I'm (Not) Fine

9.2K 629 40
                                    

"Dan kupikir ... lebih baik kita putus, Jung."

Jungkook meneguk ludah. Tak terpikir olehnya sang kekasih akan tersakiti sedalam ini. Iya, dia tahu dirinya salah. Mengucap suatu kata tanpa dipikir lebih dahulu. Padahal selama tiga bulan terakhir ini dia paham, Mia bukan orang yang suka diabaikan. Setidaknya, berikan respon meski hanya sedikit.

"Jujur, aku lelah. Selama ini aku berusaha memahami, mengimbangi kesibukanmu dan mencerna dengan baik agar tidak terlalu terbawa emosi. Kau dan aku berbeda, dalam kesibukan yang paling pasti. Tapi, aku mencoba bertahan di tempat karena sikapmu yang lain. Kau baik, manis, selalu penuh kejutan yang membuatku jatuh cinta lagi-lagi-lagi dan lagi,"—Mia tersenyum—"tapi maaf, aku tidak sanggup lebih dari ini."

"Mia ...."

"Ucapanmu membuatku sadar. Aku sebenarnya terlalu mengganggu. Aku tidak peka, aku—"

"Kau tidak mengganggu, Mia! Kemarin aku hanya lelah. Aku ... aku tidak bisa mengotrol ucapanku." Jungkook memotong, cukup panik melihat raut kekasihnya yang mendung. "Dan ... seharusnya aku yang lebih peka. Tidak seharusnya aku mengatakan itu padamu yang sudah berbaik hati mengkhawatirkanku," sambungnya dengan kacau, bingung harus mengatakan apa lagi.

"Jungkook, aku—"

"Jangan katakan apa pun. Kumohon ...." Jungkook tertunduk. Rasa bersalah yang berteman dengan ketakutan memenuhi setiap ruang di hati dan perasaan. "Aku tidak ingin kita putus," bisiknya serak. Seumur hidup, tak pernah sekali pun dia menyangka akan selemah ini di hadapan seorang gadis. Ternyata, rasa sayangnya lebih besar daripada ego yang tak bermakna.

"Tapi—"

"Aku tidak bisa putus denganmu, Min Areum ...." Digelengkannya kepala berulang kali. "Kau tidak tahu bagaimana tersiksanya aku dua hari ini. Aku merindukanmu, Min Areum. Sangat merindukanmu."

"Aku juga merindukanmu. Tapi, kau pasti terbiasa nantinya. Jadi—"

"Tidak adakah jalan selain putus?" Pria Jeon itu tak bisa menahan emosi saat memandang wajah sendu sang gadis. Matanya memerah, penuh rasa sakit yang tertahan di rongga dada.

"Jalan apa lagi, Jung?? Aku lelah ... aku tidak bisa—"

"Kumohon ...."

"Eh, ada apa ini?"

Dua remaja itu mendongak bersamaan, memandang wanita paruh baya yang membawa nampan berisi minuman. Jungkook tersenyum penuh paksaan. Sedangkan Mia menggeleng dan langsung pergi meninggalkan Jungkook dan ibunya yang terdiam kebingungan.

"Eomma tidak sengaja mendengar percakapan kalian." Ibu Mia berkata, sekaligus menaruh secangkir teh di hadapan Jungkook yang termangu bagai manekin bernapas. "Mia memang begitu, keras kepala. Sulit dibujuk jika sudah marah. Apalagi ini pertama kalinya dia berhubungan cukup lama dengan seseorang."

"Tidak apa, ini salahku." Jungkook bergumam pelan, pasrah pada nasib.

"Nanti Eomma coba bicara dengan Mia. Berdoalah semoga baik-baik saja."

Tak ada yang bisa dijadikan jawaban oleh Jungkook, kecuali sebuah senyum tipis yang jauh dari kata indah. Wajah tampannya kusut, terlihat jelas bahwa pikirannya berkecamuk. Yah! Sungguh, dia tak menyangka semuanya akan sesakit ini.

.

.

.

-Flashback off-

Sekarang.

Jam menunjuk angka sebelas.

Jungkook mengembuskan napas panjang. Itu masa lalu, saat mereka baru menjalin hubungan. Ada Ibu Mia yang membantu, membuat gadis itu percaya untuk memberinya satu kesempatan terakhir. Meski dia juga yang harus berusaha keras agar Mia mau menemui dan memercayainya. Di pertemuan itu, dia benar-benar membuang seluruh keegoisan demi sebuah maaf dalam hubungan. Itu pertama kali baginya. Seharusnya cukup memalukan, karena dia yang memohon. Tapi, tak sedikit pun ada perasaan itu terbersit. Dia justru lega karena usahanya tidak sia-sia. Mia bersedia, urusan mereka selesai.

Sekali lagi, Jungkook mengembuskan napas.

Sekarang bukanlah masa lalu. Sekarang dia yang harus menyelesaikannya sendiri, tanpa bantuan siapa pun. Dia memiliki tanggung jawab yang harus dipikul. Terasa berat, karena biasanya ada Mia yang senantiasa membantu.

Menarik napas, Jungkook pun bangun dari posisinya. Dia tak bisa terus berdiam seperti ini hingga besok. Bagus jika urusannya lancar, jika tidak? Bagaimana jika seandainya Mia makin terpuruk karena keterlambatannya meminta maaf? Atau, bagaimana jika Mia semakin marah karena ketidakpekaannya?

Secepatnya, pria kelahiran 1997 itu turun dari tempat tidur dan keluar kamar. Tujuannya hendak menemui Mia, tapi langkahnya berhenti di depan pintu yang tertutup rapat. Mia memang benar-benar tidak mengizinkannya untuk masuk. Ya Tuhan ... bagaimana ini?

Jungkook terduduk lesu. Semangatnya menghilang, menguar dan akhirnya bercampur dengan udara. Disandarkannya punggung ke pintu kayu kamar mereka. Sedangkan kepalanya terdongak, memandang plafon rumah yang berwarna putih. Sungguh miris keadaan member boyband satu ini.

"Mia ... aku tidak tahu kau mendengar ini atau tidak. Tapi ...,"—Jungkook meneguk ludah—"aku benar-benar minta maaf, Sayang. Aku tidak peka, aku mengaku salah. Seharusnya aku memerhatikanmu, bukannya sibuk dengan V Hyung," sambungnya penuh rasa bersalah.

"Mi ... aku suami yang bodoh, ya?" Dia tertawa miris, "sudah tahu istrinya tidak suka diabaikan, masih saja dilakukan berulang-ulang. Aku jadi berpikir; jika kau seperti gadis lain di luar sana, apa aku masih bisa diterima? Atau jangan-jangan sudah dibuang? Ah! Sepertinya option kedua lebih masuk akal." Jungkook terkekeh. Dia merasa pusing.

Lama berselang, hanya hening yang tersisa. Jungkook menarik napas dalam-dalam, pikirannya kalut. Dia bisa saja membuka paksa pintu ini, bukan masalah besar baginya. Tapi, dia memikirkan akibatnya. Bagaimana jika Mia semakin marah? Itu tidak baik untuk mereka.

Akhirnya, pria Jeon ini hanya termenung dalam sandarannya di pintu. Mata kelincinya nyalang, memutar kenangan-kenangan lama yang hanya bisa dilihat olehnya seorang. Jarum jam menunjuk angka sebelas dan enam.

"Mia ... good night, Honey. Tidurlah dengan nyenyak. Aku baik-baik di sini."


-TBC-


**Jangan lupa tinggalkan jejak 😘

[Jungkook x Mia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang