24 Rose's

7K 532 30
                                    

11:34 A.M.

Pagi yang melelahkan akhirnya usai. Mia keluar dari kelas bersama Shin Ya dan Ami, temannya. Sesekali mereka saling melempar kata-kata lalu tertawa. Pagi ini cukup melegakan, praktek mengajar Mia lancar; alasan istri Jeon Jungkook itu tampak ceria. Apalagi sekarang adalah hari kepulangan suaminya dari Hongkong, itu menambah kebahagiaan.

"Bukannya itu Jungkook?"

Mia yang sedang mengobrol dengan Ami menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Shin Ya, tempat seorang pria berdiri dengan payung lebar menutupi wajah. Mata sipitnya membulat gembira, dan sedetik setelah meminta izin pada Shin Ya dan Ami untuk menemui suaminya, wanita itu langsung menghambur pergi. Dia rindu sosok kelinci hangatnya yang menggemaskan, sekaligus menggoda di satu waktu.

"Jeon ...."

Jungkook—pria berpayung lebar—tertawa gemas saat melihat istrinya berlari sedemikian lucu. Sebelah tangannya terentang lebar, siap menyambut Mia yang pasti akan memberi pelukan.

"Bogoshipo ...." Mia bermanja saat sudah berada di pelukan suami. Masa bodoh dengan tawa dari Shin Ya dan Ami di ujung sana, atau tatapan heran beberapa orang yang melintas, Mia tidak peduli. Dia rindu suaminya, sudah. Tidak ada yang lain.

"Kau benar-benar rindu aku, ya?" Jungkook mengusak rambut lurus istrinya yang diurai. Payung yang lebar menghalangi pandangan orang lain tentang apa yang mereka lakukan.

"Kan sudah sepantasnya seorang istri merindukan suaminya." Tangan yang hangat melingkari pinggang Jungkook, membuat pria itu benar-benar salah tingkah dalam tawanya yang canggung. Hei, ini tempat umum. Bagaimana jika ada yang mengenali dan tiba-tiba berteriak 'itu Jeon Jungkook!'? Bisa kacau semuanya.

"Kita ke mobil dulu, ya? Ada banyak yang ingin kubicarakan." Jungkook merangkul bahu Mia. Dengan payung yang masih menutupi wajah, pria itu membawa istrinya ke tempat mobil berada; mobil pinjaman dari manajer tentunya.

"Jadi, apa yang mau dibicarakan? Tentang kemenangan kalian? Selamat ... aku ikut bahagia." Mia mengulurkan tangan tanpa diminta saat mereka sudah duduk berdampingan di kursi depan mobil.

Jungkook mengerutkan kening, tapi kemudian menyambut uluran tangan Mia sambil tersenyum. "Semua didapat dari dukungan ARMY. Kalian yang terbaik," ucap Jungkook tulus.

Mia ikut tersenyum. Perasaannya bahagia bercampur lega saat memandang wajah suami yang beberapa hari belakangan terus memenuhi mimpi. Tapi, senyum itu perlahan pudar ketika mengingat satu kejadian yang tidak terlalu menyenangkan di acara tadi malam. Dan karena itu, dengan lembut disentuhnya pipi Jungkook yang menghangat.

"Tadi malam memaksakan update, ya?" Mia bertanya selembut mungkin, tapi sorot matanya tak bisa berbohong bahwa sebenarnya dia khawatir. Dari beberapa berita yang diberikan ARMY, Jungkook memang beberapa kali terlihat menunduk, dan caption twitter-nya juga mendukung bahwa pria Jeon itu tidak dalam kondisi yang fit. "Kenapa seperti itu?" Lirih, Mia menanyakan hal tersebut.

Tarikan napas panjang dari Jungkook terdengar berat. "Kan kau sendiri yang menyuruhku update." Dia tersenyum gemas—bahkan dia langsung mencubit pipi Mia. "Jadi aku harus update jika sudah dikode sekeras itu."

"Tapi—"

"Sini Daddy cium."

"Cium?" Mia mengerjab, langsung melupakan apa yang ingin dijadikannya protes barusan.

"He-em, cium."

"Mau ...."

Hei, cium itu bukan makanan atau barang berharga. Hanya aktivitas bibir yang memberi sentuhan lembut nan hangat. Tapi Mia? Dia bertingkah seperti anak kucing lucu yang membuat Jungkook (sebagai tuannya) tak kuasa menahan senyum. Memang ada-ada saja tingkah istri Jeon Jungkook itu.

"Cium untukmu dan Minikuki," ucap Jungkook sembari mengecup kening Mia. Dan setelahnya, dia hanya menatapi wajah wanitanya yang terlihat lebih cantik dengan make-up tipis. "Shh ... aku jadi ingin memakanmu. Tapi aku harus pergi untuk persiapan award nanti malam," gumamnya setelah sekian detik terdiam.

"Eum ... tidak apa-apa,"—Mia mengangguk—"good luck," pesannya dengan senyum lembut.

"Doakan kami bisa memenangkan salah satu nominasi."

"Of course."

Hening.

Mereka hanya saling pandang, bicara dengan hati yang tersambung. Hingga akhirnya Jungkook mengambil kotak yang berada di kursi belakang, baru keheningan itu terpecahkan.

"Pesananmu," ucap Jungkook sambil menyerahkan kotak yang diambil.

"Pesananku?" Mia mengerutkan kening, tapi tak bisa menahan diri untuk tidak membuka pita merah yang melilit kotak hitam.

Dan mata sipitnya membulat tak percaya saat memandang apa yang menjadi isi kotak. Dua puluh empat mawar merah yang tertata dengan cantik. Ya, dia memang iseng menjawab ingin dibelikan bunga mawar saat Jungkook menanyakan ingin oleh-oleh apa. Ya Tuhan ... Jungkook selalu serius jika sudah berhubungan dengan permintaannya.

"Terima kasih ... ini sangat cantik." Mia berkaca-kaca. Dia terharu tanpa sebab; Jungkook yang melihatnya segera tertawa.

"Ini bunga mawar kedua yang kuberikan padamu, 'kan?" Pria Jeon itu bertanya setelah tawanya selesai. "Pertama saat mencoba meluluhkanmu yang merajuk saat kita masih berstatus pacaran." Dia bernostalgia.

"Itu ... bunganya kubuang ke tempat sampah. Tapi kuambil lagi saat kau sudah pulang." Mia mengusap tengkuk, terlihat malu dengan memory masa lalunya.

"Sudahlah. Yang terpenting sekarang, tahu tidak apa makna dua puluh empat mawar merah?"

Mia bergumam panjang, mencoba mengingat-ingat beberapa coretannya tentang mawar. Tapi nihil, dia tak bisa mengingat dengan baik. Itulah mengapa dia menggeleng pelan dengan wajah polos.

"Always remember you." Jungkook berkata.

"Aa ...."

"Pipimu merah."

"Iya?"

"Lucu. Sini kupeluk."

Mereka tertawa bersama; di balik rasa syukur karena rindu di hati sudah terobati.

Di tempatnya, dua puluh empat mawar merah terdiam anggun menyaksikan dua insan yang melepas rindu. Dua puluh empat mawar merah, jumlah yang menyatakan bahwa dia akan selalu mengingat orang teristimewa di hidupnya.


-FIN-


**Jangan lupa tinggalkan jejak :*

[Jungkook x Mia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang