WARNING! Bacalah dengan seksama dan teliti untuk menangkap maknanya
Junho menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Ini sudah malam dan semoga saja orang yang dicarinya belum tidur atau sedang tidak sibuk karena ia benar-benar ingin bertukar pikiran dan mendapatkan setidaknya sedikit saja pencerahan. Tapi kalau memang orang yang dicarinya sedang sibuk atau malah sudah terlelap dalam mimpi, mungkin ia akan mendatanginya besok lagi, di pagi-pagi buta. Bahkan mungkin ia akan mengorbankan waktu terapinya untuk hal ini. Ia tidak tahan.
Ia menekan tombol intercom di pintu dan berharap mendapat hal yang diharapkannya. sambil berhara-harap cemas, ia melesakkan kedua tangannya masuk ke dalam satu jaket denimnya.
"Ya, selamat malam. Siapa di luar?"
Junho menghela napas panjang. Itu suara dokter Byungchan. "Ini Junho, dok. Mau ketemu sebentar sama dokter Seungwoo, bisa?"
Tidak ada jawaban. Mungkin Byungchan sedang bertanya apakah Seungwoo berkenan ditemui malam-malam begini atau tidak. Tapi tidak berselang lama kemudian, pintu apartemen terbuka, menampakkan sosok Byungchan dengan setelan santainya dan sedang tersenyum padanya.
"Seungwoo di dalam," katanya sambil menunjuk ke belakang dengan ibu jarinya. "Masuk aja dulu, dia masih nyusul jurnal psikiatri. Saya panggilin sebentar, dek," lanjutnya.
Junho mengangguk dan mengekor langkah di belakang Byungchan sesaat setelah ia masuk dan pintu apartemen ditutup. Byungchan membawanya ke ruang duduk yang luar biasa rapi dengan aroma perpaduan kopi dan kayu manis bakar yang klasik, menyuruhnya duduk di salah satu sofa single yang berada tidak jauh dari televisi yang sedang menyala menampilkan acara musik malam hari yang banyak ditonton orang-orang tua, dan menyuguhkannya sekaleng biskuit pandan di meja.
Byungchan menepuk bahunya pelan dan sambil tersenyum mengatakan, "Saya panggilin Seungwoonya dulu ya. Kamu nonton aja dulu sambil makan biskuitnya. Kalo kamu nggak suka acara televisinya, diganti aja nggak papa kok, dek. Jangan sungkan-sungkan."
Ya walaupun Junho adalah anak kandung dokter konsultan yang kerap membuat Byungchan ingin resign dari PPDS Ilmu Penyakit Dalam, tapi Byungchan lumayan profesional untuk tidak membawa masalah pekerjaan kepada Junho yang tidak tahu apa-apa. Jadi ia cukup bisa menempatkan dirinya dan menyikapi segalanya dengan baik.
Sepeninggal Byungchan, Junho hanya duduk diam sambil mengamati televisi yang terus menapakkan orang-orang kecil yang sedang menyanyi begitu riang. Ia tidak tertarik pada acara televisinya, tapi tidak berniat mengganti channelnya juga. Ia juga tidak tertarik pada biskuit pandan. Bersama Eunsang selama bertahun-tahun membuatnya lebih tertarik pada biskuit coklat atau wafer roll vanila. Biskuit pandan, benar-benar selera klasik seorang calon psikiater.
Tak berselang lama kemudian, Seungwoo datang mendekatinya dan duduk di seberangnya, dengan Byungchan yang jelas mendampingi tunangannya. Ia tidak keberatan kalau Byungchan di sini dan ikut mendengarkannya karena pasti Byungchan punya pikiran dan sudut pandang yang berbeda dengan Seungwoo.
Seungwoo baru saja mematikan televisi dan kembali fokus menatap Junho yang duduk anteng di seberangnya. "Kenapa, dek? Kok tumben mampir ke apartemen saya malam-malam? Ada masalah apa lagi?" tanyanya.
"Ada masalah." Sederhananya, Junho mengangguk. Dan ia bisa melihat sedikit keterkejutan di wajah kedua dokter residen di depannya. "Bukan tentang saya. Tapi tentang teman-teman saya."
"Ah, saya kira kamu dapat masalah lagi..." Seungwoo mengangguk beberapa kali, tanda bahwa ia mengerti apa yang akan disampaikan Junho. Kadang-kadang Junho memang berbicara dengan topik yang tidak jelas penyampaiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
COASS COOPERATE 3.0 [Sequel of CC 2.0]
FanfictionSequel dari Coass Cooperate 2.0 Silakan membaca Coass Cooperate 2.0 apabila merasa bingung dengan plot Coass Cooperate 3.0 Seputar kehidupan para koass selama masa Program Profesi Dokter, bersama segala balada hidup dan asmaranya bersama teman sepen...