"Kak Sihoon?"
Cowok berkemeja kotak-kotak dengan rambut hitam kebiruan itu menoleh saat seseorang yang suaranya tidak asing di telinganya terdengar memanggil namanya.
Kim Sihoon lantas tersenyum saat melihat salah satu sepupunya berjalan ke arahnya dengan langkah panjang. Ia menghentikan langkahnya demi menunggu sepupunya sambil melambai beberapa kali.
"Kak Sihoon internshipan di sini?" Song Hyungjun bertanya sesaat setelah ia berada cukup dekat dengan Sihoon.
Sihoon menggeleng. "Enggak. Aku cuma jagain mama. Indikasi ranap di sini, jadi aku ke sini tiap pagi sebelum ke tempat aku internship. Nanti gantian sama papa," jawabnya.
Hyungjun mengangguk beberapa kali. "Tante sakit apa, kak? Kok Dongpyo sama aku nggak tau kalo tante ranap di sini?" tanyanya lagi.
"Usus buntu, dek. Terus katanya mama mau dilaparoskopi apandektomi karena usus buntunya masih ringan dan laparoskopi apendektomi kan pemulihannya juga cenderung lebih cepet. Daripada nunggu sampai parah dan ususnya pecah, mendingan ditangani sekarang. Lagian mama takut banget sama yang namanya tindakan bedah, apalagi disuruh apendektomi terbuka, bisa stress mama." Sihoon terkekeh saat mengingat bagaimana reaksi mamanya ketika pertama kali didiagnosa mengalami usus buntu dan saran dokter spesialis penyakit dalam konsultan gastroenterologi dan hepatologi.
Hyungjun berpikir sebentar. "Dokter Jonghyun bukan?" tanyanya lagi.
Sihoon menggeleng ragu. "Enggak tau namanya. Aku kan nggak internshipan di sini, jadi kurang begitu tau nama dokter-dokter di sini. Tapi yang meriksa mama kemarin itu perempuan. Seumuran sama mama juga atau malah beberapa tahun lebih tua. Bukan laki-laki. Tapi wajahnya mirip temen kamu."
"Apa mamanya Junho ya? Tapi masa sih? Kan mamanya Junho nggak praktek di sini." Hyungjun berpikir sambil bergumam sebentar.
"Kenapa, dek?" Sihoon menilik ekspresi wajah sepupunya saat ia menyadari samar-sama Hyungjun mengatakan sesuatu.
Hyungjun langsung menggeleng. "Kenapa kak Sihoon nggak internshipan di sini aja?"
Sihoon berpikir sebentar, mencoba mengingat mengapa ia malah terdampar di rumah sakit tempatnya menjalani masa internship sekarang. "Kayaknya nggak lagi beruntung aja, dek. Kalo dari rumah sih, lebih dekat ke sini, makanya mama juga dibawa ke sini. Tapi nggak papa juga sih, biar dapat pengalaman baru. Pindah-pindah rumah sakit gitu."
"Katanya mau jagain mama, aku ikut ya? Sekalian mau jengukin tante."
Sihoon mengangguk cepat. "Boleh kok. Lagian nggak ada mama kamu di sana. Aku males banget ke sini pagi-pagi kalo ada mama kamu. Bawaannya mau hipertensi aja. Sok tau banget sumpah. Pantes aja papamu main belakang, mamamu aja ngeselinnya kayak gitu. Ini keponakannya lho yang ngomong, di depan anaknya pula."
Hyungjun tertawa pelan sambil berjalan berdampingan dengan Sihoon di sampingnya. "Santai ajalah, kak. Di rumah juga Dongpyo sama aku males banget ketemu mama, apalagi kalo udah bertengkar sama papa. Rumah tuh mendadak kayak sauna. Cuma di depan keluarga besar aja mereka akur. Biasa, pencitraan."
"Wah, anaknya ternyata kalo ngomong lebih parah daripada keponakannya." Sihoon tertawa kalem mendengar penuturan sepupunya.
Hyungjun tertawa sekilas. Untungnya rumah sakit masih agak sepi di jam 7 pagi, jadi ia tidak akan disembur oleh para perawat senior atau bahkan para staff rumah sakit karena berisik. Hingga ia bisa berbincang lebih santai dengan Sihoon. Jarang-jarang ia bisa mengobrol dengan Sihoon karena mau bagaimana pun, koass dan dokter internship memiliki jadwal yang amat berbeda.
Selain Dongpyo, Sihoon adalah pendengar yang baik. Dan Hyungjun selalu merasa nyaman saat mengobrol dengan kakak sepupunya, lebih nyaman daripada mengobrol dengan ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
COASS COOPERATE 3.0 [Sequel of CC 2.0]
FanfictionSequel dari Coass Cooperate 2.0 Silakan membaca Coass Cooperate 2.0 apabila merasa bingung dengan plot Coass Cooperate 3.0 Seputar kehidupan para koass selama masa Program Profesi Dokter, bersama segala balada hidup dan asmaranya bersama teman sepen...