Topik 1 : Amnesia
"Selamat pagi, dok. Saya mau memeriksakan anak saya. Belakangan ini anak saya sering merasa badannya lemas, cepat lelah, wajahnya pucat, sering pusing sampai berkunang-kunang, sama tangan dan kakinya dingin. Saya baca-baca di internet, katanya gejala amnesia, dok."
Seungyoun yang sedang mencatat apa yang dikatakan ibu-ibu di depannya langsung menoleh kaget. "Anaknya sering lupa, bu?" tanyanya.
Ibu itu menggeleng dan menatap anaknya sebentar. "Bukan sering lupa, dok. Itu lho penyakit anmesia, yang katanya kurang darah itu."
Seungyoun menepuk dahinya sebentar. "Itu namanya anemia, bu. Bukan amnesia."
Topik 2 : Reaborsi
"Selamat pagi, bapak. Saya dokter Choi Byungchan. Ada yang bisa saya bantu?" Byungchan memasang senyum terbaiknya pada seorang pria berusia sekitar 47 tahun yang sudah beruban, yang baru saja masuk ke Poli Penyakit Dalam.
Pasien itu tersenyum tipis dan duduk di depan Byungchan. "Selamat pagi, dok. Saya habis dari dokter umum kan, terus setelah diperiksa, dikasih rujukan ke sini."
Byungchan mengangguk. "Dokter umumnya sempat bilang bagaimana, pak?" tanyanya sambil menerima hasil pemeriksaan awal yang disodorkan oleh si pasien.
"Mas dokter bilang bilang kalo ada kelainan di bagian nefron ginjal saya saat proses reaborsi, dok."
"Reaborsi?" Byungchan mengangkat kepala dan menatap pasien di depannya kaget.
Pasien itu mengangguk. "Iya, dok. Reaborsi, apa aborsi gitu. Saya nggak terlalu paham. Pokoknya mas dokternya bilang ada kelainan di bagian nefron ginjal saya saat proses reaborsi atau aborsi gitu. Itu lho, dok, yang penyerapan kembali urine primer."
Byungchan tersenyum sabar. "Itu namanya reabsorpsi, bapak. Bukan reaborsi atau aborsi."
Topik 3 : Merem, Dok
Yunseong membuka pintu kamar rawat seorang pasien untuk melakukan follow up, sebelum dokter spesialis visit sekitar 2 jam yang akan datang.
"Selamat pagi, bu," sapanya ramah.
Pasien itu tersenyum dan menutup korannya. "Selamat pagi juga, dok," balasnya tak kalah ramah.
"Bagaimana tidurnya semalam, bu?" Yunseong bertanya sambil bersiap melakukan tugasnya.
"Ya tetap kayak biasanya, dok. Merem."
Topik 4 : PPDS Butuh Kalori
"Wah itu dokter Wooseok. Kayaknya lagi makan siang."
"Ebuset, banyak banget makannya dokter Wooseok ternyata."
"Waduh udah nasi, pakai mie instan, ditambah telur rebus. Banyak banget."
"Habis tuh makan sendirian?"
"Kiran cuma koass yang makan mie instan 2 bungkus, pakai nasi, ditambah telor."
Wooseok menoleh ke arah Tony, Donghyun, dan Dohyon yang tampak berdiri mengamatinya dengan wajah sangar.
"PPDS juga manusia yang butuh banyak kalori ekstra untuk menghadapi hari!"
Topik 5 : Obat Keras
"Jadi, bu. Ini saya kasih resep antibiotik juga ya. Diminum rutin dan dihabiskan, bu."
Pasien perempuan di depan Yuvin yang sedang kontrol mengangguk. "Obatnya keras, dok?" tanyanya.
Yuvin mengangkat kepala dan tersenyum jahil. "Ya keras dong, bu. Kan obat tablet. Kalo mau yang empuk, kue bolu aja gimana, bu?"
Topik 6 : Dukun Sangkal Putung
"Dek Seobin, senyum dong, dek. Ini masih pagi. Kok udah cemberut?"
Seobin menoleh ke arah dokter Seongwoo yang sedang duduk di balik kursinya. "Saya nggak cemberut kok, dok," jawabnya.
"Halah, itu muka kamu ditekuk aja dari tadi. Senyum dong, biar enak dilihatnya. Biar kalo ada pasien masuk, ikut senyum lihat wajah sumringah kamu," ujar dokter Seongwoo.
Seobin langsung memasang senyum penuh paksaan. "Begini, dok?" tanyanya sambil menunjukkan ekspresi sumringah di wajahnya.
Seongwoo menatap Seobin datar. "Udah, dek. Kamu jangan jadi dokter orthopedi. Wajahmu lebih prefer jadi dukun sangkal putung."
Topik 7 : Jantung dan Hati
"Dokter ganteng kayak Pangeran Berkuda Putih hehehe..."
Seungwoo menoleh ke arah seorang pasien skizofrenia hebefrenik yang sedang dikunjunginya pagi itu.
"Iya, kenapa? Ada yang kamu keluhkan?" tanyanya telaten.
Pasien perempuan berusia 22 tahun itu menggeleng. "Dokter ganteng kayak putri duyung, jangan kayak pohon pisang yah?"
"Hah? Kayak pohon pisang?" Sebuah tanda tanya imajiner besar muncul di atas kepala Seungwoo.
Pasien itu meringis. "Iya, kayak pohon pisang. Punya jantung, tapi nggak punya hati hehehe..."
Topik 8 : Nangis
"Dek Jinhyuk, kemarin kan saya jalan lewat depan ruang pendingin jenazah. Masa saya dengar setannya nangis, dek."
Jinhyuk menoleh ke arah Jihoon. "Masa iya, dok?" tanyanya memastikan.
Jihoon mengangguk mantap. "Iya, dek. Setannya kemarin nangis."
"Waduh, setan aja nangis ya, dok? Apalagi PPDS sama koassnya, udah histeris kali ya, dok?"
Topik 9 : Ikutin
"Dek Midam, kamu suka nonton film apa?" tanya dokter Seongwoo sambil menatap Midam yang berdiri tidak jauh darinya.
Midam berpikir sebentar. "Film apapun yang menurut saya bagus, dok."
"Kamu nggak suka nonton Marvel, dek?" Seongwoo bertanya lagi.
Midam menggeleng. "Saya nggak ngikutin Marvel, dok. Jadi nggak begitu paham sama alurnya."
"Film itu ditonton, dek. Bukan diikutin. Kamu kira pasien, harus diikutin?"
Midam tersenyum sabar. "Maaf, dok. Salah informasi."
Topik 10 : Anjing
"Dokter, tolongin adik saya!"
Eunwoo menoleh ke arah seorang wanita yang tampak menggendong seorang bocah lelaki di gendongannya.
"Adiknya kenapa?"
"Huhuhu... sakit, anjing!"
"Jangan nangis dulu ya, dek. Biar dokter periksa dulu," kata Eunwoo sabar.
Anak itu menangis semakin kencang. "Huhuhu.... sakit, anjing!"
"Digigit anjing, dek?" tanyanya lagi.
Anak itu menggeleng sambil menangis. "Anjing, sakit huhuhu..."
Eunwoo menoleh ke wanita di sampingnya. "Adeknya kenapa?" tanyanya.
"Tanganya kebaret kipas angin, dok," jawab si wanita.
Eunwoo mendadak bingung. "Kebaret kipas angin? Terus anjingnya kenapa?"
"Huhuhu... sakit, anjing!"
Kalian kangen siapa guys?
⬇⬇⬇
KAMU SEDANG MEMBACA
COASS COOPERATE 3.0 [Sequel of CC 2.0]
FanfictionSequel dari Coass Cooperate 2.0 Silakan membaca Coass Cooperate 2.0 apabila merasa bingung dengan plot Coass Cooperate 3.0 Seputar kehidupan para koass selama masa Program Profesi Dokter, bersama segala balada hidup dan asmaranya bersama teman sepen...