Thanks For Taking Care of Me

11.8K 2.2K 330
                                    

Wonjin menggenggam rontokan rambut terakhirnya pagi ini. Ia masih tidak bisa melihat sebaik dulu, tapi ia tetap bisa merasakan kalau helaian yang tersangkut di antara jemarinya ketika ia mengusap pelan kepalanya adalah helaian-helaian rambutnya. Maka dalam satu usapan yang bahkan nyaris tidak bisa dirasakannya, rambut-rambut itu tersangkut di sela-sela jarinya dan membuatnya harus tersenyum ikhlas melepaskannya.

Sudah tidak ada helaian rambut yang tersisa di kepalanya. Juga di wajahnya. Bahkan ketika ia meraba wajahnya, rambut alisnya juga terasa lebih tipis daripada yang bisa diingatnya. Mungkin nantinya ia juga akan kehilangan rambut alisnya seperti ia kehilangan rambut kepalanya. Tidak apa-apa jika ia harus kehilangan semuanya kalau hanya dirinya sendiri kelak yang akan menyaksikan itu.

Bagaimana penilaian orang lain terhadapnya?

Kemoterapi itu jahat. Sekalipun menunda waktu kematiannya, kemoterapi membuatnya lebih menjijikkan daripada yang bisa dilihat orang lain. Tubuhnya kian mengurus, muntahan yang selalu dilakukannya setiap hari, kepalanya yang gundul, dan rambut alisnya yang tidak tebal. Mungkin orang lain akan melihatnya sebagai monster yang mengerikan. Kurus dan mengenaskan, tidak berdaya.

Ia menggeleng pelan sambil berusaha menyingkirkan helaian rambut yang tersangkut di jari-jarinya. Tidak apa-apa rontok, toh rambut itu sangat kaku dan kumal. Lebih mirip keset daripada rambut dan sejujurnya ia benci itu.

"Maaf aku telat."

Seseorang meraih kedua tangannya dan menyentuhnya penuh kelembutan, kemudian membantunya menyingkirkan helaian rambut yang tersangkut di sana dengan telaten. "Pagi ini ke rumah sakit kan? Aku yang antar," katanya.

Ia menggeleng dan berusaha menarik kedua tangan kurusnya dari genggaman itu, namun ditahan. "Enggak usah. Bukannya kamu juga ada tugas di rumah sakit? Nanti malah dicariin konsulen, terus nilai kamu yang dipangkas. Atau kamu malah nambah minggu."

"Nggak usah khawatir. Dokter Jaehwan nggak sensi kalo sama aku." Minkyu terkekeh. Ia meletakkan semua helaian rambut Wonjin yang tersangkut di tangan dan beberapa helai lainnya di dekat pahanya. Ia mengusap pelan punggung tangan Wonjin yang kian kurus. "Kamu makan yang banyak dong. Badanmu kurusan."

Wonjin menggeleng pelan. Ia masih membiarkan tangannya dimainkan oleh Minkyu. "Nggak bisa. Pasti banyak yang aku muntahin kalo makan terlalu banyak. Rasanya mual banget, Kyu. Tapi aku suka kalo kurusan. Jadi nggak diejek gembul lagi."

Minkyu tersenyum sekilas. Ia mengangkat kedua tangan Wonjin dan mengecupi punggung tangan pacarnya bergantian. "Kalo kamu udah sembuh, kamu harus gembul kayak dulu lagi. Aku suka pipimu yang dulu, bisa digigit. Kayak sewaktu kita masih pertama pacaranya, kamu kalo lagi malu pasti pipinya merah sampai ke telinga."

Wonjin tersenyum tipis, kemudian mengangguk kaku. Ia tidak mengucapkan apapun. Hanya mengangguk sebagai jawabannya.

"Mau ke rumah sakit bentar lagi kan? Aku bantu pakaiin parfumnya ya?" Minkyu meraih sebotol summer swing yang sudah tersisa setengah, membuka tutup botolnya, dan menuangkan beberapa mili ke telapak tangannya, membuat aroma menyengarkan parfum berbotol hijau iyu langsung menguar memenuhi kamar Wonjin.

Wonjin memejamkan matanya perlahan saat kedua tangan Minkyu mulai mengusapkan parfum beraroma menenangkan itu di sekitar leher dan belakang telinganya. Kemudian ia terkekeh saat merasakan Minkyu mulai mengendusi dan mengecupi area lehernya.

"Wanginya sayangku..." Minkyu meninggalkan beberapa kecupan gemas di leher Wonjin dan mengendusi aroma yang menguar dari sana.

Wonjin tersenyum sejenak, kemudian menunduk dalam. "Kyu, aku malu mau keluar," lirihnya.

"Malu kenapa?" Minkyu menaikkan sebelah alisnya.

Wonjin mengangkat satu tangannya dan meraba kepalanya pelan. "Aku malu karena udah nggak punya rambut, Kyu. Kepalaku gundul, nggak ada rambutnya. Pasti aku bakal diketawain," ungkapnya, masih sambil menunjuk dalam.

COASS COOPERATE 3.0 [Sequel of CC 2.0]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang