A Loyal Friend When You're Sad

12.6K 2.3K 246
                                    

"Dam, udah ya? Nggak usah nangis lagi. Kamu udah bilang kalo kamu akan ngelepas semuanya. Lepas semuanya, Dam. Semua hal yang bikin hati kamu sakit, lepasin aja."

Wooseok masih mengusap lembut punggung Midam yang menangis dalam pelukannya sambil sesekali menenangkan sahabatnya. Ia tahu benar apa yang sudah terjadi pada Midam malam ini karena sesungguhnya, ialah yang menemani Midam menemui Junho. Hanya saja ketika Midam mulai bicara dengan Junho, ia bersembunyi dan melihat dari kejauhan.

Bagi Midam, melepaskan adalah hal yang teramat sulit. Ada perang batin besar dalam dirinya dan Wooseok memahami mengapa Midam begitu memikirkan banyak hal belakangan ini. Ada banyak hal yang dipertimbangkannya, yang berulang kali dikeluarmasukkan dari daftar apakah harus dipilih atau apakah harus dieliminasi. Midam memikirkannya berulang kali, nyaris berantakan kalau saja Wooseok tidak datang di sampingnya.

Wooseok melirik ke bawah sebentar. Midam masih betah memeluknya sambil menangis di bahunya dan ia tidak sampai hati untuk membiarkan Midam menangis tanpa sandaran. Ia dan Midam, setelah banyak hal terjadi di antara mereka, keduanya tetap teman dekat. Ia tidak bisa menghapus fakta bahwa Midam adalah teman terbaik yang dimilikinya. Jauh dari kepura-puraan, Midam lebih senang bersikap apa adanya.

"Dam, malam ini kamu boleh nangis. Keluarin semua yang kamu rasain. Nangis aja yang keras, nggak papa. Tapi besok, aku mau kamu bahagia. Kamu udah milih buat fokus sama PPDS yang kamu ambil kan?" Wooseok beralih mengusap lembut belakang kepala Midam sembari memainkan helaian halus rambut Midam.

Midam mengangguk tipis. Ia tidak kunjung mau mengangkat wajahnya dari bahu Wooseok, seakan bahu temannya itu adalah tempat paling nyaman untuk menangis.

Wooseok menyandarkan kepalanya di puncak kepala Midam. Ia tidak lagi mengusap puncak kepala atau punggung Midam, namun hanya memeluk Midam erat. "Masih banyak kok yang bisa meluk kamu erat kapanpun kamu perlu, Dam. Ada aku, ada Byungchan, ada Yunseong. Kami ada buat kamu, Dam. Ratusan tuduhan yang kamu terima, nggak akan bikin kami menutup mata atas semua yang pernah kamu lakukan. You did great, Midam."

Tangisan Midam kian menjadi di bahu Wooseok. Bahunya bergetar hebat dan satu-satunya suara yang keluar dari bilah bibirnya hanya isak tangisnya.

"Midam, you did great. Orang lain nggak akan bisa berkorban sebanyak kamu. Mungkin hanya dengan 2 kali pengorbanan, mereka bakal mengeluh dan memilih pergi. Kemudian tanpa sadar mengungkit apa yang udah mereka lakukan. Tapi kamu enggak, Dam. Kamu bahkan nggak pernah ingat sebanyak apa kamu berkorban dan kamu tetap ngelakuin itu walaupun kamu tau, kamu sendiri taruhannya. Malam ini, kamu boleh nangis sebanyak apapun yang kamu mau. Tapi besok, kamu harus bahagia lagi, Dam. Ingat, setiap hidup itu berharga. Termasuk kamu."

Midam mengangguk samar. Ia masih menangis di sana, membuat bahu Wooseok basah. Bahkan napasnya mulai tersenggal karena terlalu lama menangis.

"Dam, mau tau nggak kenapa daun yang jatuh nggak pernah membenci angin?"

Midam terdiam. Tidak menjawab apapun. Suara isakan masih terdengar dari bilah bibirnya meski hanya tersisa suara yang samar.

"Karena angin yang berhembus adalah suatu dinamika paling alami yang bisa alam ciptakan, sedangkan daun yang jatuh hanya bagian dari dimanika paling sederhana dari alam. Angin nggak pernah berubah tanpa daun yang dia gugurkan, tapi daun yang digugurkan akan berubah karena angin. Setiap daun gugur, muncul daun baru yang menggantikan. Itu siklus kehidupan. Sama kayak kamu. Kamu nggak pernah membenci apapun atau siapapun yang menjatuhkan kamu karena kamu tau kalo apapun atau siapapun yang menjatuhkan kamu, mereka hanya bagian kecil dari hidupmu sebagaimana mereka juga bagian kecil dari hidup mereka. Dan kapanpun kamu terluka karena sesuatu hal, pasti ada hal baru yang bisa kamu ambil hikmahnya dari sana."

COASS COOPERATE 3.0 [Sequel of CC 2.0]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang