aaa ... Jungkook!! Kau sialan!" Dihentaknya sepatu putih biru yang dikenakan ke lantai. Wajah cantiknya mulai bertekuk marah. Walau di sana lebih terdominasi oleh rasa takut atas kenyataan yang bisa saja terjadi; Jungkook tak datang.
"Aish! Jungkook bodoh! Tahu begini aku tidak akan datang!" omelnya sembari mengusap sudut mata yang berair. Kecengengannya datang, padahal dia biasa saja saat menyusul ke Las Vegas kemarin. Tidak ada kecemasan seperti saat ini.
"Jungkook ... kau di mana?" Berputar-putar, Mia tetap tak menemukan apapun kecuali keramaian bandara meski di jam seperti sekarang.
"Jungkook ...."
"Mencariku, Tuan Puteri?"
Secepatnya Mia berbalik. Mata cokelatnya menjadi tajam seiring bibir yang cemberut. Pria bermasker, berkacamata dan bertopi di hadapannya tampak bernapas dengan tak beraturan seperti habis berlari. Dan sepertinya memang itu yang barusan terjadi.
"Kenapa lama? Kukira kau tak datang, tahu! Aku sudah ketakutan di sini!" Sebuah pukulan mendarat di bahu Jungkook yang segera mengaduh. Manik kembarnya menatap sinis tanpa rasa kasihan sedikit pun. Bahkan, ia juga bersiap menendang Jungkook andai pria itu tak segera menghindar.
"Kenapa kau sekasar ini, huh? Di Las Vegas kau biasa saja," protes Jungkook sambil menyilangkan tangan ke dada. Tapi, sebuah delikan justru didapat olehnya.
"Ini tengah malam, bodoh! Kau mau istrimu ini diapa-apakan penjahat, huh?!"
"Memangnya penjahat apa yang berani dengan wanita galak sepertimu?"
"Apa? Yak! Kelinci sial, sini kau!!"
Masa bodoh dengan para tua yang menggelengkan kepala melihat tingkah dua remaja di hadapan mereka yang saling berkejaran setelah bertengkar. Masa bodoh juga dengan orang-orang yang merasa terganggu oleh tingkah mereka. Mia tetap mengejar Jungkook yang menuju tempat parkir mobil berada.
BRUK!
Jungkook langsung menghentikan lari saat mendengar suara orang terjatuh di belakangnya. Mata kelincinya seketika membulat ketika menyadari sang istri tengah meringis sambil memegangi tangan kanan yang tengah terluka karena gigitan kucing—dan itu membuat tangan kanannya tak bisa digunakan selama dua hari. Bocah nakal memang. Padahal sudah diberitahu untuk tidak mengganggu kucing yang sedang marah.
"Bagaimana?" Tergesa Jungkook berlutut dan memegangi tangan Mia. Tatapan matanya cemas, apalagi saat menatap manik cokelat yang mulai tergenang air mata.
"Sakit ...." Mia merengek seperti anak kecil. Tangan kanannya kebas, memperburuk keadaan yang hampir membaik setelah membuatnya menangis sebanyak tiga kali dalam semalam.
"Kau nakal, seharusnya jangan mengejarku!" Jungkook mengomel, tapi tetap membantu sang pujaan hati untuk berdiri. Mia tak banyak protes, hanya berdecih dan membiarkan Jungkook merangkul pinggangnya saat mereka melanjutkan langkah menuju mobil.
"Jangan menangis," ucap Jungkook lagi saat mereka duduk di kursi mobil. Penerangan yang seadanya membantu cukup banyak bagi Jungkook untuk menghapus air mata di pipi sang istri. Namun, karena penerangan itu pula otak mesumnya sulit dikendalikan. Satu kecupan diberi, berlanjut dengan mata sayu yang begitu menggoda. Posisi mereka yang sulit dilihat dari luar dan sepinya area parkir menambah keuntungan bagi Jungkook.
"Mia—"
"Tidak bisakah kita berangkat sekarang?" Wanita Jeon itu berkilah, sekaligus menatap ke luar. "Ini sudah terlalu tengah malam, Jung." Ia melanjutkan.
Decak jadi jawaban. Mia tertunduk. Sedikit Jungkook melirik, kemudian mulai memundurkan mobil dan segera keluar dari area parkir. Mobil melaju di jalanan malam yang tenang. Mia terdiam seribu bahasa, merasa bersalah telah menolak permintaan yang diajukan sang suami.
Hingga mereka sampai, tetap tak ada pembicaraan yang terjadi. Jungkook benar-benar diam, memberi rasa bersalah yang makin menumpuk di relung perasaan sang istri. Berulang kali Mia menggigit bibir saat mereka di lift. Suasana membosankan yang sangat menyebalkan. Padahal baru beberapa menit yang lalu mereka berkejaran seperti anak kecil.
"Taruh saja tasmu di sana, aku ke kamar mandi dulu."
Mia mengangguk canggung saat mereka telah sampai di kamar yang terpenuhi oleh alunan lagu Unconditionally dari Megan Nicole dan Jason Chen. Lagu kesukaannya belakangan ini, dan Jungkook tahu itu.
Ditaruhnya tas yang sejak tadi dibawa-bawa ke tempat yang ditunjuk oleh Jungkook. Matanya memandang seisi kamar hotel, dan berakhir di pintu kamar mandi yang tertutup. Ditariknya napas dalam-dalam, kemudian membuka satu persatu kancing kemeja putih yang dikenakan. Tak langsung dilepas, justru ia tersenyum saat memandang kain tipis milik suaminya itu. Yap! Dia memang suka memakai kemeja kebesaran milik Jungkook.
"Perlu bantuan?"
Mia menolehkan kepala, menatap pria tampan yang melipat tangan sambil bersandar di pintu kamar mandi. Perlahan, ia mengangguk. "Help me," ucapnya sungguh-sungguh.
Jungkook melangkah, langsung menarik dan memberikan kecup manis yang ditahannya sejak di mobil kepada sang istri. Kemeja yang sudah tak terkancing jatuh ke lantai, menyisakan pakaian tak berlengan. Embusan napas mereka beradu menjadi satu di ruangan yang hawa dinginnya terganti menjadi panas. Rindu karena terpisah selama beberapa jam membuncah, memberi keinginan lain yang semakin sulit untuk ditahan.
"Kenapa kau semakin menggoda di setiap detik, huh?" Jungkook menyela di saat Mia membuka kancing kemeja hitam yang dikenakan olehnya. Namun, wanita itu hanya tertawa. Melepas kemeja ke lantai dan segera memberi kecupan sayang di bahu yang telanjang.
"Mia," panggil Jungkook saat istrinya sibuk memberi sentuhan. Wanita itu mendongak. Matanya bergerak, menatap penuh tanya padanya yang memanggil.
Jungkook mengambil alih posisi untuk mengangkat Mia ke tempat tidur. Kembali, ia mengecup material lembut yang tak pernah bosan disentuh dan melanjutkan ke perpotongan leher. Tak ada penolakan, hanya pejaman mata dan embusan napas berat yang terdengar.
"Ingin melanjutkan?"
Hazel cokelat itu terbuka, menatap betapa indah hasil ciptaan Tuhan yang diberikan untuknya. Matanya berpedar sayu, menggoda sang suami yang tengah berusaha menahan gejolak keinginan yang begitu liar.
"Tentu saja kita lanjutkan."
Satu kalimat, tapi sudah cukup menjelaskan semuanya. Termasuk apa yang akan terjadi selanjutnya, bukan?
-FIN-
**Hallo, I'm back :3 Maaf, beberapa hari ini ngilang. Soalnya tangan kanan lagi sakit gara-gara kegigit kucing sampai gak bisa digerakin :'D Ini ff juga, sebenarnya udah dibuat dari malam kemarin, tapi selesainya baru sekarang :') Gara-gara macet ide sama macet ketikan :D Semoga suka yak :'D Jangan lupa tinggalkan jejak ^^ Thank you <3
KAMU SEDANG MEMBACA
[Jungkook x Mia]
RomanceCuma imajinasiku tentang JK :) Happy reading and enjoy~ 😊❤ High rank : #1 in roman [260417] Note! Buat chapter-chapter awal, bahasanya masih alay 😅 Tapi semakin ke bawah semakin baik. Jadi, semoga gak langsung nekan tombol back waktu baca bagian...