Sunshine In My Mind

15.8K 2.7K 413
                                    

Wonjin terkejut setengah mati saat Minkyu langsung memeluknya erat dan menangis keras di bahunya sesaat setelah cowok itu masuk ke ruang rawatnya dan neneknya meninggalkan mereka hanya berdua beberapa detik lalu. Ia tidak tahu apa yang sudah terjadi pada Minkyu, tapi ia rasa bahwa apapun itu, jelas bukanlah hal yang baik.

Ngomong-ngomong soal Wonjin, ia keluar ruang ICU sekitar tengah malam tadi, dengan bantuan dokter Yunseong dan beberapa perawat yang bertugas di bagian saraf. Ada Eunsang juga yang membantunya saat pertama kali keluar ruang ICU. Dan sore ini, setelah cukup lama tidak melihat Minkyu, ia bisa melihat sosok Minkyunya.

Wonjin menghela napas panjang dan mencoba mengangkat tangannya yang lemas. Ia mengusap lembut punggung Minkyu, sementara pacarnya itu menangis semakin keras di bahunya.

Napas Minkyu tersenggal, air matanya mengalir deras membasahi pakaian Wonjin. Hal yang semakin membuat Minkyu menangis bukan usapan lembut Wonjin di punggungnya, melainkan aroma tubuh Wonjin yang tidak lagi familier bagi saraf olfaktorinya.

Wonjinnya yang selalu beraroma menenangkan dengan Morning Dewnya berubah menyesakkan dengan aroma rumah sakit.

Bahkan Summer Swing yang menjadi alternatif kedua Wonjin untuk parfum favoritnya pun tidak lagi familier untuk saraf olfaktori Minkyu.

Ia lebih menyukai Morning Dew yang dipakai Wonjin, daripada Summer Swing yang menjadi opsi kedua, tapi lebih daripada itu, Minkyu lebih senang jika Wonjinnya tidak beraroma semenyedihkan ini. Karena meski nyatanya saraf olfaktorinya begitu familier dengan aroma khas rumah sakit, saraf olfaktorinya seakan lumpuh jika terhadap Wonjin.

Namun lebih daripada itu, sesungguhnya Minkyu bersyukur bahwa Wonjin kembali dalam dekapannya, terlepas dari bagaimanapun aroma tubuh Wonjinnya saat ini.

Minkyu mengangkat kepalanya dari bahu Wonjin, masih dengan isakan yang terdengar begitu jelas dan wajah tampannya yang berantakan karena air mata. Ia menatap ke dalam mata Wonjin yang sayu. "Aku khawatir," lirihnya.

Ia mengangkat tangan membelai pipi tirus Wonjin yang dingin. Pipi itu dulu terasa begitu penuh saat ia sentuh, tapi saat ini, pipi itu begitu tirus di tangannya. Wonjinnya kehilangan beberapa kilogram berat badan setelah treatment yang dilakukan untuk mengatasai Glioblastomanya.

Wonjin memejamkan mata, menikmati tiap usapan lembut Minkyu di pipinya. Tangannya terangkat, menyentuh tangan Minkyu di wajahnya. "Aku tidurnya kelamaan ya?" Ia bertanya dengan suara lirih.

Minkyu mengangguk tanpa suara. Isak tangisnya mulai berkurang, namun rasa sesak di dadanya semakin melambung saat ia menyadari bahwa Wonjinnya kini tampak seperti bukan Wonjin di matanya. Kurus dan menyedihkan. Ia tidak bisa berdenial bahwa kondisi tubuh Wonjin memang memprihatinkan.

"Pertama kali kamu semi coma, Yohan bilang kalo prognosisnya nggak begitu bagus. Belum lagi kemungkinan kalo mungkin terjadi kegagalan organ." Minkyu duduk di pimggiran bed Wonjin, sementara ia membiarkan Wonjin menautkan jemari mereka ke dalam satu genggaman lemah yang bisa cowok manis itu lakukan dengan sisa tenaganya.

Wonjin tersenyum. "Kita pernah belajar ini sebelumnya sewaktu preklinik, Kyu. Kalo gagal napas akut bisa bikin kegagalan beberapa organ, termasuk dengan kerusakan otak. Tapi otakku yang notabene udah rusak, harus rusak di sebelah mana lagi? Satu-satunya hal paling mungkin terjadi kalo seandainya Tuhan nggak sayang aku adalah kegagalan di beberapa organku."

Minkyu menggeleng. Ia mengangkat tangan kirinya, berniat mengusap lembut puncak kepala Wonjin seperti yang selalu ia lakukan sebelumnya, namun ia mengurungkannya. Terpaksa. Ia membiarkan tangannya berhenti di udara selama beberapa saat, kemudian meremat udara dan menurunkannya.

COASS COOPERATE 3.0 [Sequel of CC 2.0]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang